akan diberikan oleh orang yang sama dari waktu ke waktu. Anak-anak butuh timbal balik yang berasal dari hubungan yang stabil, interaktif,
dan saling percaya dengan orang yang signifikan. Dalam hubungan timbal balik, anak tidak hanya menerima cinta tetapi juga belajar untuk
memberikan cinta. Perawatan, memelihara, kontinuitas, timbal baik dan komitmen. Seorang anak layak tumbuh dari pengasuhan yang
mempunyai komitmen. Seorang anak juga mampu membentuk hubungan yang terikat dengan pengasuhnya ketika kebutuhan untuk
perawatan dan stimulasi terpenuhi. Perkembangan harga diri anak akan terjadi ketika ia terlibat dalam hubungan timbal balik dan komitmen
secara terus menerus.
103
Sebuah rumah permanen memberikan komitmen dan kontinuitas hubungan anak untuk menjadi dewasa secara emosional stabil, mampu
memberikan cinta kepada orang lain, mempercayai adanya suatu hubungan, dan anak-anak membutuhkan pengasuhan yang konsisten.
Ketika rasa keabadian kurang, anak akan mengalami keraguan, ketidakpastian yang menghambat pertumbuhan dan perkembangan
yang sehat.
104
Dari pernyataan tersebut penulis menyimpulkan bahwa kebutuhan anak akan pengasuhan, rasa aman, kondusif, dilayani dan dimbing oleh
keluarga menjadi faktor utama dalam perkembangan anak. Anak cenderung lebih nyaman dengan kondisi keluarga yang saling
menyayangi, saling mengasihi dan saling mendukung. Anak akan
103
Ibid., h. 2.
104
Ibid., h. 3.
tumbuh dengan percaya diri yang tinnggi ketika keluarganya mengasuh dengan penuh cinta dan kasih sayang, adanya hubungan
timbal balik antar anak dan orang tuanya.
3. Teori-teori Perencanaan Permanensi Permanency Planning
Anak-anak membutuhkan dukungan di dalam perundingan terkait beberapa masa peralihan yang memerlukan perawatan dan dukungan
ini tidak semua disediakan oleh departemen. Perencanaan permanensi harus komprehensif, melintasi semua aspek sehingga anak menjadi
baik. Berikut beberapa teori yang berkaitan dengan perencanaan permanensi:
a. Teori Kelekatan Howe Attachment Teori ini bermula dari kerja Howe yang meneliti tentang
perilaku seseorang yang dilihat dari pertumbuhan seseorang sejak masa kecil dan hubungannya dengan orang tua. Teori ini
berdasarkan atas bukti bahwa pengalaman kelekatan masa kecil mempengaruhi tingkat kenyamanan dan keamanan seseorang.
Pengalaman itu menjadi dasar bagi anak untuk mengembangkan kapasitas dan kompetensi sosial di masa tuanya. Manusia
membentuk identitas diri mereka dalam hubungan sosial melalui proses pembelajarannya tentang bagaimana berhubungan dengan
orang lain. Kehangatan, kerja sama, dukungan dan keamanan merupakan kualitas hubungan yang cenderung untuk menciptakan
konsep diri yang sempurna dan terstruktur di kemudian hari. Jadi, teori kelekatan attachment digunakan untuk menangani
permasalahan yang
berkaitan dengan
kehilangan yang
dikembangkan secara lebih modern.
105
Teori kelekatan attachment memberikan landasan teoritis utama untuk perencanaan keabadian. Menurut Levy Orlans
“...Attachment adalah hubungan yang mendalam dan abadi didirikan antara anak dan pengasuh dalam kehidupan beberapa
tahun pertama...”
106
. Kualitas attachment ini berdampak pada fungsi sosial individu, kesejahteraan, kompetensi dan dapat
berpengaruh besar pada setiap aspek kehidupannya. Berk dan Bowlby mengatakan bahwa faktor respon anak
paling berpengaruh di tiga tahun pertama kehidupan, dimana ada empat tahapan attachment. Tahap perkembangan tidak selalu
lurus dan anak-anak akan mengalami konstektual perbedaan dalam berbagai usia, yaitu:
107
a Tahap pra-attachment umumnya 6-8 minggu b Tahap dalam membuat kelekatan baru umumnya 6-8 minggu
untuk 6-8 bulan c Tahap kelekatan yang jelas umumnya 6-8 bulan sampai 18
bulan, dan sampai 3 tahun d Tahap pembentukan hubungan timbal balik umumnya 18
bulan untuk 2-3 tahun dan seterusnya
105
Siti Napsiyah Ariefuzzaman Lisma Diawati Fuaida, Belajar Teori Pekerjaan Sosial Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidyatullah Jakarta: Oktober, 2011, h.
33.
106
Clare Tilbury dan Jennifer Osmond, “Permanency Planning In Foster Care: A Research Review and Guidelines For Practitioners”, h. 5.
107
Ibid., h. 6.