Lahirnya Supersemar Analisis Kritik Sosial dalam Naskah Cannibalogy karya

sindiran mengenai pembatasan kebebasan berbicara disampaikan melalui dialog Suhar pada fragmen VI.I. Suhar : Amir, Yusuf. Tak boleh ada yang tahu berita ini Kontrol surat kabar Amir : Perempuan-perempuan ini bisa kasih informasi. Kita apakan ? Suhar : Hemmh Mereka pantas jadi tumbal untuk kesialan ini. Habisi 86 Dalam naskah ini, pembatasan kebebasan publik untuk berbicara digambarkan dalam fragmen IV. 1. Peristiwa pada kutipan di atas membawa ingatan pembaca untuk kembali pada peristiwa pembungkaman publik di masa Orde Baru. Pada masa itu, terdapat banyak media yang dicabut izin terbitnya serta beberapa sastrawan yang ditangkap serta diasingkan karena menyampaikan informasi yang dianggap mengancam keamanan negara. Sepert dilansir dalam situs online harian Kompas, jurnalisme dibelenggu dengan penerbitan surat izin usaha penerbitan pers. Kritik terhadap pemerintah, dipastikan menjadi jalan untuk dicabutnya SIUPP, yang berarti perusahaan pers dipaksa berhenti beroperasi. Belenggu yang dihadirkan rezim Orde Baru malah menumbuhkan aktivis demokrasi. Sejumlah gerakan perlawanan muncul, yang kemudian segera dibungkam pemerintah dengan cepat. Salah satu tonggaknya adalah Tragedi 27 Juli last.2335.pdfusg=AFQjCNG9mesSlr6F_tt28tclMSh1ECbuEQsig2=QL_cY7pYZQ SlfB8GCjs43Qbvm=bv.133700528,d.dGo. Diakses pada 25 September 2016 pukul 22:35. 86 Benny Yohanes, op.cit., h. 58. 1996. Setelah peristiwa yang dikenal dengan sebutan Tragedi Kudatuli, dinamika politik semakin panas, apalagi menjelang Pemilu 1997. 87 Menurut pemberitaan, terdapat beberapa media cetak yang dibredel pada masa itu, salahsatunya ialah Koran Tempo yang dibredel sebanyak dua kali. Pembredelan yang pertama pada 12 April 1982, Tempo dibredel oleh Departemen Penerangan melalui surat yang dikeluarkan oleh Ali Moertopo Menteri Penerangan. Tempo dianggap telah melanggar kode etik pers. Ide pembredelan itu sendiri datang dari Persatuan Wartawan Indonesia PWI yang saat itu dipimpin oleh Harmoko, wartawan harian Pos Kota. Diduga, pembredelan tersebut terjadi karena Tempo meliput kampanye partai Golkar di Lapangan Banteng, Jakarta, yang berakhir rusuh. Presiden Soeharto, yang notabene motor partai Golkar, tidak suka dengan berita tersebut. Pada pembredelan yang kedua, 21 Juni 1994, Tempo kembali dibredel bersama saudara tirinya: Editor dan Detik. Kali ini penyebabnya adalah berita Tempo terkait pembelian pesawat tempur eks Jerman Timur oleh BJ Habibie. Berita tersebut tidak menyenangkan para pejabat militer karena merasa otoritasnya dilangkahi. 88 Pengalaman panjang terkait pembungkaman publik yang terjadi selama pra-reformasi 1998, yang berkaitan dengan pembredelan media cetak, pencekalan karya sastra, dan pembubaran paksa terhadap suatu karya seni, tentu bisa menjadi pelajaran yang paling berharga dalam perkembangan budaya demokrasi di Indonesia. Pembungkaman serta pembubaran oleh aparat terhadap media, sastra dan kegiatan kesenian di Indonesia pada masa Orde Baru menunjukkan bahwa budaya politik pusat 87 Bayu Galih . Berakhirnya Kekuasaan Soeharto dan Orde Baru. http:nasional.kompas.comread201605210606004121.Mei.1998.Berakhirnya.Keku asaan.Soeharto.dan.Orde.Baru.?page=all. Diakses pada 12 Juli 2016 pukul 20:30 WIB. 88 Fachrul Khairuddin. Sejarah Majalah Tempo: Konflik dan Pembredelan http:www.kompasiana.comfachrulkhairuddinsejarah-majalah-tempo-konflik-dan- pembredelan_5500651a813311a019fa768d. Diakses pada 16 Agustus 2016 pukul 22:17 WIB. kekuasaan belum bisa mentolerir hadirnya kebaruan pemikiran pada saat itu.

