ucapannya tentu akan berbeda letaknya dengan tokoh yang menggunakan gaya bahasa sindiran ataupun pertentangan dan perbandingan.
56
Gaya bahasa yang paling dominan yang digunakan dalam naskah drama Cannibalogy kaya Benny Yohanes yakni gaya bahasa sinisme. Hal
tersebut terjadi karena naskah ini merupakan naskah yang menggambarkan keadaan sosial yang menyimpang. Salah satu contohnya ialah terdapat pada
awal pembukaan cerita Kuro : Lihat sendiri. Dagingnya sudah dibikin sate. Lainnya
sedang direbus. Lihat di lehernya. Itu masih daging korban juga. Malah dibikin kalung. Orang ini gemblung, Daeng.
Sentolo : Matanya melotot terus. Seperti burung hantu. Nantang dia. Ada setan di dagingnya. Kamu ini manusia apa binatang ?
57
Peristiwa yang terjadi dalam kutipan tersebut ialah menggambarkan kemarahan warga Mojokuto akibat ulah Suman yang membongkar dan
memakan daging mayat yang dicurinya. Selain gaya bahasa sinisme, ada beberapa gaya bahasa pula yang digunakan oleh Benjon dalam naskah
drama Cannibalogy seperti yang akan dipaparkan di bawah ini:
a. Antitesis
Antitesis merupakan sebuah gaya bahasa yang mengandung gagasan yang bertentangan dengan mempergunakan kata-kata yang
berlawanan.
58
Penggunaan antitesis dapat dilihat dalam kutipan: Dik Sinta Salim, bicara adik panjang dan rumit. Suman tidak
sekolah. Tidak bisa bergaya bahasa. Agak mumet jadinya. Tapi wajah adik, suara adik, tatapan adik, lebih sampai dari bahasa
adik.
59
56
Ibid., h.99.
57
Benny Yohanes., op.cit. h, 3
58
Gorys Keraf,Diksi dan Gaya Bahasa, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004. h. 126.
59
Benny Yohanes, op. cit., h. 26.
Pengarang menggunakan majas ini untuk menggambarkan bentuk pertentangan yang terjadi pada tokoh Suman. Hal ini berfungsi untuk
menguatkan dimensi sosial tokoh Suman dalam naskah. Pada dialog tersebut, digambarkan bahwa tokoh Suman merupakan seorang yang tidak
bersekolah maka tidak cerdas dalam menyimak pembicaraan orang lain yang terkesan rumit, namun karena rasa sukanya terhadap Sinta Salim,
Suman mengerti maksud dari apa yang disampaikan olah Sinta Salim.
b. Personifikasi
Personifikasi merupakan semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda mati seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan.
60
Penggunaan personifikasi dapat dilihat dalam kutipan: Ki Butho :
Bengawan Solo belum memberiku tanda.
61
Dalam kutipan tersebut Ki Butho menunggu pertanda dari Bengawan Solo untuk menjadikan Suhar penguasa Nusantara. Penggambaran latar tempat
yang disampaikan pengarang menggambarkan bahwa Bengawan Solo bukan sekedar tempat air mengalir, namun juga merupakan sebuah benda yang
memiliki sifat-sifat manusia sehingga dapat memberi pertanda akan sesuatu.
c. Sinisme
Sinisme diartikan sebagai suatu sindiran yang berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati.
62
Penggunaan majas ini dapat dilihat dalam kutipan berikut: Mas Ageng :
Mengambil golok dari tangan Sentolo. Dengan isyarat tangan meminta Sentolo mundur. Meminta pada Daeng
Daeng, baringkan.
60
Gorys Keraf, op. cit., h. 140.
61
Benny Yohanes, op. cit, h. 47.
62
Gorys Keraf, op. cit., h. 143.
Daeng menelentangkan tubuh Suman di atas sebatang gebok pisang. Mas Ageng menempelkan ujung golok ke dada Suman
Orang-orang Mojokuto, dengarkan keputusanku. Orang ini miskin. Begitu juga pikirannya. Dia tidak hormat pada jasad orang mati,
karena dia merasa harus bertahan hidup. Tak ada orang lain memberinya jalan keluar. Dia mencari jalan keluar di dunia orang
mati. Pikirannya menjadi bagian dari kematian itu juga. Tapi orang ini berkeras hati ingin hidup. Kalau dia mau hidup, dia harus berpikir
seperti orang hidup. Dia harus patuh pada hukum.
63
Pada kutipan di atas pengarang menggunakan gaya bahasa sinisme yang disampaikan oleh Mas Ageng sebagai sindiran terus terang terhadap
ketakperdulian masyarakat atas potret kemiskinan yang ada di sekitarnya melalui tokoh Suman. Kutipan tersebut berkaitan dengan dimensi sosial tokoh
Suman yang menggambarkan bahwa kemiskinan serta ketakberdayaannya membuat Suman gelap mata untuk mencari jalan keluar di jalan yang salah
karena ia merasa harus tetap bertahan hidup sehingga ia menjadi manusia yang ganas.
d. Simile
Simile merupakan gaya bahasa yang menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain. Untuk itu, ia memerlukan upaya secara eksplisit
menunjukkan kesamaan yaitu kata-kata: seperti, sama, sebagai, bagaikan, laksana, dan sebagainya.
64
Penggunaan simile dapat dilihat dalam kutipan:
Landless : Tak ada lapangan bagus di Mojokuto. Tanahnya lembek, banyak
lumpur, seperti pribuminya.
65
Pada kutipan di atas pengarang menggunakan gaya bahasa simile melalui tokoh Landless untuk menggambarkan pribadi pribumi yang lemah sehingga
63
Benny Yohanes, op. cit, h. 13.
64
Gorys Keraf, op. cit., h. 138.
65
Benny Yohanes, op. cit, h. 18.