Alat Peraga Montessori Kajian Pustaka

beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa IPS merupakan ilmu yang mempelajari ilmu-ilmu sosial dan humaniora sacara terpadu untuk meningkatkan kemampuan kewarganegaraan. 2.1.5.2 Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar Berdasarkan uraian pada hakikat IPS, IPS mempelajari ilmu-ilmu humaniora dan sosial yang mencakup materi geografi, sejarah, sosiologi dan ekonomi. Meskipun demikian, pada jenjang Sekolah Dasar atau Madrasah Ibtidaiyah, materi geografi, sejarah, sosiologi dan digabungkan menjadi satu menjadi mata pelajaran IPS Sapriya, 2006: 3. Mata pelajaran IPS di SD bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut: 1 mengenal konsep- konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya, 2 memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial, 3 memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan, 4 memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global BNSP, 2006: 575. Mata pelajaran IPS yang diajarkan di SD memiliki empat ruang lingkup. Ruang lingkup tersebut meliputi 1 manusia, tempat, dan lingkungan, 2 waktu, keberlanjutan, dan perubahan, 3 sistem sosial dan budaya, dan 4 perilaku ekonomi dan kesejahteraan BNSP, 2006: 575. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil ruang lingkup ketiga yaitu sistem sosial dan budaya, khususnya pada materi budaya Indonesia dengan Kompetensi Dasar “Menghargai keragaman suku bangsa dan budaya setempat kabupatenkota, provinsi” untuk kelas IV yang diajarkan pada semester 1. 2.1.5.3 Keragaman Budaya Indonesia Keragaman bera sal dari kata dasar “ragam” yang berarti macam atau jenis Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, 2008: 23, sedangkan keragaman sendiri memiliki arti berjenis-jenis atau variasi Tim Reality, 2008: 535. Kata kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta, buddayah, bentuk jamak dari kata budhi yang berarti akal Susilaningsih, 2008: 89. Kebudayaan diartikan oleh Soemardjan dan Soemardi dalam Setiadi, Hakam Effendi, 2013: 28 sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Menurut Koentjaraningrat dalam Simon, 2006: 12, kebudayaan adalah totalitas dari sistem gagasan dan rasa, kelakuan dan hasil kelakuan manusia yang teratur oleh tata kelakuan yang harus didapatnya dengan belajar dan kesemuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat. Pendapat Koentjaraningrat tersebut sejalan dengan pendapat Davis dan Hoebel dalam Dwiningrum, Septiarti Widyaningsih, 2012: 17 yang menyatakan bahwa tindakan kebudayaan adalah segala tindakan yang harus dibiasakan manusia dengan belajar. Budaya dapat dibedakan menjadi beberapa bentukwujud. Menurut Koentjaraningrat dalam Setiadi, Hakam Effendi, 2013: 29-30 budaya digolongkan menjadi tiga wujud, yaitu 1 kebudayaan sebagai ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma dan peraturan; 2 kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat; 3 kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Kebudayaan sebagai ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma dan peraturan memiliki sifat yang abstrak, tidak dapat dirabadisentuh dan berada di dalam pikiran masyarakat dimana budaya tersebut hidup. Budaya ini berfungsi untuk mengatur dan memberikan arah dalam perbuatan yang manusia lakukan Koentjaraningrat dalam Setiadi, Hakam Effendi, 2013: 29. Kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat dinamakan sistem sosial. Dinamakan demikian karena menyangkut tindakan dan kelakuan berpola dari manusia sendiri. Wujud budaya ini dapat didokumentasikan kerena terdapat aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi satu dengan yang lainnya di masyarakat. Budaya ini adalah perwujudan budaya secara konkret dalam bentuk perilaku dan bahasa Koentjaraningrat dalam Setiadi, Hakam Effendi, 2013: 29. Kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia disebut juga budaya fisik. Budaya ini bersifat konkret, dapat diraba, dilihat dan berwujud besar atau kecil. Bentuk budaya ini dapat berupa materi maupun artefak, misalnya candi dan kain batik Koentjaraningrat dalam Setiadi, Hakam Effendi, 2013: 30. Secara sederhana, budaya dapat dibedakan menjadi dua yaitu budaya yang berbentuk fisikjasmani dan budaya yang berbentuk non fisikrohani. Contoh budaya yang berbentuk fisik atau jasmani adalah pakaian, rumah adat dan alat musik. Contoh budaya yang berbentuk non fisik atau rohani adalah kepercayaan, bahasa, adat istiadat atau tradisi dan pengetahuan Pujiati Yuliati, 2008: 73. Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa budaya adalah hasil karya, rasa dan cipta manusia yang diatur oleh tata kelakuan dan diperoleh melalui belajar. Dengan demikian, keragaman budaya Indonesia adalah variasi hasil karya, rasa dan cipta manusia yang diatur oleh tata kelakuan, diperoleh melalui belajar, dan dituangkan dalam wujudbentuk tertentu. Materi yang digunakan dalam alat peraga ini adalah budaya dalam bentuk konkret sehingga dapat dituangkan dalam bentuk gambar. Macam budaya yang dibahas adalah rumah adat, pakaian adat, senjata tradisional, tarian tradisional dan alat musik tradisional. Berikut adalah penjelasan dari setiap budaya tersebut. 2.1.5.3.1 Rumah Adat Hampir setiap provinsi di Indonesia memiliki rumah adat yang berbeda- beda Pujiati Yuliati, 2008: 74-75. Tabel 2.1 adalah daftar nama beberapa rumah adat yang ada di Indonesia. Pada tabel tersebut terdapat gambar-gambar rumah adat Chaldun, 2003: ix dan penjelasan singkat mengenai rumah adat di Indonesia Gendhis, 2008. Tabel 2.1 Daftar Nama Beberapa Rumah Adat di Indonesia No. Provinsi Nama dan gambar rumah adat Keterangan 1 Jawa Tengah Rumah Joglo Rumah Joglo Jawa Tengah berbentuk Padepokan. Padepokan merupakan bangunan induk istana Mangkunegara di Surakarta. Rumah ini terdiri dari 3 ruangan. Pendopo, tempat untuk menerima tamu, upacara dan kesenian. Pringgitan, tempat untuk pagelaran wayang kulit. Dalem, tempat singgasana Raja. Kata ‘Dalem’ bagi masyarakat Jawa Tengah berarti tempat tinggalrumah. 2 Sumatera Barat Rumah Gadang Rumah Gadang memiliki Gonjoang tonjolan atapnya yang mencuat ke atas sebanyak 4-7 buah. Gonjoang ini menjurus kepada Tuhan Yaang Maha Esa. Rumah gadang memiliki 2-3 lumbung padi. Pertama, Si Bayo-bayo, artinya persediaan padi bagi keluarga dari rantau. Kedua, Si Tinjak Lauik yang padinya diberikan kepada orang tidak mampu. Ketiga, Si Tangguang Litak yang padinya khusus untuk pemilik rumah. No. Provinsi Nama dan gambar rumah adat Keterangan 3 Sulawesi Selatan Tongkonan Rumah ini berbentuk panggung dan memiliki kolong yang berfungsi sebagai kandang kerbau belang atau Tedong Bonga. Kepala kerbau merupakan lambang kekayaan. Di depan rumah tersusun tanduk-tanduk kerbau sebagai lambang bahwa pemiliknya telah melakukan upacara kematian secara besar-besaran. Rumah Tongkonan terdiri dari 3 ruangan yaitu ruang tamu, ruang makan dan ruang belakang. 4 Sulawesi Tenggara Rumah Malige Rumah Malige terdiri dari empat tingkat. Ruang lantai pertama lebih luas dari lantai kedua, sedangkan lantai ketiga lebih luas dari lantai keempat. Jadi semakin ke atas ruangannya semakin sempit. Tetapi lantai keempat lebih melebar. Seluruh bangunan dibuat tanpa menggunakan paku, melainkan menggunakan pasak atau paku kayu. 5 Kepulauan Riau Rumah Lancang Rumah Lancang mempunyai atap melengkung keatas, agak runcing seperti tanduk kerbau. Sedangkan dindingnya miring keluar dengan hiasan kaki dinding mirip perahu atau lancang. Hal itu melambangkan penghormatan kepada Tuhan dan sesama. Tangga rumah biasanya ganjil. 2.1.5.3.2 Pakaian Adat Hampir semua daerah di Indonesia mempunyai pakaian adat sendiri. Pakaian khas tersebut selain indah juga mempunyai arti tertentu. Saat ini pakaian adat tidak banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Biasanya pakaian adat digunakan saat upacara adat, upacara perkawinan dan saat memperagakan tarian atau pertunjukan daerah Pujiati Yuliati, 2008: 76. Tabel 2.2 merupakan beberapa contoh pakaian adat di Indonesia. Pada tabel tersebut terdapat gambar- gambar Chaldun, 2003: v dan penjelasan singkat mengenai pakaian adat Gendhis, 2008.