Keterbatasan Penelitian Pemilihan makanan Cepat Saji

87

BAB VI PEMBAHASAN

A. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memungkinkan terjadinya bias dimana pada variabel status gizi yang seharusnya diukur dengan indikator berat badan dan tinggi badan dilakukan pengukuran pada tiap responden, namun karena jumlah respoden cukup banyak, maka peneliti tidak melakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan secara langsung sehingga bisa jadi respoden hanya mengingat berat badan pada saat terakhir pengkuran. Kemungkinan hal tersebut akan berpengaruh pada validitas data sehingga data berat badan dan tinggi badan tidak menunjukan data yang sebenarnya. Pada variabel pemilihan makanan, peneliti tidak menyamaratakan peresepsi indiaktor pemilihan makanan seperti; memberikan contoh makanan yang rendah kalori, randah lemak dan rendah natrium sehingga kemungkinan responden hanya menggunakan persepsi dirinya mengenai variabel tersebut untuk mengisi kuesioner, sehingga dikhawatirkan terjadi perbedaan persepsi responden dengan persepsi peneliti pada variabel tersebut yang berakibat pada bias informasi. Selain itu bias penelitian lain juga bisa disebabkan karena responden membawa pulang kuesioner penelitian sehingga dapat dimungkinkan kuesioner tersebut diisi oleh orang lain. Hal ini disebabkan karena penelitian ini memiliki pertanyaan yang cukup banyak sehingga waktu respoden untuk mengisi kuesioner kemungkinan cukup lama, akibatnya hal ini akan mengganggu jadwal kuliah dari responden. Oleh karena itu, peneliti berinisiatif untuk memberikan kenyamanan bagi responden dengan membawa pulang kuesioner penelitian.

