47 produk biodiesel ditawarkan tidak sebagai produk yang bersaing dengan solar melainkan lebih
condong sebagai produk adiktif. Perbandingan harga biodiesel dengan berbagai bahan baku dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Perbandingan harga biodiesel Biodiesel Hargasatuan
Kendala 1. Biodiesel dari CPO
Rp. 6.500liter • Harga CPO yang masih tergolong tinggi
• Berkompetisi dengan bahan pangan
2. Biodiesel dari jarak pagar Rp. 6.000liter
• Bahan baku sulit diperoleh
Penerimaan tahunan didapatkan dari hasil penjualan pada tahun tersebut. Asumsi yang digunakan adalah setiap tahun seluruh biodiesel dan produk samping yang diproduksi habis
terjual. Hal ini disebabkan biodiesel yang diproduksi telah memiliki standar kualitas dan harga kompetitif, sehingga dengan spesifikasi biodiesel yang dihasilkan diharapkan dapat bersaing
dipasaran. Ditargetkan 100 persen biodiesel dapat terjual dari total produk yang diproduksi pada tahun tersebut. Pada tahun-tahun berikutnya penjualan tetap dipertahankan sebesar 100 persen
dari total biodiesel yang diproduksi. Asumsi biaya operasional dapt dilihat pada Lampiran 12 dan perhitunga total biaya operasi pabrik dapat dilihat pada Lampiran 13.
IV. 2. 4. Proyeksi Laba Rugi
Laporan laba rugi adalah suatu laporan yang sistematis tentang penghasilan, biaya, rugi-laba yang diperoleh oleh suatu perusahaan selama periode tertentu. Dalam laporan laba rugi
ini menggambarkan mengenai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan rugi-laba dalam suatu periode tertentu. Laporan laba rugi mempunyai 2 unsur yaitu pendapatan dan bebanbiaya.
Proyeksi laba rugi diperlukan untuk mengetahui tingkat profitabilitas suatu usaha. Laba bersih yang didapatkan memiliki karakteristik laba operasi yang dikurangi dengan pembayaran
pajak. Laporan laba rugi tersebut dapat dilihat pada Lampiran 14. Pajak dihitung berdasarkan
Undang-undang no.17 tahun 2000, untuk mendapatkan laba bersih dilakukan pengurangan pada laba atas pajak. Laba bersih ini kemudian menjadi dasar perhitungan dalam analisa arus kas.
IV. 2. 5. Proyeksi Arus Kas
Aliran arus kas proyek dikelompokkan menjadi tiga yaitu, aliran kas awal initial cash flow
, aliran kas periode operasi operational cash flow, dan aliran kas terminal terminal cash flow
. Aliran kas awal adalah pengeluaran untuk merealisasikan gagasan sampai menjadi kenyataan fisik, misalnya aliran kas langsung pengeluaran biaya pembangunan unit instalasi.
Aliran kas periode operasi merupakan aliran kas yang masuk dari penjualan produk dan aliran kas yang keluar yang terdiri dari biaya produksi, pemeliharaan, depresiasi dan pajak. Aliran kas
terminal adalah aliran kas yang didapat pada saat proyek berakhir, aliran kas ini terdiri dari nilai sisa salvage value aktiva tetap dan pengembalian recovery modal kerja. Soeharto, 2000.
Proyeksi arus kas dapat dilihat pada Lampiran 15.
48
1. Titik Impas Break Event Point
Analisa titik impas memberikan informasi mengenai hubungan antara biaya tetap dan
biaya variabel. Titik impas secara keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 16. Perhitungan titik
impas untuk pabrik biodiesel dari biji nyamplung adalah : BEP
= Biaya Tetap
1- Biaya Variabel Penerimaan BEP
= Rp.419.338.000
1- Rp.1.205.103.000 Rp.2.455.142.000 =
Rp. 823.601.000 Sesuai dengan grafik yang tergambar pada lampiran tersebut maka nilai BEP yang
paling kecil adalah nilai BEP dalam keadaan normal yaitu industri biodioesel dengan proses produksi tanpa melalui proses pengukusan. Meskipun kapasitas yang diperoleh dari proses
biodiesel dengan melalui proses pengukusan lebih besar namun hal ini tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan antara lain untuk biaya penambahan tenaga kerja, penambahan mesin
pengukusan, dan lainnya, sehingga apabila kedua proses tersebut dibandingkan maka yang memiliki keuntungan lebih untuk direalisasikan adalah industri biodiesel dengn proses
pembuatan biodiesel tanpa melalui proses pengukusan.
