Kutipan di atas terjadi pada fragmen III. 3 yani menunjukkan tahap situasi yang semakin menegang, Suhar yang murka atas perebutan Sinta
Salim dan pembunuhan Landless oleh pasukan Suman, akhirnya membumihanguskan Alas Puputan yang merupakan tempat
persembunyian pasukan Suman. Dalam peperangan ini Suhar muncul sebagai pemenang karena telah berhasil menangkap Suman dan
mendapatkan kembali Sinta Salim.
d. Tahap Climax
Pada tahap climax ini, konflik dan atau pertentangan-pertentangan yang terjadi mencapai titik intensitas puncaknya. Klimaks sebuah cerita
akan dialami oleh tokoh-tokoh utama yang berperan sebagai pelaku dan penderita terjadinya konflik utama.
Dalam naskah drama Cannibalogy karya Benjon, tahap climaks disampaikan pada fragmen III. 5. Dalam fragmen ini, tibalah kehancuran
Suhar. Suhar yang menjadi tokoh utama mengalami konflik batin dengan keadaan yang harus ia hadapi. Semua yang diinginkannya hancur. Wanita
impiannya mati dengan melakukan bom bunuh diri, Ki Butho yang merupakan sosok penasehatnya juga mati karena hanyut terbawa arus
deras kali Solo. Suhar :
Lemah O, ancur tenan. Ucul kabeh...Ki, saya tak bisa berdiri tanpa kakimu. Alam menutup gerbangnya untukku. Pernikahanku
tanpa restu. Alam sedang melawanku. Sekarang saya sendiri. Lemah kakiku. Ah, harus kurebut lagi Kekuasaan itu semua, atau
tidak sama sekali
41
Keputusasaan Suhar yang merupakan sosok penguasa kejam dan bertangan besi tak terbendung lagi. Suhar merasa sangat hancur, lemah
dan pesimis, namun di tengah keputusasaannya Suhar kembali memotivasi dirinya untuk kembali bangkit.
41
Ibid., h. 59.
Dalam fragmen berikutnya kehancuran Suhar kembali dimunculkan. Suhar yang sedang bertapa di Gua Semar terkejut saat kedua
prajuritnya datang dengan membawa laporan bahwa mereka telah diserang oleh tentara peranakan yang dipimpin oleh Mas Ageng.
Djono : Serahkan diri. Minta perlindungan, sesuai undang-undang.
Suhar : Tenang Tidak Tidak akan saya serahkan daripada diri saya, dan
kehormatan saya. Sebagai prajurit, saya tidak akan mundur, atau menyerah. Ini tidak sesuai dengan Sapta Marga. Tentara itu
mengabdi, sampai mati.
Djono : Kita kesulitan uang. Harga harga mahal. Orang-orang muda jadi
musuhmu, menghinamu. Menurunkan dan membakar gambar- gambarmu. Penduduk miskin menjarah kota. Membunuh siapa
saja, yang tidak serupa. Tentara bingung. Amenglika cuci tangan. Zaman sedang berubah. Kita tak punya pilihan.
42
Kutipan tersebut menunjukan tahap situasi yang semakin rumit, baik dari segi keadaan maupun perasaan yang dirasakan Suhar. Suhar
mulai dihadapkan dengan situasi yang mengharuskannya menerima kenyataan yang tidak diinginkannya. Suhar tidak rela melepaskan masa
kejayaan dan kekuasaannya. Hari-hari menjelang kejatuhan Suhar sudah mulai terlihat.
e. Tahap Denouement
Pada tahap Denouement ini, konflik yang telah mencapai klimaks, diberi jalan keluar dan cerita diakhiri. Suhar yang digambarkan sebagai
sosok pemimpin yang ambisius, merugikan banyak pihak dan memakan banyak korban nyawa, kini menuai hasilnya. Suhar dan pasukannya
disergap oleh pasukan Mas Ageng di dalam Gua Semar.
42
Ibid.,h. 61.
Pasukan yang dipimpin Daeng, tiba-tiba masuk menyerbu gua. Moncong-moncong senjata diarahkan pada Suhar dan
kelompoknya.
Daeng : Ageng Rais, pemimpin Mojokuto, menahan anda.
Suhar : Saya bukan penjahat. Saya penyelamat Jawa. Maka sekarang, saya
umumkan: Saya menyatakan berhenti sebagai pembangun Mojokuto. Saya menyatakan berhenti, dan melepaskan seluruh
mandat. Dari dulu, saya tak pernah kepingin pekerjaan ini. Saya ini jiwa petani
43
Pada tahap sebelumnya Suhar mengalami kegelisahan karena kehancurannya pada tahap ini Suhar kegelisahan Suhar semakin menuncak
dengan mulai diperlihatkannya kenyataan bahwa ia benar-benar telah gagal dan hancur. Kutipan tersebut menggambarkan penyergapan pasukan
Suhar oleh pasukan Mas Ageng. Pada fragmen berikutnya Suhar dipertemukan dengan Mas Ageng, ia dihakimi dan dihukum untuk
mengingat kesalahannya dengan menggali parit hingga akhir hayatnya. Ageng Rais :
Kamu memberi hidup, dan meminta mereka menjual kekebasannya padamu. Dan kebebasan itu tak bisa mereka beli kembali, kecuali
dengan nyawanya sendiri. Itulah yang sudah kau perbuat kepada penduduk Mojokuto. Suhar, kepada yang hidup kamu bisa
bersaksi. Tetapi kepada yang telah mati, kamu harus menggali. Inilah penebusan yang harus kamu jalani: Kau akan menggali
lubang, menjadi parit panjang, selebar tubuhmu saat terlentang. Kau akan menggali dari pusar Banyuwangi, terus ke barat sampai
Bantam Kulon. Itulah yang akan kau lakukan dengan jiwa petanimu, sampai nafasmu yang terakhir kali. Dari parit yang kau
gali, sepanjang jalan pos yang berliku ini, kau akan menggali untuk mengingat sejarahmu kembali. Menentukan akhirmu sendiri Beri
dia perbekalan.
44
43
Ibid.,h. 62.
44
Ibid., h. 65.