B. Pemilihan makanan Cepat Saji

Perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulusrangsangan dari luar Skinner 1938 dalam Notoatmodjo, 2003. Meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme, namun dalam memberikan respons sangat bergantung pada karakteristik individu atau faktor lain dari orang yang bersangkutan. Hal ini berarti meskipun stimulus yang diberikan sama bagi beberapa orang, namun respons tiap-tiap orang berbeda karena perilaku merupakan hasil antara berbagai faktor baik faktor eksternal maupun internal. Menurut Notoatmodjo 2003 yang termasuk perilaku internal adalah karakteristik orang yang bersangkutan seperti tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin dan sebagainya, sementara yang termasuk faktor eksternal adalah lingkungan baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya. Namun faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang karena biasanya faktor lingkungan ini berada dibawah kendali atau kemauan individu itu sendiri. Perilaku memilih makanan merupakan sebuah respons dari suatu stimulus yang yang berkaitan dengan perilaku kesehatan seseorang. Gibney at all 2009 menyatakan bahwa pemilihan makanan mengandung arti kemauan seseorang untuk mengendalikan makanan yang dikonsumsinya. Pengendalian disini dapat diartikan sebagai respons sesorang dalam memilih makanan yang sesuai dengan selera namun sesuai dengan syarat kesehatan sehingga mengarah kepada pemilihan makanan yang baik. Seseorang yang memiliki stimulus faktor internal yang baik maka akan memiliki keterlibatan tinggi dalam pemilihan makanannya sehingga mengarah kepada pemilihan makanan yang baik, Menurut Gibney et all 2009 keterlibatan sesorang terhadap makanan mempengaruhi alasan dalam pemilihan makanannya. Keterlibatan dalam sebuah produk berarti seseorang mengangap produk tersebut sangat penting dan bersedia menghabiskan cukup banyak waktu untuk mendapatkan pengetahuan tentang produk tersebut sehingga hal tersebut dapat memfasilitasi informed choice memilih setelah mendapatkan informasi, namun hal ini tidak terlepas dari pengaruh faktor internal yang juga mendukung dalam memilih makanan yang baik pula, karena dalam membentuk perilaku seseorang, kedua faktor tersebut sangatlah mempengaruhi. Dalam penelitian ini kategori pemilihan makanan dapat dilihat dari keterlibatan seseorang dalam pemilihan makanannya. Seseorang yang dianggap memiliki keterlibatan tinggi terhadap variabel makanan yang rendah kalori, rendah lemak, rendah natrium, perhatian terhadap daftar komposisi makanan, tanggal kadarluasa, warna, bahan tambahan pangan serta penggunaan kemasan, dianggap memiliki pemilihan makanan yang baik dan sebaliknya. Hasil penelitian pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta yang berkaitan dengan pemilihan makanan cepat saji, menunjukan bahwa mahasiswa yang memiliki pemilihan makanan cepat saji baik memiliki presentase yang lebih tinggi yaitu sebesar 60,8 dibandingkan dengan mahasiswa dengan pemilihan makanan cepat saji yang kurang baik yaitu sebesar 39,2. Sementara keterlibatanperhatian tertinggi terdapat pada variabel tanggal kadarluasa sebesar 84, rasa 62,4, dan warna 49,2, sementara keterlibatanperhatian rendah pada variabel konsumsi rendah natrium 50,3, rendah kalori 35,9, dan rendah lemak sebesar 28.7. Sementara jenis makanan cepat saji yang paling sering dikonsumsi responden berturut-turut adalah sebagai berikut: gorengan 72,4, mie instan 68, biscuit 55,8, bakso 55,2, keripik 54,1. Dalam hal ini untuk mengukur kevalidan pernyataan responden terkait kebiasaan responden dalam pemilihan makanan yang rendah kalori, lemak dan natrium. Peneliti menghubungkannya dengan jenis makanan cepat saji yang dikonsumsi responden. Peneliti mengambil jenis makanan yang sering dikonsumsi oleh responden yaitu gorengan, mie instan, biscuit, bakso, keripik. Jenis makanan ini dapat mewakili makanan-makanan yang mengandung kalori, lemak dan natrium tinggi. Seperti bakso dan gorengan merupakan salah satu jenis makanan yang tinggi kalori dan lemak, sementara mie instan, biscuit dan keripik merupakan salah satu makanan yang tinggi natrium. Dalam hal ini, responden yang menyatakan “selalu” mempertimbangkan makanan yang rendah kalori sebanyak 5 orang memiliki frekuensi konsumsi gorengan ≤ 3 kali perminggu, namun terdapat 1 orang responden yang frekuesi mengonsumsi gorengannya 3 kali dalam 1 minggu. Hal tersebut menunjukan masih terdapat ketidakvalidan jawaban antara pernyataan responden dengan kebiasaan konsumsinya. Responden yang menyatakan selalu mempertimbangkan kalori tidak selalu memiliki perilaku konsumsi makanan cepat saji yang rendah kalori juga. Sementara itu, responden yang menyatakan “selalu” mempertimbangkan makanan rendah lemak, sebanyak 12 orang memiliki frekuensi konsumsi gorengan ≤ 3 kali dalam 1 minggu dan terdapat 2 orang respoden yang menyatakan “selalu” mempertimbangkan makanan rendah lemak, frekuensi gorengannya 3 kali dalam 1 minggu. Hal tersebut juga menyatakan ketidakvalidan antara jawaban responden dengan kebiasaan konsumsi. Sementara itu pada pernyataan respoden dalam mempertimbangkan makanan yang rendah natri um dapat diketahui bahwa responden yang menyatakan “selalu” mempertimbangkan makanan yang rendah natrium hanya 1 orang yang memiliki frekuensi konsumsi mie instan ≤ 3 kali dalam 1 minggu dan pada responden ini tidak terdapat rensponden yang mengonsumsi mie instan 3 kali dalam 1 minggu. Hal tersebut menunjukan bahwa responden yang menyatakan selalu mempertimbangkan makanan rendah natrium jaranghampir tidak mengonsumsi mie instan seminggu sekali. Pernyataan respoden dalam mempertimbangkan makanan yang rendah kalori dimana jenis makanannya adalah bakso dapat diketahui bahwa responden yang menyatakan “selalu” mempertimbangkan makanan yang rendah kalori hanya 4 orang yang memiliki frekuensi konsumsi bakso ≤ 3 kali dalam 1 minggu dan pada responden ini tidak terdapat rensponden yang mengonsumsi bakso 3 kali dalam 1 minggu. Hal tersebut menunjukan bahwa rensponden yang menyatakan selalu mempertimbangkan makanan rendah kalori jaranghampir tidak mengonsumsi bakso dalam seminggu. Pernyataan respoden dalam mempertimbangkan makanan yang rendah natrium dimana jenis makanannya adalah keripik dapat diketahui bahwa responden yang menyatakan “selalu” mempertimbangkan makanan yang rendah natrium hanya 1 orang yang memiliki frekuensi konsumsi keripik ≤ 3 kali dalam 1 minggu dan terdapat 1 orang yang memiliki frekuensi konsumsi keripik 3 kali dalam 1 minggu. Hal tersebut menunjukan bahwa rensponden yang menyatakan “selalu” mempertimbangkan makanan rendah natrium tidak selalu memiliki perilaku frekuensi konsumsi makanan yang rendah natrium pula. Hal tersebut menunjukan ketidakvalidan antara jawaban responden dengan perilaku konsumsi makanan cepat saji. Dari hasil analisis diatas dapat disimpulkan bahwa tidak selalu seseorang yang pemilihan makanannya baik belum tentu memiliki perilaku konsumsi yang baik pula..

C. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemilihan makanan Cepat Saji

Dokumen yang terkait

Analisis koleksi buku perpustakaan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

0 2 86

Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Obesitas Sentral pada Mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Angkatan 2012-2014

7 35 188

faktor-faktor yang berhubungan dengan pola makanan mahasiswa kesehatan masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2011

1 10 136

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Muskuloskeletal pada Upper Limb Extremities Mahasiswa Ketika Proses Belajar Mengajar di Kelas di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012

2 20 174

Persepsi Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terhadap Interprofessional Education

9 134 137

Pengadaan bahan pustaka pada perpustakaan Fakultas Kedokteran dan ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

0 9 87

Pengetahuan, sikap, dan perilaku mahasiswa program studi pendidikan dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tentang makanan cepat saji ( fast food) tahun 2009

0 21 71

Faktor – faktor yang mempengaruhi kecenderungan perilaku makan menyimpang pada mahasiswa di fakultas kedokteran dan ilmu kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012

0 10 135

Determinan Perilaku Pencarian Pengobatan Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Angkatan Tahun 2013

1 18 114

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kebugaran pada Mahasiswa Program StudiKesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2015

1 11 185