Tindakan Tokoh dan Penokohan

memiliki ambisi yang kuat untuk kembali bangkit dan merebut kembali kekuasaannya. Jika diperhatikan dari dimensi psikologis, Suhar merupakan tokoh dengan kondisi psikologis yang labil, ada kalanya ia putus asa, dan ada kalanya pula ia kuat penuh dengan percaya diri menghadapi masalah yang dihadapinya. Suhar : Saya orang miskin, Ki. Ki Butho : Kamu masih miskin, ya. Tapi menurut penerawanganku, takdirmu akan membaik. Syarat kerbau bisa kau tunda. Tapi tidak untuk yang satu ini. 22 Kutipan dialog tersebut mempertegas dimensi sosial tokoh Suhar dengan status sosial sebagai orang miskin yang mencoba mencari jalan pintas untuk mendapatkan kekayaan dengan kemusrikan. Seiring berjalannya cerita, Suhar berubah menjadi orang yang mapan dan memiliki jabatan yang tinggi. Hari yang lain. Siang hari. Markas Suhar. Suhar mengisap cerutu, berkacamata hitam, dan mengenakan seragam militer. Suhar mengempit tongkat komando. Asistennya masuk melaporkan keadaan. 23 Kutipan di atas menggambarkan status sosial Suhar yang telah berubah. Tidak seperti pada awal kemunculannya yang hanya seorang pedagang kelontongan, Suhar telah memiliki markas dan mengenakan seragam militer yang dilengkapi dengan tongkat komando. Kini Suhar telah mewujudkan cita-citanya untuk menjadi seorang penguasa. Selanjutnya ialah pembahasan dimensi fisiologi tokoh Suhar yang disampaikan melalui dialog Ki Butho di bawah ini: 22 Ibid., h. 6. 23 Ibid., h. 36. Ki Butho : Orang-orang sepanjang Kali Solo adalah binaanku, meneer. Mereka petani dan kuli yang tekun. Dilatih sedikit saja, mereka sanggup jadi soldadu. Dan Suhar, dia kaderku nomor satu. Dia muda, kuat, putera daerah pula. Saya berani jamin, dia pandai memimpin. 24 Dalam kutipan dialog di atas, Ki Butho menggambarkan tokoh Suhar sebagai seorang pemuda yang kuat, tidak terlalu spesifik memang jika dilihat dari kutipan di atas. Namun jika kembali dibaca fragmen demi fragmen dalam naskah ini, pembaca akan dapat mengimajinasikan ciri fisik tokoh Suman dengan dasar “dia muda dan kuat” pada umumnya seorang pemuda yang kuat memiliki struktur tubuh yang proporsional dan tegak serta mampu bekerja keras. Melalui pemaparan ketiga dimensi tindakan dalam tokoh Suhar, pembaca dapat mengetahui ciri fisik, keadaan psikologis, serta kondisi sosial tokoh Suhar dalam naskah drama Cannibalogy karya Benjon. Dalam naskah tersebut, penggambaran ciri fisik Suhar tidak terlalu mendetail, Suhar hanya digambarkan sebagai seorang pemuda yang kuat. Selanjutnya dalam dimensi psikologis Benjon menggambarkan Suhar sebagai tokoh dengan keadaan psikologis yang labil, berubah tak menentu. Pada awal kemunculannya ia digambarkan sebagai seseorang yang mudah putus asa, di tengah cerita digambarkan sebagai seorang yang keras dan kejam, dan di akhir cerita digambarkan sebaagai seseorang yang lemah tak berdaya. Terakhir penggambaran dimensi sosial. Dalam penggambaran dimensi sosial, perubahan yang terjadi dalam tokoh Suhar berubah dengan drastis, yang pada awalnya Suhar hanya seorang pedagang kelontongan, kemudian berubah menjadi seorang komandan, dan pada akhir cerita Suhar tidak menjadi apa-apa. Dengan demikian, melalui pemaparan ketiga tindakan di atas, 24 Ibid., h. 33. pembaca dapat mengimajikan tokoh Suhar lebih nyata, serta aktor yang akan memerankan tokoh Suhar ke dalam sebuah pementasan memiliki gambaran yang jelas tentang tokoh yang akan diperankannya. b Suman … Dari liang makam nampak sosok kepala plontos sedang menggaruk tanah dengan kedua tangannya. Dengus nafas dan suara gagak saling menimpal. Angin kencang. Seonggok jasad dikeluarkan dari liang. Sosok kepala plontos memanggul jasad ke bahunya. Gerakannya sigap. Keringat mengkilat dari bidang dadanya. Kulitnya coklat keruh. Hitam matanya. 