2. 4. Proyeksi Laba Rugi 2. 6. Analisa KepekaanSensitivitas

47 produk biodiesel ditawarkan tidak sebagai produk yang bersaing dengan solar melainkan lebih condong sebagai produk adiktif. Perbandingan harga biodiesel dengan berbagai bahan baku dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Perbandingan harga biodiesel Biodiesel Hargasatuan Kendala 1. Biodiesel dari CPO Rp. 6.500liter • Harga CPO yang masih tergolong tinggi • Berkompetisi dengan bahan pangan 2. Biodiesel dari jarak pagar Rp. 6.000liter • Bahan baku sulit diperoleh Penerimaan tahunan didapatkan dari hasil penjualan pada tahun tersebut. Asumsi yang digunakan adalah setiap tahun seluruh biodiesel dan produk samping yang diproduksi habis terjual. Hal ini disebabkan biodiesel yang diproduksi telah memiliki standar kualitas dan harga kompetitif, sehingga dengan spesifikasi biodiesel yang dihasilkan diharapkan dapat bersaing dipasaran. Ditargetkan 100 persen biodiesel dapat terjual dari total produk yang diproduksi pada tahun tersebut. Pada tahun-tahun berikutnya penjualan tetap dipertahankan sebesar 100 persen dari total biodiesel yang diproduksi. Asumsi biaya operasional dapt dilihat pada Lampiran 12 dan perhitunga total biaya operasi pabrik dapat dilihat pada Lampiran 13.

IV. 2. 4. Proyeksi Laba Rugi

Laporan laba rugi adalah suatu laporan yang sistematis tentang penghasilan, biaya, rugi-laba yang diperoleh oleh suatu perusahaan selama periode tertentu. Dalam laporan laba rugi ini menggambarkan mengenai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan rugi-laba dalam suatu periode tertentu. Laporan laba rugi mempunyai 2 unsur yaitu pendapatan dan bebanbiaya. Proyeksi laba rugi diperlukan untuk mengetahui tingkat profitabilitas suatu usaha. Laba bersih yang didapatkan memiliki karakteristik laba operasi yang dikurangi dengan pembayaran pajak. Laporan laba rugi tersebut dapat dilihat pada Lampiran 14. Pajak dihitung berdasarkan Undang-undang no.17 tahun 2000, untuk mendapatkan laba bersih dilakukan pengurangan pada laba atas pajak. Laba bersih ini kemudian menjadi dasar perhitungan dalam analisa arus kas.

IV. 2. 5. Proyeksi Arus Kas

Aliran arus kas proyek dikelompokkan menjadi tiga yaitu, aliran kas awal initial cash flow , aliran kas periode operasi operational cash flow, dan aliran kas terminal terminal cash flow . Aliran kas awal adalah pengeluaran untuk merealisasikan gagasan sampai menjadi kenyataan fisik, misalnya aliran kas langsung pengeluaran biaya pembangunan unit instalasi. Aliran kas periode operasi merupakan aliran kas yang masuk dari penjualan produk dan aliran kas yang keluar yang terdiri dari biaya produksi, pemeliharaan, depresiasi dan pajak. Aliran kas terminal adalah aliran kas yang didapat pada saat proyek berakhir, aliran kas ini terdiri dari nilai sisa salvage value aktiva tetap dan pengembalian recovery modal kerja. Soeharto, 2000. Proyeksi arus kas dapat dilihat pada Lampiran 15. 48

1. Titik Impas Break Event Point

Analisa titik impas memberikan informasi mengenai hubungan antara biaya tetap dan biaya variabel. Titik impas secara keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 16. Perhitungan titik impas untuk pabrik biodiesel dari biji nyamplung adalah : BEP = Biaya Tetap 1- Biaya Variabel Penerimaan BEP = Rp.419.338.000 1- Rp.1.205.103.000 Rp.2.455.142.000 = Rp. 823.601.000 Sesuai dengan grafik yang tergambar pada lampiran tersebut maka nilai BEP yang paling kecil adalah nilai BEP dalam keadaan normal yaitu industri biodioesel dengan proses produksi tanpa melalui proses pengukusan. Meskipun kapasitas yang diperoleh dari proses biodiesel dengan melalui proses pengukusan lebih besar namun hal ini tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan antara lain untuk biaya penambahan tenaga kerja, penambahan mesin pengukusan, dan lainnya, sehingga apabila kedua proses tersebut dibandingkan maka yang memiliki keuntungan lebih untuk direalisasikan adalah industri biodiesel dengn proses pembuatan biodiesel tanpa melalui proses pengukusan.

