Biografi Benny Yohanes Biografi Pengarang
melihat perkelahian antar geng dan preman, kekerasan dan penganiayaan di depan publik, serta kehidupan malam yang ada di sekitar lingkungannya. Ketertarikan
Benjon pada ilmu pengetahuan dan semangatnya untuk terus bersekolah menyelamatkan masa depannya dari kesuraman akibat pengaruh lingkungan. Ia
menjatuhkan pilihan untuk menjadi praktisi sekaligus akademisi seni. Dalam setiap karya-karyanya, kenangan masa lalu atas apa yang dialaminya seringkali
hadir. Benjon juga mengatakan bahwa erotisme dan sensualitas adalah “bahasa”
yang bisa dipahami dimengerti semua orang, walaupun belum tentu diterima karena sebab atau alasan tertentu. Benjon memilih menghadirkan sesuatu yang
berhubungan dengan kekerasan dan seksualitas karena ia menganggap hal ini merupakan sifat alamiah dari perilaku manusia sebagai dasar konflik yang
kemudian dihadirkan melalui metafora. Hal inilah yang diutarakan Benjon sebagai alasan kecenderungannya mengekplorasi dua hal ini dalam naskah-
naskahnya.
8
Menurut berbagai sumber, pemikiran Benjon tak hanya berhenti pada penulisan naskah drama atau naskah pertunjukan saja. Benjon telah menulis
banyak karya esai. Esai-esainya, selain telah dipublisir di beragam media cetak, juga terangkum dalam buku Teater untuk Dilakoni, Ideologi Teater Modern Kita,
Mencipta Teater dan Teater Indonesia, Konsep, Sejarah, Problema, serta 70 tahun Rendra. Mendapat Penghargaan Pertama Lomba Penulisan Kritik Teater
Tingkat Nasional, Direktorat Kesenian, 1996. Mendapat Penghargaan Pertama Lomba Penulisan Kritik Teater Tingkat Nasional, Dewan Kesenian Jakarta, 2005.
Salah satu tulisannya yang berjudul “Panggung Besar, Panggung Kecil: Fenomena Pemuaian dan Penukilan Ruang Publik dalam Panggung”, Benjon
menuliskan bahwa realitas ruang-publik dalam kurun reformasi, ditandai oleh eksplosi wacana kekuasaan, sebagai implikasi mengencernya kontrol represif
8
Munaf, op.cit., h. 7.
negara terhadap masyarakat. Terhadap realitas ruang-publik tersebut, dunia teater modern telah meresponsnya secara aktif. Respons aktif itu telah mempengaruhi
pilihan tematiknya, juga samapai tingkat pengucapan artistiknya. Pergeseran pertama pada tematik teater menunujukkan fokus pada masalah-masalah “besar”,
seperti problem kompetisi kekuasaan, perlawanan publik terhadap otoritas pemerintah, serta kritisme terhadap kinerja elite politik atau penguasa. Respon
aktif seperti ini bersifat adoptif terhadap realitas ruang-publiknya. Pengadopsian masalah-masalah “besar” seperti itu telah memungkinkan terjadinya pemuaian
ruang-publik dalam panggung teater.
9