4. Sistem ketakutan Sebagai Kontrol

Sistem ketakutan diciptakan melalui ancaman dan intimidasi dengan tindakan-tindakan yang mengarah pada kekerasan, hingga bahkan kematian. Eksekusi dijadikan sebagai contoh bagi pihak-pihak yang melawan kekuasaan, sehingga menimbulkan ketakutan dan memberikan pertimbangan pada pihak lain untuk tidak melawan penguasa. Sistem ketakutan sebagai kontrol dalam naskah ini terlihat pula melalui gambaran lingkungan korban pembantaian. Oleh Benjon, lingkungan korban digambarkan sebagai lingkungan yang antisipatif. Lingkungan bersikap tanggap terhadap situasi tersebut dengan cara bungkam dan menjauhi keluarga korban pembantaian, seperti yang digambarkan pada dialog warga Mojokuto ketika hari penghakiman Suhar berikut. Penduduk 4 : Saya melaporkan nasibnya mas Suranto, kepala sekolah di Pare. Istrinya sedang hamil sembilan bulan. Yang laki dipenggal, istri dan bayinya dicincang. Tak ada yang berani menolong kelima anak mereka yang masih kecil-kecil, karena kami diancam. 89 Sistem ketakutan sebagai kontrol dibangun oleh pemerintah masa Orde baru untuk mengontrol gerak warga. Dengan rasa takut dan ancaman warga-warga dikontrol agar tidak memberontak terhadap tindakan yang mengatasnamakan pemerintah negara. Penggambaran Benjon dalam kutipan tersebut yakni mengenai nasib kelima anak korban pembantaian yang mengalami kondisi sulit, para tetangga justru menjauhi setelah orangtua mereka dibunuh. Hal ini tidak lain adalah karena sistem ketakutan seperti yang dijelaskan sebelumnya. Tetangga-tetangga korban memilih menjauh karena rasa takut akan mengalami nasib yang sama jika menolong kelima anak korban. Jika diingat kembali, peristiwa tersebut 89 Benny Yohanes, op.cit.,h. 65.

Dokumen yang terkait

Kesantunan Berbahasa dalam Naskah Drama Umang-Umang Karya Arifin C. Noer dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

6 75 106

Kritik Sosial Dalam Novel The Da Peci Code Karya Ben Sohib Dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa Dan Sastra Indonesia

3 87 104

Kritik Sosial dalam Puisi Esai "Manusia Gerobak" karya Elza Peldi Taher dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA

4 28 130

KESANTUNAN BERBAHASA DALAM NASKAH DRAMA BILA MALAM BERTAMBAH MALAM KARYA PUTU WIJAYA DAN IMPLIKASINYA PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA

12 109 94

Kritik Sosial dalam Kumpulan Cerpen Lukisan Kaligrafi karya A. Mustofa Bisri dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA

4 25 93

KRITIK SOSIAL DALAM NASKAH DRAMA RT 0 RW 0 KARYA IWAN SIMATUPANG: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN Kritik Sosial Dalam Naskah Drama Rt 0 Rw 0 Karya Iwan Simatupang: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Indonesia Di SMA.

0 2 17

KRITIK SOSIAL DALAM NASKAH DRAMA RT 0 RW 0 KARYA IWAN SIMATUPANG: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN Kritik Sosial Dalam Naskah Drama Rt 0 Rw 0 Karya Iwan Simatupang: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Indonesia Di SMA.

2 8 12

PENDAHULUAN Kritik Sosial Dalam Naskah Drama Rt 0 Rw 0 Karya Iwan Simatupang: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Indonesia Di SMA.

0 4 6

KRITIK SOSIAL DALAM NASKAH DRAMA MONOLOG Kritik Sosial Dalam Naskah Drama Monolog Surat Kepada Setan Karya Putu Wijaya: Telaah Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra.

1 11 11

KRITIK SOSIAL DALAM NASKAH DRAMA MONOLOG Kritik Sosial Dalam Naskah Drama Monolog Surat Kepada Setan Karya Putu Wijaya: Telaah Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra.

0 11 22