Alur Unsur Intrinsik Drama

Klimaks Inciting Forces + Pemecahan Awal Tengah Akhir Keterangan: Konflik dimunculkan dan semakin ditingkatkan Konflik dan keegangan mulai dikendorkan + Inciting force menyaran pada hal-hal yang semakin meningkatkan konflik sehingga akhirnya mencapai klimaks. Diagram di atas menggambarkan perkembangan plot yang runtut dan kronologis. Jadi sesuai dengan tahap-tahap pemplotan yang secara teoretis konfensional itu. 50

c. Latar dan Ruang

Latar merupakan identitas permasalahan drama sebagai karya fiksionalitas yang secara samar diperlihatkan penokohan dan alur. Jika permasalahan drama sudah diketahui melalui alur atau penokohan, maka latar dan ruang memperjelas suasana tempat, serta waktu peristiwa itu berlaku. Latar dan ruang dalam drama memperjelas pembaca untuk mengidentifikasi permasalahan drama. Secara langsung latar berkaitan dengan penokohan dan alur. Sehubungan dengan itu, latar harus dapat menunjang alur dan penokohan dalam membangun permasalahan dan konflik. Ruang merupakan unsur lain drama yang jelas berkaitan dengan latar. Ruang juga menyangkut tempat dan suasana. Namun begitu, sukar untuk 50 Ibid., h. 151. menganalisis ruang tanpa menghubungkannya dengan persoalan pementasan. Membicarakan ruang hanya menitik beratkan drama sebagai genre sastra belaka memberikan pemahaman yang tidak menyeluruh. Oleh sebab itu, bukanlah berlebihan jika untuk memahami persoalan ruang di dalam drama, pembaca pembaca menghubungkannya dengan pementasan. 51 Luxemburg, dkk dalam Hasanuddin, di dalam teks drama sebenarnya dimungkinkan untuk memasukkan hal-hal bersifat naratif yang mengisahkan suatu ruang lebih luas, bahkan terdapat juga kemungkinan vokalisasi. Di dalam teks drama dapat dilakukan, misalnya dengan menempatkan suatu kejadian tempat seorang tokoh melihat keluar, melalui jendela, dari tempat ketinggian seperti dari balkon, dan lain-lain. Teknik seperti ini biasanya disebut teichoscopie. 52

d. Penggarapan Bahasa

Di dalam sebuah drama, dialog merupakan situasi bahasa utama. Namun begitu, pengertian penggarapan bahasa dipergunakan pengarang sehingga terjadi situasi bahasa. Pembicaraan tentang gaya bahasa menyangkut kemahiran pengarang dalam menggunakan bahasa sebagai medium drama. Masalah penggarapan bahasa di dalam drama memang berkaitan dengan gaya bahasa. Bagaimana pengarang memilih sarana pengucapannya sehingga permasalahan yang ingin dikemukakan dapat tertuang melalui bentukan dialog para tokoh drama. Menggunakan bahasa tulis sebagai sarana teks drama, pengarang berarati tidak berhadapan langsung dengan pembaca, sehingga terdapat celah kelemahan komunikasi dibandingkan bahasa lisan. Akan tetapi karena situasi bahasa di dalam drama adalah dialog, maka meskipun menggunakan bahasa 51 Ibid., h. 97 52 Hasanuddin. Op., cit., h. 98 tulis, kesan kelisanan dalam bahasa langsung tetap menonjol dan dominan dalam drama dibandingkan pada fiksi yang lain. Gaya bahasa cenderung dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu penegasan, pertentangan, perbandingan, dan sindiran. Sebagaimana di dalam karya sastra lainnya, di dalam drama para pengarang pun memanfaatkan hal ini. Tentu dengan memperhatikan kekhususan karakteristik drama. Masing- masing jenis itu dapat diperinci lebih lanjut, misalnya metafora, personifikasi, asosiasi, paralel, dan lain-lain, untuk jenis bahasa perbandingan, ironi, sarkas, dan sinis, untuk jenis gaya bahasa sindiran; pleonasme, repetisi, klimaks, retoris, dan lain-lain, untuk gaya bahasa penegasan, dan paradoks, antithesis, dan lain-lain, untuk jenis gaya bahasa pertentangan. Penggunaan jenis gaya bahasa ini akan membantu pembaca mengidentifikasi perwatakan tokoh. Tokoh yang menggunakan gaya bahasa penegasan dalam ucapan-ucapannya tentu akan berbeda letaknya dengan tokoh yang menggunakan gaya bahasa sindiran ataupun pertentangan dan perbandingan. 53 Penggarapan bahasa di dalam drama akan memberikan indikasi lain tentang keberadaan unsur-unsur yang berkaitan erat dengan latar drama, misalnya hal-hal berhubungan dengan latar drama, dengan indikasi suasana, waktu, dan tempat. Jika di dalam teks drama ditemukan gaya sinisme yang digunakan pengarang, mungkin akan memberikan indikasi tentang kesewenang-wenangnya kekuasaan, ataupun gaya simbolisme yang berhubungan dengan suasana keprihatinan. Dengan begitu, suasana dan latar cerita dapat dikenali melalui gaya bahasa atau penggarapan bahasa yang dilakukan oleh pengarang melalui para tokoh, apakah bersuasana komedi atau tragedi. Oleh sebab itu, penggarapan bahasa oleh pengarang di dalam drama 53 Ibid., h.99. merupakan bagian penting untuk diselidiki guna menunjang pemahaman informasi-informasi teks drama dengan baik dan benar. 54

