4. Unsur Ekstrinsik
Struktur luar karya sastra atau disebut dengan unsur ekstrinsik adalah “segala macam unsur yang berada di luar suatu karya sastra yang turut
mempengaruhi kehadiran karya sastra tersebut, misalnya faktor sosial ekonomi, faktor kebudayaan, faktor sosio-politik, keagamaan, dan tata nilai
yang dianut masyarakat”.
58
Dengan demikian, pemahaman unsur ekstrinsik suatu karya akan membantu dalam pemahaman makna karya tersebut, karena
karya sastra muncul dari suatu budaya. Segi ekstrinsik hanya dapat dibicarakan bila dilihat dari segi-segi kemasyarakatan atau sosio kultural yang
mempengaruhi karya tersebut dan falsafah hidup yang dianut pengarangnya.
59
Oleh karena itu, biografi pengarang, lingkungan sosial, pendidikan, dan pandangan hidup pengarang termasuk kedalam bagian dari pembahasan unsur
ekstrinsik yang mempengaruhi isi dari karya yang bersangkutan.
D. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
Pendidikan secara luas, merupakan pembentukan kepribadian, kemajuan ilmu, kemajuan teknologi, dan kemajuan kehidupan sosial pada umumnya.
60
Proses pendidikan dapat berlangsung karena adanya sarana yang mendukung dan menjadi ajang berlangsungnya pendidikan Yang dimaksud sarana dan ajang
tersebut adalah masyarakat, baik masyarakat mikro seperti keluarga ataupun masyarakat makro seperti sekolah dan lingkungan.
Pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan.
Dalam perkembanganya, istilah pendidikan berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa.
58
Semi, Op. Cit, h. 35.
59
Ibid, h. 36.
60
Nursid Sumaadmaja,Perspektif Studi Sosial Bandung: Penerbit Angkasa, 1980, h. 89
Pembelajaran merupakan bagian dari proses pendidikan. Rahmanto dalam Metode Pengajaran Sastra
mengemukakan bahwa pembelajaran sastra dapat membantu pendidikan secara utuh apabila cakupannya meliputi empat manfaat, yaitu
membantu keterampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan rasa, dan menunjang pembentukan watak.
61
Pembelajaran yang baik dan tepat akan mewujudkan cita-cita pendidikan yang luhur sebagaimana tertuang dalam Bab II, Pasal 3 UU RI No. 20 tahun 2003
tentang sistem pendidikan nasional, yang berbunyi: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggungjawab. Dalam dunia pendidikan para pengajar terus berupaya meningkatkan
keberhasilan dalam pengajaran bahasa dan sastra Indonesia. Menurut Basennang Saliwangi, pengajaran berbahasa berupaya untuk melatih siswa menemukan
konsep-konsep yang berkaitan dengan semantik, pemahaman arti kata, kalimat, isi paragraf, dan isi secara keseluruhan, juga prinsip tentang bahasa yang
digunakan.
62
Sedangkan menurut Wahyudi Siswanto, melalui pengajaran sastra siswa diajak untuk langsung membaca, memahami, menganalisis, dan menikmati
karya sastra secara langsung.
63
Mengutip Henry Guntur Tarigan dalam kurikulum di sekolah keterampilan berbahasa atau language arts, language skills biasanya mencakup empat aspek,
yaitu: “1 keterampilan menyimakmendengar listening skills, 2 keterampilan
61
B. Rahmanto, Metode Pengajaran Sastra, Yogyakarta: Kanius, 1988, h. 16.
62
Basennang Saliwangi, Pengantar Strategi Belajar-Mengajar Bahasa Indonesia, Malang: IKIP, 1989, hlm. 23.
63
Wahyudi Siswanto, op.cit., hlm. 168.
berbicara speaking skills, 3 keterampilan membaca reading skills dan keterampilan menulis writing skills.”
64
Dalam pembelajaran sastra menurut Wahyudi Siswanto keempat keterampilan tersebut meliputi: 1 keterampilan mendengar meliputi: mendengar,
memahami, mengapresiasi ragam karya sastra baik asli, saduran atau terjemahan sesuai kemampuan siswa. 2 keterampilan berbicara meliputi: membahas dan
mendiskusikan ragam karya sastra sesuai dengan isi konteks lingkungan dan budaya. 3 keterampilan membaca meliputi: membaca dan memahami ragam
karya sastra, serta mampu melakukan apresiasi secara tepat. 4 keterampilan menulis meliputi: mengekspresikan karya sastra yang diminati dalam bentuk
sastra tulis yang kreatif, serta dapat menulis kritik dan esai sastra berdasarkan ragam sastra yang telah dibaca.
65
Keempat aspek tersebut terdapat dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia sesuai dengan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan KTSP.Pembelajaran sastra adalah pembelajaran yang mencoba untuk mengembangkan kompetensi apresiasi sastra, kritik sastra, dan
proses kreatif sastra. Kompetensi apresiasi sastra yang diasah dalam pendidikan ini adalah kemampuan menikmati dan menghargai karya sastra. Melalui
pendidikan semacam ini, peserta didik diajak untuk langsung membaca, memahami, dan menganalisis karya sastra secara langsung. Mereka diajak
berkenalan dengan sastra, tidak melalui hapalan nama-nama judul karya sastra atau sinopsisnya saja, tetapi langsung berhadapan dengan karya sastranya.
66
M. Atar Semi berpendapat bahwa pengajaran sastra di sekolah menengah pada dasarnya bertujuan agar siswa memiliki rasa peka terhadap karya sastra
sehingga dapat terdorong dan tertarik untuk membacanya. Dengan demikian, diharapkan siswa memperoleh pengetahuan tentang manusia dan kemanusiaan
64
Henry Guntur Tarigan, Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa, Bandung: Angkasa, 2008, hlm. 1.
65
Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra,Jakarta: Grasindo, 2008, h. 171.
66
ibid., 168.