2. Kriteria Kelayakan Investasi

Kriteria investasi yang digunakan antara lain adalah Net Present Value NPV, Internal Rate Return IRR, Net Benefit Cost Ratio Net BC, dan Pay Back Period PBP. Untuk menentukan layak atau tidaknya proyek tersebut didanai, maka diperlukan metode yang memperhitungkan pula berubahnya nilai uang terhadap waktu atau faktor diskonto. Hal ini dikarenakan faktor diskonto merupakan suatu teknik, dan dengan teknik tersebut dapat menurunkan manfaat yang diperoleh pada masa mendatang dan arus biaya menjadi nilai biaya pada masa sekarang Gittinger, 1986.

a. Net Present Value NPV

Nilai NPV yang diperoleh untuk proyek pendirian pabrik biodiesel dari biji nyamplung adalah sebesar Rp.1.402.610.000. Nilai tersebut lebih besar dari nol, ini berarti bahwa proyek memperoleh peningkatan nilai uang, sehingga pendirian pabrik ini dianggap layak sesuai perhitungan NPV.

b. Internal Rate of Return

Untuk menentukan layak atau tidaknya proyek dilaksanakan maka sebagai patokan dasar pembanding adalah tingkat bunga yang berlaku di lembaga keuangan yang ada yaitu ditetapkan sebesar 12 persen. Jika nilai IRR lebih besar dibandingkan tingkat suku bunga bank, maka usaha dinyatakan layak. IRR pada usaha ini sebesar 22 persen yang berarti bahwa pendirian pabrik biodiesel dari biji nyamplung layak untuk dilaksanakan.

c. Net BC Ratio

Net Benefit Cost Ratio Net BC Ratio menunjukkan manfaat yang diberikan dari proyek ini untuk kepentingan umum dan bukan keuntungan finansial perusahaan. Nilai Net BC 49 dihitung berdasarkan nilai arus kas yang telah diperhitungkan nilai perubahannya terhadap waktu. Nilai net BC proyek ini diperoleh sebesar 1,60 yang menunjukkan bahwa pendirian pabrik biodiesel dari biji nyamplung ini layak untuk dilaksanakan, karena nilai net BC lebih besar dari satu.

d. Pay Back Period PBP

Berdasarkan hasil perhitungan, nilai PBP untuk proyek ini adalah 4,7 tahun yang berarti untuk mengembalikan investasi awal pabrik dibutuhkan waktu 4 tahun 8 bulan setelah pabrik berproduksi. Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa industri biodiesel dari biji nyamplung layak untuk didirikan karena waktu pengembalian modal lebih cepat dibandingkan dengan umur proyek. Berdasarkan semua kriteria investasi yang telah dipaparkan maka dapat disimpulkan bahwa industri pengolahan jarak pagar menjadi biodiesel layak untuk direalisasikan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 16 dan Lampiran 17. Tabel 16. Penilaian kriteria investasi Kriteria Nilai NPV Rp.1.402.610.000 IRR 22 Net BC 1,60 PBP 4,7 tahun

IV. 2. 6. Analisa KepekaanSensitivitas

Analisa sensitivitas dilakukan terhadap perbedaan proses yang dapat berpengaruh dengan harga jual dan kapasitas yang dihasilkan, kenaikan harga bahan baku, dan penurunan harga jual produk. Analisa dilakukan pada empat kriteria investasi, yaitu NPV, IRR, BC Ratio. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Analisa sensitivitas terhadap perbedaan proses dan kapasitas, kenaikan bahan baku dan penurunan harga jual Perubahan Kriteria investasi NPV IRR Net BC PBP tahun Penambahan kapasitas akibat adanya proses pengukusan Rp.727.936.000 17 1,31 5,7 Kenaikan harga bahan baku sebesar 50 persen Rp.218.967.000 14 1,1 6,8 Kenaikan harga bahan baku sebesar 60 persen Rp.17.761.000 11,87 0,99 7,5 Penurunan harga jual sebesar 20,7 persen Rp.6.532.000 12 1 7,5 Penurunan harga jual sebesar 20,8 persen Rp.213.000 11,9 0,99 7,5 50 Penambahan kapasitas akibat adanya proses pengukusan dapat berpengaruh terhadap harga produk dan kriteria investasi yang cenderung lebih kecil apabila dibandingkan dengan keadaan normal. Harga produk yang pada awalnya adalah Rp. 6.500 per liter menjadi lebih rendah yaitu Rp. 6.300 per liter. Kenaikan bahan baku mempunyai titik kritis sebesar 50 sampai 60 dari harga bahan baku awal, dengan tetap mempertahankan harga produk sebesar Rp.6.500 per liter pada kenaikan bahan baku sebesar 50 industri masih dikatakan layak, namun apabila terjadi kenaikan bahan baku sampai 60 maka industri biodiesel ini dianggap tidak layak. Sama halnya dengan sensitivitas terhadap penurunan harga mempunyai titik kritis berkisar antara 20,7 sampai 20,8 persen dari harga awal. Industri masih dikatakan layak jika terjadi penurunan harga sebesar 20,7 persen. Namun, jika sudah mencapai penurunan sebesar 20,8 persen maka industri sudah dianggap tidak layak, karena semua kriteria investasi atau salah satu menunjukkan ketidaklayakan. Penurunan masih diperbolehkan sampai 20,7 persen. Jadi jika akan melakukan potongan harga, batas maksimalnya adalah sampai Rp. 5.000liter. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 18 sampai 22.

IV. 3. ASPEK VALUASI DAN KOMERSIALISASI TEKNOLOGI