mempertahakan perilakunya tersebut. Sementara pada responden dengan status gizi yang kurus dan gemuk diharapkan dapat merubah gaya hidup dengan
meningkatkan olahraga, karena olahraga dapat menyeimbangkan tingkal metabolisme basal.
4. Hubungan Uang Saku Terhadap Pemilihan Makanan
Pendapatan yang terpakai dan jumlang uang yang akan dibelanjakan untuk membeli makanan merupakan faktor penting dalam pemilihan makanan
Gibney,et al, 2009. Pendapatan yang diterima oleh mahasiswa adalah berupa uang saku. Uang saku merupakan bagian dari pendapatan keluarga yang diberikan
kepada anaknya untuk jangka waktu tertentu seperti uang saku harian, mingguan maupun bulanan. Jumlah uang yang dibelanjakan untuk makanan tergantung pada
tingkat pendapatan. Uang saku sangat mementukan pemilihan makanan dan konsumsi makanan. Biasanya seseorang akan memilih makanan yang sesuai
dengan uang saku mereka. Dengan uang saku yang cukup besar biasanya seseorang akan sering memilih makanan-makanan yang modern dengan
pertimbangan prestice dan harapan akan diterima kalangan peer group mereka Benjamin et all ,2004 dalam Arifyani 2010.
Sementara teori Eng el’s yang menyatakan bahwa: “Semakin tinggi tingkat
pendapatan keluarga semakin rendah persentasi pengeluaran untuk konsumsi makanan“ Sumarwan, 1993. Berdasarkan teori klasik ini, maka keluarga bisa
dikatakan lebih sejahtera bila persentasi pengeluaran untuk makanan jauh lebih kecil dari persentasi pengeluaran untuk bukan makanan. Artinya proporsi alokasi
pengeluaran untuk pangan akan semakin kecil dengan bertambahnya pendapatan
keluarga, karena sebagian besar dari pendapatan tersebut dialokasikan pada kebutuhan non pangan.
Besar uang saku untuk pengeluaran makanan yang di keluarkan mahasiswa FKIK UIN Jakarta per hari paling kecil adalah Rp 5000 dengan rata-
rata pengeluaran uang saku untuk makanan sebesar Rp 20.000. Berdasarkan hasil penelitian, mahasiswa yang mengeluarkan uang saku untuk pengeluaran makanan
diatas rata- rata yaitu ≥ Rp. 20000 lebih tinggi 104 57,5 dibandingkan dengan
pengeluaran yang dibawah rata-rata Rp. 20000 sebesar 77 42,5, sementara hasil analisis statistik menunjukkan bahwa responden yang memiliki uang saku
dibawah rata-rata Rp. 20000 lebih banyak memiliki pemilihan makanan baik
yaitu sebesar 63,6 dibandingkan dengan responden yang memiliki uang saku diatas rata-
rata ≥Rp.20000 58,7. Bila dilihat hubungannya. tidak ada hubungan antara uang saku dengan pemilihan makanan cepat saji p-value =
0,600. Tidak adanya hubungan disini kemungkinan disebabkan oleh faktor lain
yaitu status kesehatanstatus gizi lebih dominan pengaruhnya dalam pemilihan makanan daripada uang saku, dari hasil analisis diketahui bahwa orang yang
memiliki status gizi kurus lebih tinggi pada responden yang memiliki uang saku diatas rata-rata yaitu sebesar 34,6 dibandingkan responden yang memilki uang
saku dibawah rata-rata yaitu sebesar 28,6. Orang yang memiliki status gizi normal lebih tinggi pada responden yang memilki uang saku dibawah rata-rata
yaitu sebesar 63,6 dibandingkan responden yang memilki uang saku diatas rata- rata yaitu sebesar 60,6. Orang yang memiliki status gizi gemuk lebih tinggi
pada responden yang memilki uang saku dibawah rata-rata yaitu sebesar 7,8 dibandingkan responden yang memilki uang saku dibawah rata-rata yaitu sebesar
4,8. Dari data diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa orang yang memiliki
uang saku dibawah rata-rata cenderung memiliki status gizi normal dan gemuk sementara orang yang memiliki uang saku diatas rata-rata cenderung memiliki
status gizi kurus. Dari data ini dapat diperoleh kemungkinan bahwa orang yang memiliki uang saku dibawah rata-rata cenderung lebih sering mengkonsumsi
makanan cepat saji yang biasanya tinggi akan kalori dan lemak, sementara orang yang memiliki uang saku diatas rata-rata cenderung membatasi perilaku
mengkonsumsi makanan cepat saji. Hal tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan En
gel’s yang menyatakan bahwa: “Semakin tinggi tingkat pendapatan keluarga semakin rendah persentasi pengeluaran untuk konsumsi
makanan “ Sumarwan ,1993 dalam Rahma 2011.
