demikian, pemberian
penghargaaan ekstrinsik
pun dapat
diperkecil kemungkinannya. Selain itu, siswa dapat menggunakan alat peraga secara teratur
karena terdapat kontrol warna pada alat peraga tersebut yang dapat membantu siswa dalam mengatur kembali alat peraga yang telah digunakan.
2.1.3 Perkembangan Anak
Setiap individu mengalami perkembangan intelektual. Piaget 1896-1980 membagi perkembangan intelektual ke dalam empat tingkatan Dahar, 2011: 136.
Keempat tingkat tersebut yaitu tingkat sensori-motor 0-2 tahun, tingkat pra- operasional 2-7 tahun, tingkat operasional konkret 7-11 tahun, dan tingkat
operasi formal lebih dari 11 tahun. 2.1.3.1 Sensori-motor
Tingkat sensorimotor menempati dua tahun kehidupan manusia. Selama periode ini, anak mengatur alamnya dengan indera sensori dan tindakannya
motor. Anak tidak memiliki konsepsi object permanent. Bila suatu benda disembunyikan, anak gagal menemukannya. Meskipun demikian, seiring
berjalannya waktu, anak menyadari bahwa benda yang disembunyikan itu masih ada dan anak mulai mencari benda itu Dahar, 2011: 137.
2.1.3.2 Pra-operasional Tingkat pra-operasional berlangsung antara 2
–7 tahun. Selama tingkat ini anak belum mampu melaksanakan operasi mental seperti menambah dan
mengurangi. Anak memiliki kemampuan menalar transduktif khusus ke khusus dan berpikir secara irreversibel. Anak pada tahap pra-operasional memiliki sifat
egosentris dan memfokuskan diri pada aspek statis pada suatu peristiwa bukan pada transformasi dari suatu keadaan ke keadaan lain Dahar, 2011: 137.
2.1.3.3 Operasional Konkret Tingkat ini berlangsung antara usia 7-11 tahun. Anak pada tingkat
operasional konkret sudah dapat berpikir secara rasional. Anak memiliki operasi- operasi logis yang diterapkan pada masalah-masalah yang konkret dan anak
belum dapat berpikir secara abstrak. Operasi logis yang sudah dapat dilakukan pada tingkat operasional konkret diantaranya operasi kombinativitas atau
klasifikasi, operasi reversibilitas, operasi asosiasivitas, operasi identitas dan
operasi seriasi. Sifat egosentris anak mulai hilang dan timbul sifat sosiosentris selama tingkat operasional konkret Dahar, 2011: 138.
2.1.3.4 Operasi Formal Tingkat operasi formal berlangsung pada usia 11 tahun ke atas. Anak pada
tingkat ini tidak lagi memerlukan bantuan dari benda-benda nyata untuk memecahkan masalah. Anak sudah dapat berpikir secara abstrak. Selain itu, pada
tahap operasi formal anak berpikir dengan cara hipotesis-deduktif, proporsional, kombinatorial dan reflektif Dahar, 2011: 139.
Montessori dalam Gutek, 2004: 49 membagi tahap perkembangan anak menjadi tiga periode yakni usia 0-6 tahun absorbent mind, usia 6-12 tahun dan
12-18 tahun. Pada periode pertama, anak mulai menyerap informasi, membangun konsep tentang kenyataan, mulai menggunakan bahasa, dan memasuki dunia yang
lebih besar dalam kelompok budayanya melalui eksplorasi lingkungan. Pada periode kedua, keterampilan-keterampilan dan kemampuan-kemampuan yang
telah muncul pada periode pertama menjadi lebih berkembang. Pada periode ketiga, terjadi perubahan fisik diiringi dengan kematangan secara penuh.
Berdasarkan teori di atas, dapat disimpulkan bahwa perkembangan anak adalah proses perubahan pada anak yang terjadi pada fisik maupun psikis dan
berlangsung secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan. Siswa kelas IV SD usia 10-11 tahun mulai mengembangkan konsep mengenai kenyataan. Siswa
kelas IV SD berada pada tahapan operasional konkret. Pada tahap operasional konkret, anak memiliki operasi-operasi logis yang diterapkan pada masalah-
masalah yang konkret. Anak lebih mudah menyelesaikan masalah dengan menggunakan benda-benda nyata. Anak belum dapat berpikir secara abstrak.
Dengan demikian, penggunaan benda-benda konkret sebagai alat peraga dalam pembelajaran untuk anak SD memang diperlukan karena sesuai dengan
karakteristik anak pada tahap perkembangannya.
2.1.4 Alat Peraga Montessori
Uraian alat peraga Montessori membahas mengenai hakikat alat peraga
dan alat peraga berbasis metode Montessori.
2.1.4.1 Hakikat Alat Peraga Alat peraga Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa,
2008: 37 adalah alat bantu dalam pengajaran untuk memeragakan sesuatu supaya apa yang diajarkan mudah dimengerti anak didik. Alat peraga juga diartikan oleh
Arsyad. Menurut Arsyad 2014: 9, alat peraga adalah alat bantu pembelajaran dan segala macam benda yang digunakan untuk memperagakan materi
pembalajaran. Senada dengan pengertian tersebut, Prastowo 2015: 297 memberikan pengertian alat peraga sebagai media yang menggambarkan atau
mengilustrasikan konsep atau materi yang diajarkan sehingga siswa lebih mudah dalam mempelajari materi yang diajarkan. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa alat peraga adalah benda-benda yang digunakan dalam pembelajaran untuk membantu siswa memahami materi yang diajarkan.
Alat peraga memiliki fungsi untuk menerangkan atau memperagakan suatu mata pelajaran dalam kegiatan belajar mengajar Sudono, 2010: 14. Alat peraga
memudahkan dalam memberi pengertian kepada siswa dari perbuatan yang abstrak sampai ke yang sangat konkret Sanaky, 2013: 24. Segala sesuatu yang
masih bersifat abstrak dikonkretkan dengan menggunakan alat agar dapat dijangkau dengan pikiran yang sederhana dan dapat dilihat, dipandang dan
dirasakan Arsyad, 2014: 9. Penggunaan alat peraga dalam pembelajaran dimaksudkan untuk
mengoptimalkan keseluruhan fungsi panca indera siswa Widiyatmoko Pamelasari, 2012: 52. Melibatkan indera penglihatan, pendengaran, perasaan,
penciuman dan peraba dalam pembelajaran dapat memberikan kesan paling utuh dan paling bermakna mengenai informasi dan gagasan yang terkandung dalam
pengalaman itu Arsyad, 2014: 13. Berdasarkan teori di atas, alat peraga dapat membantu siswa dalam
mempelajari suatu materi. Dengan alat peraga, siswa juga dapat mengembangkan seluruh panca inderanya. Materi yang diajarkan kepada siswa akan menjadi lebih
mudah diterima apabila menggunakan alat peraga karena melibatkan seluruh panca indera yang dimiliki. Salah satu metode yang memiliki kekhasan
penggunaan alat peraga dalam pembelajarannya adalah metode Montessori.