25 Kutipan tersebut menggambarkan ciri fisik tokoh Suman dengan kepalanya yang plontos, berkulit keruh serta bermata hitam. Penggambaran ciri fisik Suman yang demikian membuat pembaca menerka-nerka betapa menyeramkannya penampakan tokoh Suman yang ditambah dengan keterangan peristiwa dalam kutipan di atas yang mencirikan sosok yang mengerikan. Suman : Karena apa yang kumakan ? Tidak, tuan. Aku tidak melayani rasa sakit Aku biarkan sakit datang, kalau dia mau datang. Itu memberiku pelajaran untuk bertahan. Kalau aku bertahan, aku bisa membela tanah yang kupijak Itu sikapku sebagai manusia. 26 Kutipan di atas menggambarkan betapa kuatnya tekad Suman untuk bertahan hidup di tengah kemiskinan. Dimensi psikologis yang tercermin dalam dialog di atas menggambarkan sikap mentalitas Suman yang kuat. Kuat yang dimaksudkan yakni berambisi untuk tetap bertahan hidup dalam kemiskinan dan kelaparan untuk menjadi pembela tanah Mojokuto. Selain dimensi psikologis, dimensi sosial pun tergambar dalam kutipan di atas. Dimensi sosiologis yang 25 Ibid., h. 1. 26 Ibid., h.12. tergambar ialah sikap hidup Suman. Ia tak hanya ingin hidup untuk dirinya sendiri tetapi juga untuk tanah yang dipijaknya dengan arti menjadi pahlawan perang. Dalam kemiskinan dan keanehannya ia tetap bertekad untuk menjadi orang baik yang kemudian dibuktikan dalam peristiwa-peristiwa selanjutnya dalam naskah ini. Mas Ageng : Apa agamamu ? Suman : Sehari-hari, aku Islam. Tuhanku satu. 27 Selain pemaparan mengenai dimensi sosial di atas, pada kutipan dialog di atas ini juga menjelaskan dimensi sosiologis dalam ciri kehidupan beragama, dengan penjelasan dalam dialog bahwa Suman memeluk agama Islam. Meskipun Suman percaya bisikan magis yang membuatnya memakan mayat, Suman tetap menganggap Islam adalah agama yang benar. Melalui pemaparan ketiga dimensi tindakan dalam tokoh Suman, pembaca dapat mengetahui ciri fisik, keadaan psikologis, serta kondisi sosial tokoh Suman dalam naskah drama Cannibalogy karya Benjon. Dalam naskah tersebut, dimensi fisiologis Suman digambarkan dengan mendetail sehingga pembaca dapat mengimajikan tokoh suman lebih nyata, yakni dengan menyebutkan warna kulitnya yang coklat, matanya yang hitam, dan kepalanya yang plontos serta gerakannya yang sigap saat menggotong mayat curiannya. Selanjutnya dalam dimensi psikologis Benjon menggambarkan Suman sebagai tokoh dengan keadaan psikologis mental yang kuat, Suman berani menerima hukuman atas kesalahan yang telah dilakukannya, selain itu Suman juga memili mental sebagai pejuang. Terakhir penggambaran dimensi sosial. Dalam penggambaran dimensi sosial, dalam hal ini 27 Benny Yohanes. op. cit,. h. 7. Suman digambarkan sebagai orang miskin yang memiliki pandangan hidup ingin menjadi orang yang berguna untuk tanah yang dipijaknya. c Mas Ageng Mas Ageng muncul. Sosoknya pendek, berkulit hitam, alisnya setebal kumisnya. Tubuhnya berisi. Di bahunya menclok seekor iguana, yang selalu dielusnya. Mas Ageng masih mengunyah sirihnya... 