Kemahasiswaan dengan tugas mewakili Rektor dalam memimpin pengelolaan kegiatan di bidang akademik, kemahasiswaan, dan alumni.
4
Ayah dari tiga anak ini merupakan penulis lakon dan sutradara yang sering kali bermain dengan kerumitan dalam karyanya. Sebagai penulis naskah sekaligus
sutradara, Benjon memiliki gaya dan karakteristik yang unik. Dalam tulisannya ia menggunakan pilihan bahasa yang ekspresif, melanggar tabu dan kesantunan;
banyak menyalahi kaidah bahasa konvensional, serta mencampur adukkan gaya bahasa. Berkat daya kreatifnya dalam menulis, pada tahun 2008 Benjon meraih
penghargaan The Best Five Sayembara Penulisan Naskah Drama Federasi Teater Indonesia, setelah sebelumnya meraih Juara Pertama Lomba Naskah Monolog
Lembaga Anti Korupsi pada tahun 2004, dan Juara II Lomba Menulis Naskah Drama Radio Common Ground Indonesia di tahun 2002. Di bidang penulisan
kritik teater, BenJon juga meraih penghargaan dari Dewan Kesenian Jakarta pada tahun 2005, Direktorat Kesenian tahun 1996 dan Direktorat Kesenian-Harian
Umum Pikiran Rakyat tahun 1996. Salah satu hubungan antara karya Benjon dan pengalaman masa lalu
adalah kecenderungan yang dominan untuk menghadirkan hal-hal ganjil yang bersifat metaforik, baik dalam bentuk lakuan action dan bahasa dialog. Hal ini
kemudian menjadi ciri khas dan sekaligus kekuatan dari drama-drama Benjon. “Momok Zaman” 1988 adalah drama surealis yang menghadirkan simbol-
simbol primitif untuk mengungkapkan bermacam bentuk kekerasan dan incest yang ditafsirkan dalam perspektif politik dan kekuasaan. “Shakaespeare
CARNIVORA” 2009 mengisahkan tentang perjalanan sejarah manusia yang dipenuhi kekejaman, penindasan dan intrik layaknya karya-karya tragedi William
Shakaespeare. Sedangkan “Cannibalogy” 2008 mengisahkan tentang perbandingan kekejaman antara penjajahan, kediktatoran sebuah rezim dan aksi
kanibalisme manusia. Secara langsung Benjon membandingkan antara penjajahan
4
http:www.stsi-bdg.ac.idindex.php2015-03-30-05-27-49struktur-isbipimpinan
Eropa terhadap dunia ketiga, rezim Orde Baru di Indonesia dan aksi kanibalisme Sumanto.
5
B. Pandangan Benny Yohanes
Benny Yohanes BenJon merupakan salah seorang penulis drama yang mendapat pengaruh kuat dari pengalaman masa lalunya. Ia banyak menulis drama
yang berhubungan dengan kejadian yang dialaminya langsung di lingkungan tempat ia dibesarkan, terutama pengalaman yang membekas kuat yang sering
dihadirkan dalam karya-karyanya.
6
Beberapa naskah Benjon mempunyai struktur yang unik. Struktur alur Aritoteles benar-benar dicederai bahkan dimutilasi, tokoh-tokohnya juga
cenderung tidak jelas bahkan beberapa naskah terkesan seperti orang gila. Latar tempat, waktu, dan sosialnya pun sengaja dihancurkan untuk memperkuat
keabsurdan tokoh, sehingga naskah-naskah Beny Yohanes terkesan gelap, rumit, dan susah dimengerti namun Benjon suka membubuhkan hal-hal yang komedi
khususnya dalam naskah monolognya sehingga terkesan naskah dramanya berbau black komedi.
7
Berdasarkan wawancara Munaf, Benjon mengungkapkan bahwa kecenderungannya menulis naskah yang sarat kekerasan dan erotisme, yaitu
karena masa kecil hingga dewasanya yang dilalui di lingkungan “hitam” di wilayah Cicadas, Kota Bandung. Cicadas adalah daerah padat penduduk di tengah
kota yang dekat dengan pusat kegiatan ekonomi. Sekitar tahun 1960-1980-an daerah ini terkenal sebagai daerah rawan karena menjadi tempat aktifitas
premanisme dan prostitusi. Benjon bercerita bahwa di masa kecilnya semenjak Sekolah Dasar SD sampai setelah tamat SMA 1968-1981, ia sudah terbiasa
5
ibid
6
Akhyar Makaf, “Proses Kreatif Penciptaan Pertja Karya Benny Yohanes,” Tesis pada Pascasarjana ISI Yogyakarta, Yogyakarta, 2014 . h.1, tidak dipublikasikan.
7
Ferick Sahid Persi, Arkeologi Beha: Kehidupan Urban yang Rakus, 2015, http:www.panggungkita.com201502arkeologi-beha-kehidupan-urban-yang.html, diakses
pada tanggal 15 Maret 2016 pukul 15.09 WIB.
melihat perkelahian antar geng dan preman, kekerasan dan penganiayaan di depan publik, serta kehidupan malam yang ada di sekitar lingkungannya. Ketertarikan
Benjon pada ilmu pengetahuan dan semangatnya untuk terus bersekolah menyelamatkan masa depannya dari kesuraman akibat pengaruh lingkungan. Ia
menjatuhkan pilihan untuk menjadi praktisi sekaligus akademisi seni. Dalam setiap karya-karyanya, kenangan masa lalu atas apa yang dialaminya seringkali
hadir. Benjon juga mengatakan bahwa erotisme dan sensualitas adalah “bahasa”
yang bisa dipahami dimengerti semua orang, walaupun belum tentu diterima karena sebab atau alasan tertentu. Benjon memilih menghadirkan sesuatu yang
berhubungan dengan kekerasan dan seksualitas karena ia menganggap hal ini merupakan sifat alamiah dari perilaku manusia sebagai dasar konflik yang
kemudian dihadirkan melalui metafora. Hal inilah yang diutarakan Benjon sebagai alasan kecenderungannya mengekplorasi dua hal ini dalam naskah-
naskahnya.
8
Menurut berbagai sumber, pemikiran Benjon tak hanya berhenti pada penulisan naskah drama atau naskah pertunjukan saja. Benjon telah menulis
banyak karya esai. Esai-esainya, selain telah dipublisir di beragam media cetak, juga terangkum dalam buku Teater untuk Dilakoni, Ideologi Teater Modern Kita,
Mencipta Teater dan Teater Indonesia, Konsep, Sejarah, Problema, serta 70 tahun Rendra. Mendapat Penghargaan Pertama Lomba Penulisan Kritik Teater
Tingkat Nasional, Direktorat Kesenian, 1996. Mendapat Penghargaan Pertama Lomba Penulisan Kritik Teater Tingkat Nasional, Dewan Kesenian Jakarta, 2005.
Salah satu tulisannya yang berjudul “Panggung Besar, Panggung Kecil: Fenomena Pemuaian dan Penukilan Ruang Publik dalam Panggung”, Benjon
menuliskan bahwa realitas ruang-publik dalam kurun reformasi, ditandai oleh eksplosi wacana kekuasaan, sebagai implikasi mengencernya kontrol represif
8
Munaf, op.cit., h. 7.