yang sama, budaya yang sama yang mengikat mereka, sehingga berkembang rasa solidaritas kelompok untuk hidup bersama dan saling melindungi di
tempat yang sama.
20
Sikap sosial yang secara moral dapat dinilai buruk yaitu, misalnya sikap radikal, sikap membenci golongan yang dianggap menindas orang kecil,
sikap acuh tidak acuh atau masa bodoh, sikap kasihan. Sikap-sikap macam ini tidak dapat dipertanggungjawabkan, maka layak dihindari. Jadi kritik sosial
masalah moral adalah kritik yang ditujukan kepada sikap atau perbuatan manusia, apakah sesuai dengan norma atau hukum yang berlaku.
c. Kritik Sosial Masalah Kemanusiaan Manusia adalah makhluk cipataan Tuhan yang paling sempurna.
Kesempurnaan itu dibuktikan oleh akal, perasaan, dan kehendak yang membedakannya dengan makhluk lain. Karena kesempurnaan itu, manusia
mempunyai nilai yang sama di mana saja. Manusia yang bernilai adalah manusia yang selalu mengarahkan setiap tingkah laku dan perbuatannya
pada kebenaran, kebaikan, dan kemanfaatan bagi semua manusia.
21
Lebih lanjut mengenai berbagai aspek kehidupan manusia yang dapat dikategorikan menjadi 2 ungkapan, yaitu ungkapan aspek kehidupan
manusiawi dan ungkapan aspek kehidupan tidak manusiawi. Aspek kehidupan manusiawi diungkapkan sesuai dengan nilai budaya sebagai
pandangan hidup, melalui sikap dan perbuatan yang saling menyayangi, melindungi, menghargai, menguntungkan, menyenangkan dan
membahagiakan yang dirasakan sebagai keindahan hidup. Aspek kehidupan tidak manusiawi diungkapkan melalui sikap dan perbuatan yang merugikan,
menggelisahkan dan menjadikan manusia menderita karena dirasakan tidak adil, tidak bertanggung jawab, jelek dan jahat.
22
20
Ibid., h. 45.
21
Ibid., h. 11.
22
Ibid., h. 93.
Dalam realita, ada pula yang menanggapi manusia lain serta lingkungan hidupnya secara tidak manusiawi, mengabaikan nilai manusia
lain guna memenuhi kepentingannya sendiri. Bertindak kasar, sewenang- wenang, menyakiti, membuat orang menderita, bahkan dimusnahkan.
Dengan demikian, kritik sosial mengenai masalah kemanusiaan ditujukan terhadap tindakan-tindakan seseorang atau sekelompok orang yang
menyakiti secara fisik kepada orang lainnya, bertindak tidak manusiawi yang merugikan dan menyengsarakan orang lain.
B. Hakikat Sosiologi Sastra
1. Pengertian Sosiologi Sastra
Sosiologi sastra adalah cabang penelitian sastra yang bersifat reflektif. Penelitian ini banyak diminati oleh peneliti yang ingin melihat sastra sebagai
cermin kehidupan masyarakat. Arenanya asumsi dasar penelitian sosiologi sastra adalah kelahiran sastra tidak dalam kekosongan sosial. Kehidupan sosial
akan menjadi picu lahirnya karya sastra. Karya sastra yang berhasil atau sukses yaitu yang mampu merefleksikan zamannya.
23
Secara singkat dapat dijelaskan bahwa sosiologi adalah telaah yang objektif dan ilmiah tentang manusia dalam masyarakat; telaah tentang lembaga
dan proses sosial. Sosiologi mencari tahu bagaimana masyarakat dimungkinkan, bagaimana ia berlangsung, dan bagaimana ia tetap ada dengan
mempelajari lembaga-lembaga sosial dan segala masalah perekonomian, keagamaan, politik, dan lain-lain yang kesemuanya itu merupakan struktur
sosial- kita mendapatkan gambaran tentang cara-cara manusia menyesuaikan diri dengan lingkungaannya, tentang mekanisme sosialisasi, proses
23
Suwardi Endraswara, Metodologi penelitian Sastra, Yogyakarta: Medpress, 2008, Cet. IV., h.77.
pembudayaan yang menempatkan anggota masyarakat ditempatnya masing- masing.
24
Sesungguhnya antara sosiologi dan sastra merupakan dua ilmu yang memiliki objek yang sama, yaitu manusia dan masyarakat.
25
Hakikat sosiologi adalah objektivitas, sedangkan hakikat karya sastra adalah objektivitas dan
kreativitas sesuai dengan pandangan pengarang. Jadi, dasar pemikiran yang mengitari konsep sosiologi sastra adalah keterkaitan sastra dengan masyarakat.
Munculnya sebuah karya sastra merupakan gambaran dari masyarakat itu sendiri, sebab sastra merupakan refleksi hubungan seseorang dengan orang
lain atau masyarakat.
26
Dalam konteks ini, sastra bukanlah sesuatu yang otonom, berdiri sendiri, melainkan sesuatu yang terikat erat dengan situasi dan
kondisi lingkungan tempat karya itu dilahirkan.