28 Dalam kutipan di atas, Mas Ageng digambarkan dengan ciri fisik yang pendek, berkulit hitam, beralis dan berkumis tebal, serta tubuh yang berisi. Penggambaran ciri fisik yang demikian membuat penampakan sosok Mas Ageng terkesan menyeramkan, meskipun demikian Mas Ageng tetap terkesan gagah dari penggambaran alis serta kumis yang tebal. Mas Ageng : Mas Ageng menekankan ujung golok lebih keras ke dada Suman. Suman menahan nafas. Penduduk bersorak Perbuatannya patut dihukum. Ya Tapi orang-orang Mojokuto, dengarkan keputusanku. Di dunia orang hidup, menghukum bukan menyakiti. Juga bukan untuk menghabisi. Menghukum itu, menyembuhkan. Suman, kau dihukum, supaya kau sembuh. Supaya kau patuh di dunia orang hidup,dan hormat di dunia orang mati. Kau dihukum untuk hidup. Maka, kau harus bekerja merawat seluruh makam di tanah Mojokuto, dan menjaganya seperti kau menjaga kehidupanmu sendiri. Itulah baktimu untuk tanah Mojokuto. Sekali saja kau langgar ini, berarti kau gagal untuk sembuh. Dan kalau kau gagal sembuh, maka tanganku sendirilah yang akan menjadi hukum untuk hidupmu 29 Dimensi psikologis yang tercermin dalam dialog tersebut adalah dimensi psikologis sikap pribadi. Mas Ageng memiliki sikap pribadi yang bijaksana hal tersebut tercermin dari pemberian hukuman terhadap Suman yang telah memakan jasad orang mati. Suman 28 Ibid., h. 9. 29 Ibid., h. 14. diberikan hukuman bukan dengan disakiti namun diberikan kesempatan untuk menjadi manusia yang lebih baik dan berguna bagi orang lain. Sinta Salim : Mas Ageng pasti selamat dalam pelariannya. Dia pernah sekolah di luar negeri. Pandai membaca mana kawan mana lawan. Mas Ageng dan kamu itu mirip. Alis kalian serupa. 30 Pada dialog Sinta Salim tersebut menggambarkan dimensi sosiologis jenjang pendidikan pada diri Ki Ageng. Dengan penjelasan bahwa Mas Ageng pernah sekolah di luar negeri. Melalui dimensi sosial yang demikian, memungkinkan Mas Ageng dapat menghadapi musuh dengan cerdik. Melalui pemaparan ketiga dimensi tindakan dalam tokoh Mas Ageng di atas, pembaca dapat mengetahui ciri fisik, keadaan psikologis, serta kondisi sosial tokoh Mas Ageng dalam naskah drama Cannibalogy karya Benjon. Dalam naskah tersebut, ciri fisik Mas Ageng digambarkan dengan mendetail, yakni dengan menyebutkan bahwa Mas ageng memiliki postur tubuh yang pendek, berkulit hitam, beralis dan berkumis tebal, serta tubuh yang berisi. Selanjutnya dalam dimensi psikologis Benjon menggambarkan Mas Ageng sebagai tokoh yang memiliki keadaan psikologis sikap pribadi yang bijaksana, dijelaskan melalui pemberian hukuman untuk pelaku tindak kesalahan seperti pemberian hukuman kepada Suman yang telah mencuri dan memakan jasad Mbah Sirep, Mas ageng justru menghukumnya dengan memberikan amanat untuk menjaga tanah Mojokuto. Terakhir penggambaran dimensi sosial. Mas Ageng digambarkan sebagai orang yang memiliki pendidikan tinggi sehingga melalui dimensi sosial yang demikian, memungkinkan Mas Ageng dapat menghadapi musuh dengan cerdik. 30 Ibid., h. 24. d Landless Kebo : Dengan senjata meriam, dan pasukan berseragam. Badan mereka tinggi, berkulit putih, dengan topi lancip bersurai. Mereka menyisir gudang rempah, dan membongkar paksa pintu-pintunya. Rempah-rempah dijarah. Pasukanku yang melawan, mereka tembak. Penduduk ditawan. Mereka bersiap menuju kemari, dengan kuda, dan meriam. Mas Ageng : Siapa pemimpinnya ? Kebo : Landless. Panglima Landless. Pasukannya menyebut nyebut nama itu sambil bernyanyi, menendang penduduk dan membakar gudang gudang yang sudah mereka kuras isinya. 31 Kutipan dialog di atas, menggambarkan dimensi fisiologis pasukan Landless dengan menggunakan majas sinekdok pars pro parte, yakni dengan menyebutkan ciri fisik keseluruhan pasukan yang berbadan tinggi dan berkulit putih untuk mewakili penggabaran ciri fisik Landless. Dengan ciri fisik Landless beserta pasukan yang demikian dapat pula menjelaskan bahwa Landless dan pasukannya tidak berasal dari Mojokuto dan Nusantara, melainkan dari negaran lain di bagian Barat. Landless : Tertawa Ne, Suhar. Terlalu banyak laporan di atas meja. Landless mau sedikit hiburan. Tembak kepala orang ini di depanku. Landless melepaskan pengaman senjata pistolnya. Lalu senjata itu diserahkan ke tangan Suhar 32 31 Ibid,. h.15. 