pementasan. Meskipun keduanya berbeda, namun terdapat ikatan hubungan yang sangat erat.
1. Pengertian Drama
Sebagai sebuah bentuk karya sastra, penyajian drama berbeda dengan bentuk kesusastraan lainnya, cerpen dan novel misalnya. Pada novel dan
cerpen masing-masing menceritakan kisah yang melibatkan tokoh-tokoh melalui kombinasi antara narasi dan sedikit dialog, sedangkan sebuah drama
pada hakikatnya terdiri atas dialog dan sedikit prolog. Dalam Suyadi San, drama Yunani Kuno :
δramoy adalah satu bentuk karya sastra yang memiliki bagian untuk diperankan oleh aktor. Kosa kata ini
berasal dari Bahasa Yunani yang berarti “aksi”, “perbuatan”.
32
Dalam bahasa Inggris disebut drama, dan dalam bahasa Perancis disebut drama yang berarti
perbuatan atau tindakan. Berdasarkan kenyataan ini, memang drama sebagai pengertian lebih difokuskan kepada dimensi pertunjukannya.
Ferdinan Brunetire dan Balthazar Verhagen dalam Hasanuddin berpendapat bahwa drama adalah kesenian yang melukiskan sifat dan sikap
manusia dan harus melahirkan kehendak manusia dengan action dan perilaku. Sedangkan pengertian drama menurut Moulton adalah hidup yang dilukiskan
dengan gerak, drama adalah menyaksikan kehidupan manusia yang diekspresikan secara langsung.
33
Pementasan sebuah drama akan memudahkan penikmat sastra untuk memahami drama, karena penikmat akan lebih mudah mengerti dan
memahami dialog yang diucapkan dengan intonasi dan artikulasi yang sesuai jika dibandingkan dengan membaca dialog-dialog pada naskah drama secara
langsung. Dengan dialog, akan terlihat penokohan, permasalahan dan
32
Suyadi San, Drama Konsep Teori dan Kajian, Medan: CV. Partama Mitra Sari, 2013, h. 5.
33
Hasanuddin, Drama Karya Dalam Dua Dimensi, Bandung: Angkasa, 1996, cet. 1, ,h. 2.
peristiwa yang hendak dikemukakan oleh pengarangnya. Akan tetapi, jika pemahaman tersebut terus dipaksakan dan berorientasi dengan pengertian
seperti di atas, drama akan kehilangan dimensi sastranya, dan hanya akan menonjol dari seni pertunjukannya saja.
2. Naskah Drama
Kata naskah berasal dari bahasa Inggris manuscript dan bahasa Perancis manuscrit yang berarti karangan yang ditulis tangan atau diketik,
yang dipergunakan sebagai dasar untuk mencetaknya.
34
Jadi, naskah dapat dikatakan sebagai karangan yang tertulis. Sedangkan drama, seperti yang telah
dijelaskan, merupakan karya sastra dalam bentuk dialog dan juga merupakan seni pertunjukan.
Sebagai genre sastra, drama mempunyai unsur cerita yang ditulis seorang pengarang dalam bentuk dialog. Pengarang naskah drama
menggunakan bahasa sebagai sarana untuk menyalurkan kreativitas dan imajinasinya yang dibentuk dalam dialog dan petunjuk pemanggungan.
Dialog merupakan pemikiran tokoh yang ditampilkan dalam bentuk perkataan atau ujaran, sedangkan petunjuk pemanggungan merupakan tuntunan bagi
pengaturan tingkah laku pemain.
35
Sebagai genre sastra, secara umum dapat dikatakan drama mendekati, atau bahkan dapat diidentikan dengan fiksi. Biasanya rumusan tentang
keidentikan ini diperoleh dari penelusuran tentang bagaimana unsur cerita atau peristiwa dihadirkan oleh pengarang. Dalam fiksi dapat ditemukan
pemaparan tersebut tentang suatu peristiwa atau tentang seseorang. Pemeranan tersebut dilakukan sedemikian rupa sehingga seolah-olah terjadi.
Tokoh atau seseorang yang dipaparkan seolah-olah benar ada dan pernah ada,
34
Ibid., h. 532.
35
Attar Semi, Anatomi Sastra, Bandung: Angkasa, 1988,h. 161.
atau akan ada nantinya. Padahal peristiwa hanya ada dalam imajinasi dan pikiran pengarang semata. Tentu saja harus diingat bahwa pemaparan ini tidak
mungkin terus imajinasi, karena jika terus saja imajinasi, fiksi tidak pula bisa dipahami. Unsur-unsur yang semacam ini – yang biasa dikenal dengan istilah
fiksionalitas – di dalam drama.
36
Namun dengan terbentuknya cerita melalui dialog-dialog antar tokoh membuat naskah drama berbeda dengan genre sastra
lainnya. Puisi tersusun dari rangkaian kata yang bermakna dan sifatnya simbolik, sedangkan cerita fiksi seperti cerpen dan novel disusun dengan
menarasikan cerita yang ditulis oleh pengarang.
3. Unsur Intrinsik Drama
Di dalam drama tidak ditemukan adanya unsur pencerita, sebagaimana terdapat di dalam fiksi. Alur di dalam drama lebih dapat ditelusuri melalui
motif yang merupakan alasan utama munculnya suatu peristiwa. Motif di dalam drama menjadi penting, karena aspek ini sudah menjadi perhatian
pengarang sewaktu karya drama ditulis.
37
Sebagai suatu genre sastra, drama mempunyai kekhususan dibanding dengan genre sastra yang lain. Jika dibandingkan dengan karya fiksi yang lain,
maka unsur intrinsik dalam drama dikatakan kurang sempurna. Namun begitu, tidaklah berarti bahwa dengan hilangnya unsur pemaparan dan pembeberan,
drama menjadi karya yang terbatas sama sekali. Justru pada aspek ini jugalah letak kekuatan karya drama.
38
Dalam bukunya, Hasanuddin menyebutkan naskah drama terdiri atas :
36
Hasanuddin, op. cit., h. 58.
37
Ibid., h. 75.
38
Ibid., h. 76