27
Untuk meneliti sebuah karya sastra, dalam penelitian ini khususnya drama sangat berkaitan dengan masyarakat, sehingga untuk memaparkan
gejala sosial dan segala persoalannya dibutuhkan pendekatan sosiologi. Dengan demikian, penelitian sosiologi sastra, baik dalam bentuk penelitian
ilmiah maupun praktis, dilakukan dengan cara mendeskripsikan, memahami, dan menjelaskan unsur-unsur karya sastra dalam kaitannya dengan perubahan-
perubahan sosial yang terjadi disekitarnya.
28
Karya sastra adalah sebuah struktur tanda yang bermakna. Di samping itu, karya sastra adalah karya yang ditulis oleh pengarang. Pengarang tidak
terlepas dari sejarah sastra dan latar belakang sosial budayanya. Maka semua itu tercermin dalam karya sastra.
24
Sapadi Joko Damono, Sosiologi Sastra, Sebuah Pengantar Ringkas, Jakarta, Pusat Pembinaan dan Pengenmbangan Bahasa, 1979, h. 7.
25
Nyoman Kutha Ratna, Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2009, h . 2.
26
Rachmat Djoko Pradopo,dkk, Metodologi Penelitian Sastra, Yogyakarta: Hanindita Graha Widya, 2002,h.151.
27
Pradopo. Loc.cit.
28
Nyoman Kutha Ratna, Op.cit,. h. 25.
Hill dan Pradopo berpendapat bahwa karya sastra adalah sebuah struktur yang kompleks, oleh karena itu untuk memahaminya haruslahkan
karya sastra dianalisis.
29
Sedangkan Goldman dan Faruk mengemukakan dua pendapat mengenai karya sastra pada umumnya yaitu, 1 bahwa karya sastra
merupakan ekspresi pandangan dunia secara imajiner, dan 2 bahwa dalam usahanya mengekspresikan pandangan dunia itu, pengarang menciptakan
semesta tokoh, objektif, dan relasi secara imajiner.
30
Dengan demikian, dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sosiologi sastra adalah salah satu pendekatan untuk mengurai karya sastra
yang mengupas masalah hubungan antara pengarang dengan masyarakat, hasil berupa karya sastra dengan masyarakat, dan hubungan pengaruh karya sastra
terhadap pembaca. Konsep tersebut menandai bahwa sosiologi sastra akan meneliti sastra sebagai ungkapan historis, ekspresi suatu waktu, sebagai
sebuah cermin, serta memuat aspek sosial budaya yang memiliki fungsi sosial berharga yakni aspek fungsi sosial sastra berkaitan dengan cara manusia hidup
bermasyarakat.
C. Hakikat Drama
Drama adalah bentuk karya sastra yang bertujuan menggambarkan kehidupan dengan menyampaikan pertikaian dan emosi melalui lakuan dan
dialog. Lakuan dan dialog dalam drama tidak jauh berbeda dengan lakuan dan dialog yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
31
Berbicara tentang drama, terdapat dua aspek yang perlu di pahami dan dipisahkan. Yang pertama ialah aspek penulisan naskah dan kedua aspek
29
Rachmat Djoko Pradopo, op. cit., h. 108.
30
Faruk, Pengantar Sosiologi Sastra, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013, h.71.
31
E.Kosasih, Apresiasi Sastra Indonesia: Puisi, Prosa, Drama, Jakarta: PT Perca, 2008, h. 81.
pementasan. Meskipun keduanya berbeda, namun terdapat ikatan hubungan yang sangat erat.
1. Pengertian Drama
Sebagai sebuah bentuk karya sastra, penyajian drama berbeda dengan bentuk kesusastraan lainnya, cerpen dan novel misalnya. Pada novel dan
cerpen masing-masing menceritakan kisah yang melibatkan tokoh-tokoh melalui kombinasi antara narasi dan sedikit dialog, sedangkan sebuah drama
pada hakikatnya terdiri atas dialog dan sedikit prolog. Dalam Suyadi San, drama Yunani Kuno :
δramoy adalah satu bentuk karya sastra yang memiliki bagian untuk diperankan oleh aktor. Kosa kata ini
berasal dari Bahasa Yunani yang berarti “aksi”, “perbuatan”.
32
Dalam bahasa Inggris disebut drama, dan dalam bahasa Perancis disebut drama yang berarti
perbuatan atau tindakan. Berdasarkan kenyataan ini, memang drama sebagai pengertian lebih difokuskan kepada dimensi pertunjukannya.
Ferdinan Brunetire dan Balthazar Verhagen dalam Hasanuddin berpendapat bahwa drama adalah kesenian yang melukiskan sifat dan sikap
manusia dan harus melahirkan kehendak manusia dengan action dan perilaku. Sedangkan pengertian drama menurut Moulton adalah hidup yang dilukiskan
dengan gerak, drama adalah menyaksikan kehidupan manusia yang diekspresikan secara langsung.
33
Pementasan sebuah drama akan memudahkan penikmat sastra untuk memahami drama, karena penikmat akan lebih mudah mengerti dan
memahami dialog yang diucapkan dengan intonasi dan artikulasi yang sesuai jika dibandingkan dengan membaca dialog-dialog pada naskah drama secara
langsung. Dengan dialog, akan terlihat penokohan, permasalahan dan
32
Suyadi San, Drama Konsep Teori dan Kajian, Medan: CV. Partama Mitra Sari, 2013, h. 5.
33
Hasanuddin, Drama Karya Dalam Dua Dimensi, Bandung: Angkasa, 1996, cet. 1, ,h. 2.