71 Tim Kerja Nasional biodiesel. Kebijakan pemerintah ini merupakan kekuatan daya dukung
keberhasilan pengembangan biodiesel di Indonesia. Pemerintah menyadari bahwa biodiesel merupakan komoditas baru dan dalam pengembangannya akan melibatkan banyak pihak.
Kebijakan tersebut dituangkan mulai dari peringkat hukum tertinggi Undang-Undang Energi, secara bertingkat kepada Keppres, Inpres, Deklarasi sampai kepada penunjukkan Tim Kerja
Tingkat Nasional. Kebijakan-kebijakan tersebut antara lain : 1.
Rencana Undang-Undang RI yang masih dalam proses pembahasan di DPR 2.
Peraturan Presiden RI No.52006 tanggal 25 Januari 2006, tentang Kebijakan Energi Nasional. Isi dari kebijakan ini antara lain tahun 2025 ditargetkan bahan energi terbarukan
harus sudah mencapai lebih dari 5 dari kebutuhan energi nasional dan BBM ditargetkan menurun sampai di bawah 20
3. Instruksi Presiden RI No.12006 tanggal 25 Januari, tentang Penyediaan dan Pemanfaatan
Bahan Bakar Nabati Bio-Fuel sebagai bahan bakar lain. Isinya antara lain Presiden menginstruksikan kepada Menteri, gubernur, dan BupatiWalikota untuk mengambil langkah
percepatan pemanfaatan bahan bakar hayati 4.
Keputusan Presiden RI No.102006 tanggal 24 Juli 2006, tentang Tim Nasional Pengembangan Bahan Bakar Nabati Untuk Percepatan Pengurangan Kemiskinan dan
Pengangguran 5.
Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor :Kep.11MEKON022006, tentang Tim Koordinasi Program Aksi Penyediaan dan Pemanfaatan Energi Alternatif. Isinya
adalah memutuskan pembentukan tim koordinasi tingkat nasional penyediaan dan pemanfaatan energi alternatif yang diketuai oleh Deputi Bidang Koordinasi energi Sumber
Daya Mineral dan Kehutanan dengan tim pengarah 11 Menteri dan Menteri Negara.
IV. 7. 4. Pajak
Industri biodiesel tidak terlepas dari kewajiban pajak yang dibebankan, sesuai dengan Undang Undang No.17 tahun 2000 tentang pajak penghasilan yang menyatakan bahwa yang
menjadi subyek pajak adalah badan yang terdiri dari Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Badan Usaha Milik Negara BUMN dan Badan Usaha Milik Daerah BUMD, Perseroan atau
perkumpulan lainnya, Firma Kongsi, Koperasi, Yayasan atau lembaga untuk usaha tetap. Penentuan besar pajak penghasilan yang dilakukan berdasarkan Undang-Undang
Perpajakan No.17 tahun 2000, yaitu keuntungan dibawah Rp 50 juta maka dikenakan pajak sebesar 10 persen dari pendapatan, apabila pendapatan antara Rp 50 juta sampai dengan Rp 100
juta, maka dikenakan pajak 10 persen dari Rp 50 juta ditambah dengan 15 persen dari pendapatan yang telah dikurangi dengan Rp 50 juta, kemudian apabila pendapatan berada diatas
Rp 100 juta, maka dikenakan pajak sebesar 10 persen dari Rp 50 juta ditambah 15 persen dari Rp 50 juta dan ditambah dengan 30 persen dari pendapatan yang telah dikurangi Rp 100 juta. Hal ini
dapat dilihat pada Tabel di bawah ini. Tabel 21. Tarif pajak berdasarkan Undang-Undang Perpajakan No.17 tahun 2000
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Sampai dengan Rp.50 juta lima puluh juta rupiah 10 persen lima persen
Di atas Rp.50 juta sd Rp.100 juta 15 persen sepuluh persen
Di atas Rp.100 juta seratus juta rupiah 30 persen lima belas persen
72
V. PENUTUP
V. 8. KESIMPULAN
Industri biodiesel yang terbuat dari biji nyamplung Colophyllum inophyllum L. merupakan industri yang potensial untuk dikembangkan. Hal ini disebabkan karena biji
nyamplung mampu menjadi sumber energi alternatif biodiesel yang dapat digunakan sebagai pengganti bahan bakar dan bahan adiktif berbasis minyak bumi, sehingga biji nyamplung
menjadi sumber energi terbarukan renewable energy, atau lebih tepatnya energi hijau yang terbarukan-Bio Fuel. Selain itu, industri ini sudah mendapat dukungan dari pemerintah dengan
dikeluarkannya peraturan-peraturan yang tertuang dalam Inpres dan Keppres RI. Berdasarkan hasil analisa aspek pasar, potensi pasar industri biodiesel ini masih terbuka,
karena saat ini kebutuhan bahan bakar minyak terus meningkat sedangkan persedian mulai berkurang sehingga diperlukan suatu energi alternatif baru. Biodiesel ini dipasarkan dalam
bentuk kemasan sehingga lebih praktis dan dipasarkan sebagai bahan adiktif. Berdasarkan hasil perhitungan penentuan lokasi dengan menggunakan metode AHP, maka lokasi yang dipilih
untuk industri ini adalah Banyuwangi, Jawa Timur. Berdasarkan perhitungan biaya dan kapasitas produksi, maka harga jual biodiesel adalah Rp. 6.500liter dengan nilai margin sebesar 5.
Pabrik biodiesel mempunyai kapasitas produksi total 288.000 litertahun; dengan produksi tahun pertama sebanyak 80 persen, tahun kedua sebanyak 90 persen dan tahun ketiga dan seterusnya
sebanyak 100 persen dari total kapasitas. Berdasarkan analisa aspek manajemen, kebutuhan akan tenaga kerja sebanyak 26 orang
dengan diberlakukan 3 shift untuk operator dan pekerja pabrik. Berdasarkan hasil analisa legalitas, industri ini diatur dalam Keputusan Presiden RI. No.102006 dan Instruksi Presiden RI
No.12006 serta dari segi lingkungan, industri ini layak untuk direalisasikan. Selain itu, industri biodiesel dari biji nyamplung menghasilkan limbah yang tidak menimbulkan bahaya limbah,
baik itu gas berbahaya ataupun limbah cair dan padat yang berbahaya. Limbah yang dihasilkan tersebut dapat dimanfaatkan kembali baik untuk dijual atau diolah oleh pihak pabrik.
Berdasarkan analisa finasial diperoleh dari beberapa parameter kelayakan yang meliputi NPV proyek ini sebesar Rp. 1.402.610.000,- ; IRR mencapai 22 persen; BC Rasio 1,60; dan
PBB selama 4 tahun 8 bulan. Keseluruhan penilaian kriteria kelayakan tersebut menunjukkan bahwa pendirian pabrik biodiesel dari biji nyamplung yang didukung dengan pemanfaatan hasil
samping produk berupa bungkil buah nyamplung sisa proses pengepresan yang dapat diolah menjadi briket arang dan gliserol yang dapat dijadikan sabun batangan.
Analisa sensitivitas dilakukan terhadap penanbahan proses pengukusan untuk memproduksi biodiesel, kenaikan harga bahan baku dan penurunan harga jual. Industri akan
menjadi tidak layak didirikan apabila mencapai kenaikan harga bahan baku 60 persen atau penurunan harga jual sebesar 20,8 persen. Pendirian industri pengolahan biodiesel ini harus
ditunjang dengan adanya pemanfaatan dari hasil samping selama proses produksi.
73
V. 9. SARAN