32 Ibid., h. 36. Dimensi psikologis yang tercermin dalam dialog tersebut menggambarkan bahwa Landless merupakan seseorang yang temperamen Hal tersebut terdapat dalam peristiwa saat Landless marah akibat markasnya dihancurkan dan ingin pelakunya dihukum dengan tembakan di kepala. Hoffmann : Yang Mulia tuan Landless. Batavia dibanjiri pendatang. Mereka jual perhiasan, sutra dan candu. Pasar gelap makin ramai. Orang pribumi dan pendatang bangun rumah gelap sepanjang Ciliwung. Buang hajat di situ juga. Malaria merajalela. Pendatang sering bikin onar. Penjara penuh. Kramat Tunggak ramai. Mohon petunjuk. Komisaris Abeng. 33 Penggunaan sebutan Yang Mulia dalam dialog Hoffman tersebut menjelaskan bahwa dalam dimensi sosial tokoh Landless memiliki kekuasaan atau jabatan yang tinggi dan dihormati. Melalui pemaparan ketiga dimensi tindakan dalam tokoh Landless di atas, pembaca dapat mengetahui ciri fisik, keadaan psikologis, serta kondisi sosial tokoh Landless dalam naskah drama Cannibalogy karya Benjon. Dalam naskah tersebut, ciri fisik Landless digambarkan dengan kurang mendetail, yakni hanya dengan menyebutkan bahwa pasukan Landless memiliki postur tubuh yang tinggi dan berkulit putih serta menggunakan topi lancip bersurai, Penampakan ciri fisik yang demikian menggambarkan bahwa Landless beserta pasukannya bukanlah orang pribumi. Selanjutnya dalam dimensi psikologis Benjon menggambarkankan Landless sebagai tokoh dengan keadaan psikologis yang tempramental, dijelaskan melalui penggambaran emosi Landless yang mudah meledak. Terakhir penggambaran dimensi sosial. Dalam penggambaran dimensi sosial, dalam hal ini Landless digambarkan sebagai orang yang memiliki jabatan dan status sosial yang tinggi sehingga melalui dimensi sosial 33 Ibid., h. 19. yang demikian Landless mendapat panggila kehormatan yakni Yang Mulia. e Sinta Salim Sinta Salim : Ini soal tekad untuk tidak menyerah. Untuk saling memperkuat kepercayaan. Untuk saling menambatkan pegangan. Sejak Mas Ageng harus lari, aku hanya seorang perempuan, terlunta tanpa perlindungan, di tengah kecamuk perang. Kulitku putih, mataku sipit. Tanpa Mas Ageng, aku tak bisa lagi berlindung di balik keningratannya. Aku kembali seorang perempuan peranakan. Sama seperti perempuan-perempuan lain di gubuk- gubuk kotor Batavia. Dan komplotan setan putih itu tentu akan menganggap aku tak lebih sebagai daging mainan. Tapi kamu menjaga aku. Menjaga dagingku. Menjaga kehormatanku. Semua ini lebih besar dari asmara. Karena aku tidak jatuh demi tubuhmu, aku tertarik daya hatimu. Simpan sapu tangan ini, Suman. Janji ini akan kuat, untukku dan untukmu. 34 Dimensi fisiologis tokoh Sinta Salim dalam kutipan dialog di atas menggambarkan Sinta merupakan seorang perempuan peranakan Tionghoa dengan ciri fisik bermata sipit, serta berkulit putih. Dengan ciri fisik yang demikian menandakan bahwa Sinta memiliki paras yang cantik. Dalam dialog tersebut pula digambarkan bahwa wanita dengan paras demikian hanya akan menjadi “mainan” dari pasukan Olanda. Namun karena berada dalam lindungan Suman beserta pasukannya, kehormatan dan kehidupan Sinta terjaga. Selain dimensi fisiologis, dimensi psikologis tokoh Sinta Salim pun tercermin dalam kutipan tersebut yang menggambarkan sikap pribadinya. Dari kutipan di atas dapat terlihat sikap pribadi Sinta. Tokoh Sinta Salim digambarkan sebagai wanita yang berprinsip dan teguh pendirian. Hal ini dapat dilihat dalam kalimat “Ini soal tekad untuk tidak menyerah, untuk saling memperkuat kepercayaan.” 