e. Tema Premisse dan Amanat

Tema dan amanat dapat dirumuskan dari berbagai peristiwa, penokohan, dan latar. Tema adalah inti permasalahan yang hendak dikemukakan pengarang dalam karyanya. Oleh sebab itu, tema merupakan hasil konklusi dari berbagai peristiwa yang terkait dengan penokohan dan latar. Dalam sebuah drama terdapat banyak peristiwa yang masing-masing mengemban permasalahan, tetapi hanya ada sebuah tema sebagai intisari dari permasalahan-permasalahan tersebut. Permasalahan ini dapat juga muncul melalui perilaku-perilaku para tokoh ceritanya yang terkait dengan latar dan ruang. 55 Tema sebuah karya sastra selalu berkaitan dengan makna pengalaman kehidupan. Melalui karyanya itulah pengarang menawarkan makna tertentu kehidupan, mengajak pembaca untuk melihat, merasakan, dan menghayati makna pengalaman kehidupan tersebut dengan cara memandang permasalahan itu sebagaimana ia memandangnya. 56 Amanat merupakan opini, kecenderungan, dan visi pengarang terhadap tema yang dikemukakannya. Amanat di dalam drama dapat terjadi lebih dari satu, asal kesemuanya itu terkait dengan tema. Pencarian amanat pada dasarnya identik atau sejalan dengan teknik pencarian tema. Oleh sebab itu, amanat juga merupakan kristalistik dari berbagai peristiwa, perilaku tokoh, latar, dan ruang cerita. 57 54 Ibid., h. 101. 55 Ibid., h. 103. 56 Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, Gadjah Mada University Press: Yogyakarta, 2012, h. 71. 57 Hasanuddin, Op. cit. h. 103

Dokumen yang terkait

Kesantunan Berbahasa dalam Naskah Drama Umang-Umang Karya Arifin C. Noer dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

6 75 106

Kritik Sosial Dalam Novel The Da Peci Code Karya Ben Sohib Dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa Dan Sastra Indonesia

3 87 104

Kritik Sosial dalam Puisi Esai "Manusia Gerobak" karya Elza Peldi Taher dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA

4 28 130

KESANTUNAN BERBAHASA DALAM NASKAH DRAMA BILA MALAM BERTAMBAH MALAM KARYA PUTU WIJAYA DAN IMPLIKASINYA PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA

12 109 94

Kritik Sosial dalam Kumpulan Cerpen Lukisan Kaligrafi karya A. Mustofa Bisri dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA

4 25 93

KRITIK SOSIAL DALAM NASKAH DRAMA RT 0 RW 0 KARYA IWAN SIMATUPANG: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN Kritik Sosial Dalam Naskah Drama Rt 0 Rw 0 Karya Iwan Simatupang: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Indonesia Di SMA.

0 2 17

KRITIK SOSIAL DALAM NASKAH DRAMA RT 0 RW 0 KARYA IWAN SIMATUPANG: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN Kritik Sosial Dalam Naskah Drama Rt 0 Rw 0 Karya Iwan Simatupang: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Indonesia Di SMA.

2 8 12

PENDAHULUAN Kritik Sosial Dalam Naskah Drama Rt 0 Rw 0 Karya Iwan Simatupang: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Indonesia Di SMA.

0 4 6

KRITIK SOSIAL DALAM NASKAH DRAMA MONOLOG Kritik Sosial Dalam Naskah Drama Monolog Surat Kepada Setan Karya Putu Wijaya: Telaah Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra.

1 11 11

KRITIK SOSIAL DALAM NASKAH DRAMA MONOLOG Kritik Sosial Dalam Naskah Drama Monolog Surat Kepada Setan Karya Putu Wijaya: Telaah Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra.

0 11 22