Hal ini dapat dibuktikan dari hasil analisis statistik kecenderungannya, responden yang pendapatannya lebih tinggi pengeluaran konsumsi makanannya
lebih kecil kemungkinan karena pengeluarannya akan lebih besar pada kebutuhan nonpangan. Hal ini terlihat dari hasil penelitian ini bahwa seseorang yang memilki
pendapatan lebih tinggi memiliki frekuensi lebih rendah dalam mengkonsumsi makanan cepat saji, namun tingkat konsumsinya lebih tinggi hanya pada beberapa
makanan-makanan cepat saji yang memiliki nilai prestise yang tinggi. Pada responden yang memiliki uang saku diatas rata-rata frekuensi konsumsi
makanannya lebih kecil pada beberapa jenis makanan cepat saji seperti konsumsi
gorengan, pada responden yang memiliki uang saku diatas rata-rata konsumsi gorengannya sebesar 68,3 dibanding pada responden yang memiliki uang saku
dibawah rata-rata yaitu sebesar 75,3, responden yang memiliki uang saku diatas rata-rata konsumsi mie ayam sebesar 36,5 dibanding pada responden
yang memiliki uang saku dibawah rata-rata yaitu sebesar 48,1, responden yang memiliki uang saku diatas rata-rata konsumsi siomay sebesar 30,1
dibanding pada responden yang memiliki uang saku dibawah rata-rata yaitu sebesar 46,5 serta pada beberapa variable makanan cepat saji yang lain.
Namun pada beberapa makanan cepat saji yang memilki nilai prestise tinggi, responden yang memiliki uang saku diatas rata-rata justru memiliki frekuensi
makanan cepat saji lebih tinggi dibandingkan responden yang memiliki uang saku dibawah rata-rata seperti pada makan sejenis pizza dan cokelat, dari hasil analisis
didapatkan bahwa responden yang memiliki uang saku diatas rata-rata konsumsi pizzanya sebesar 13,5 dibanding pada responden yang memiliki uang saku
dibawah rata-rata yaitu sebesar 6,5. Sementara itu, responden yang memiliki uang saku diatas rata-rata konsumsi coklatnya sebesar 54,8 dibanding pada
responden yang memiliki uang saku dibawah rata-rata yaitu sebesar 48,1. Dari hasil analisis diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa orang yang
memiliki uang saku dibawah rata-rata cenderung lebih sering memilih makanan cepat saji sementara orang yang memiliki uang saku diatas rata-rata rendah dalam
memilih makanan cepat saji. Kemungkinan karena orang yang memiliki uang saku diatas rata-rata pengeluarannya lebih banyak pada kebutuhan non-pangan,
sekalipun mereka mengkonsumsi makanan cepat saji, mereka lebih memilih makanan cepat saji yang memiliki nilai prestise yang lebih tinggi.
Oleh karena itu, akan lebih baik pada responden yang memiliki uang saku dibawah rata-rata untuk mengurangi konsumsi makanan cepat saji, walaupun
presentase responden yang memiliki uang saku dibawah rata-rata lebih baik dalam pemilihan makanannya.
5. Hubungan Rasa Terhadap Pemilihan Makanan Cepat Saji