2. Kriteria Kelayakan Investasi
Kriteria investasi yang digunakan antara lain adalah Net Present Value NPV, Internal Rate Return
IRR, Net Benefit Cost Ratio Net BC, dan Pay Back Period PBP. Untuk menentukan layak atau tidaknya proyek tersebut didanai, maka diperlukan metode yang
memperhitungkan pula berubahnya nilai uang terhadap waktu atau faktor diskonto. Hal ini dikarenakan faktor diskonto merupakan suatu teknik, dan dengan teknik tersebut dapat
menurunkan manfaat yang diperoleh pada masa mendatang dan arus biaya menjadi nilai biaya pada masa sekarang Gittinger, 1986.
a. Net Present Value NPV
Nilai NPV yang diperoleh untuk proyek pendirian pabrik biodiesel dari biji nyamplung adalah sebesar Rp.1.402.610.000. Nilai tersebut lebih besar dari nol, ini berarti bahwa proyek
memperoleh peningkatan nilai uang, sehingga pendirian pabrik ini dianggap layak sesuai perhitungan NPV.
b. Internal Rate of Return
Untuk menentukan layak atau tidaknya proyek dilaksanakan maka sebagai patokan dasar pembanding adalah tingkat bunga yang berlaku di lembaga keuangan yang ada yaitu
ditetapkan sebesar 12 persen. Jika nilai IRR lebih besar dibandingkan tingkat suku bunga bank, maka usaha dinyatakan layak. IRR pada usaha ini sebesar 22 persen yang berarti bahwa
pendirian pabrik biodiesel dari biji nyamplung layak untuk dilaksanakan.
c. Net BC Ratio
Net Benefit Cost Ratio Net BC Ratio menunjukkan manfaat yang diberikan dari
proyek ini untuk kepentingan umum dan bukan keuntungan finansial perusahaan. Nilai Net BC
49 dihitung berdasarkan nilai arus kas yang telah diperhitungkan nilai perubahannya terhadap
waktu. Nilai net BC proyek ini diperoleh sebesar 1,60 yang menunjukkan bahwa pendirian pabrik biodiesel dari biji nyamplung ini layak untuk dilaksanakan, karena nilai net BC lebih
besar dari satu.
d. Pay Back Period PBP
Berdasarkan hasil perhitungan, nilai PBP untuk proyek ini adalah 4,7 tahun yang berarti untuk mengembalikan investasi awal pabrik dibutuhkan waktu 4 tahun 8 bulan setelah pabrik
berproduksi. Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa industri biodiesel dari biji nyamplung layak untuk didirikan karena waktu pengembalian modal lebih cepat dibandingkan dengan umur
proyek. Berdasarkan semua kriteria investasi yang telah dipaparkan maka dapat disimpulkan
bahwa industri pengolahan jarak pagar menjadi biodiesel layak untuk direalisasikan. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Tabel 16 dan Lampiran 17.
Tabel 16. Penilaian kriteria investasi Kriteria Nilai
NPV Rp.1.402.610.000 IRR 22
Net BC 1,60
PBP 4,7 tahun
IV. 2. 6. Analisa KepekaanSensitivitas
Analisa sensitivitas dilakukan terhadap perbedaan proses yang dapat berpengaruh dengan harga jual dan kapasitas yang dihasilkan, kenaikan harga bahan baku, dan penurunan
harga jual produk. Analisa dilakukan pada empat kriteria investasi, yaitu NPV, IRR, BC Ratio. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Analisa sensitivitas terhadap perbedaan proses dan kapasitas, kenaikan bahan baku dan penurunan harga jual
Perubahan Kriteria investasi
NPV IRR
Net BC PBP tahun Penambahan kapasitas akibat adanya proses
pengukusan Rp.727.936.000 17
1,31 5,7
Kenaikan harga bahan baku sebesar 50 persen Rp.218.967.000
14 1,1
6,8 Kenaikan harga bahan baku sebesar 60 persen
Rp.17.761.000 11,87
0,99 7,5
Penurunan harga jual sebesar 20,7 persen Rp.6.532.000
12 1
7,5 Penurunan harga jual sebesar 20,8 persen
Rp.213.000 11,9
0,99 7,5
50 Penambahan kapasitas akibat adanya proses pengukusan dapat berpengaruh terhadap
harga produk dan kriteria investasi yang cenderung lebih kecil apabila dibandingkan dengan keadaan normal. Harga produk yang pada awalnya adalah Rp. 6.500 per liter menjadi lebih
rendah yaitu Rp. 6.300 per liter. Kenaikan bahan baku mempunyai titik kritis sebesar 50 sampai 60 dari harga bahan
baku awal, dengan tetap mempertahankan harga produk sebesar Rp.6.500 per liter pada kenaikan bahan baku sebesar 50 industri masih dikatakan layak, namun apabila terjadi kenaikan bahan
baku sampai 60 maka industri biodiesel ini dianggap tidak layak. Sama halnya dengan sensitivitas terhadap penurunan harga mempunyai titik kritis
berkisar antara 20,7 sampai 20,8 persen dari harga awal. Industri masih dikatakan layak jika terjadi penurunan harga sebesar 20,7 persen. Namun, jika sudah mencapai penurunan sebesar
20,8 persen maka industri sudah dianggap tidak layak, karena semua kriteria investasi atau salah satu menunjukkan ketidaklayakan. Penurunan masih diperbolehkan sampai 20,7 persen. Jadi jika
akan melakukan potongan harga, batas maksimalnya adalah sampai Rp. 5.000liter. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 18 sampai 22.
IV. 3. ASPEK VALUASI DAN KOMERSIALISASI TEKNOLOGI