34 Ibid., h.26. Kutipan tersebut semakin memperjelas bahwa Sinta merupakan wanita yang kuat dan percaya diri. Selain kutipan di atas, dimensi Psikologis Sinta kembali dimunculkan pengarang dalam fragmen III.5. Sinta Salim : Siuman. Melihat tubuh Suman yang telah jadi mayat. Sikapnya berubah tegas, penuh nyali Hanya satu syarat untuk perkawinan ini, Suhar. Dan hanya kuminta sekali. Kau menolak, aku mati. Suhar : Katakan. Sinta Salim : Membuka kebayanya, tampak seluruh perutnya dilekati lilitan bom Syaratku satu : Apa yang telah kau hinakan, itulah yang akan kau telan. Maka, kau harus makan daging Suman di depan mataku. Tujuh kerat daging mentah, yang masih berdarah. Dan satu dentum meriam untuk setiap kerat yang kau makan. Itu mas kawin yang kuminta Kau menolak, segera kutarik pemicu. Dagingku pasti hancur, dan kepahitanmu abadi 35 Kutipan di atas memperjelas sikap pribadi Sinta yang tegas dan berani. Sinta berani mengambil sikap untuk menghukum Suhar yang telah membunuh Suman, yakni dengan meminta Suhar memakan jasad Suman serta mengancam untuk bunuh diri jika keinginannya tak terpenuhi. Pengambilan sikap oleh Sinta dalam kutipan di atas membuktikan bahwa Sinta merupakan wanita yang tegas dan pemberani. Suhar : Terkekeh Ki, itu cara daripada berpikir lama. Kita harus pakai cara hitung yang lebih realistis. Aku bisa kuasai ini nusantara, kalau Sinta Salim bisa kumiliki. Aku sudah telusuri daripada silsilah keluarganya. Sinta Salim itu keluarga dari super-taipan. Keluarganya kuasai hampir delapan puluh prosen jaringan bisnis Asia. Bayangken, Ki. Kalau Sinta Salim di tanganku, 35 ibid. h. 55. kita bahkan bisa bangun Bengawan Solo menjadi kali bertingkat. Pasar modern di tingkat atas, makam pahlawan di bawahnya. Atau seluruh Mojokuto bisa kita ubah jadi Kramat tunggaknya Asia. Itu cepat sekali menaikkan devisa daripada negara. Atau Batavia kita penuhi dengan kuli-kuli peranakan, untuk bangun tiruan great wall atau taman mini nusantara, dengan upah paksa. 36 Dalam kutipan dialog Suhar di atas menggambarkan dimensi sosiologis tokoh Sinta Salim berdasarkan asal usul sosial. Sinta merupakan seorang perempuan peranakan yang berasal dari keluarga super taipan yang memiliki kekuasaan dalam jaringan bisnis di Asia. Keadaan sosial yang dimiliki Sinta membuat Suhar berambisi mendapatkannya agar kekuasaan yang dimilikinya semakin kuat. Melalui pemaparan ketiga dimensi tindakan dalam tokoh Sinta Salim, pembaca dapat mengetahui ciri fisik, keadaan psikologis, serta kondisi sosial tokoh Sinta Salim dalam naskah drama Cannibalogy karya Benjon. Dalam naskah tersebut, Sinta Salim digambarkan sebagai seorang perempuan Tionghoa dengan ciri fisik bermata sipit, serta berkulit putih. Selanjutnya dalam dimensi psikologis Benjon menggambarkan Sinta Salim sebagai tokoh perempuan dengan sikap pribadi yang tegas dan berani. Sinta berani mengambil sikap untuk menghukum Suhar yang telah membunuh Suman. Terakhir penggambaran dimensi sosial, dalam naskah ini Sinta Salim merupakan seorang perempuan peranakan yang berasal dari keluarga super taipan yang memiliki kekuasaan dalam jaringan bisnis di Asia. Dengan demikian, melalui pemaparan ketiga tindakan di atas, pembaca dapat mengimajikan tokoh Sinta Salim lebih nyata, serta aktor yang akan memerankan tokoh Sinta Salim ke dalam sebuah pementasan memiliki gambaran yang jelas tentang tokoh yang akan diperankannya. 36 ibid. h. 48.

2. Alur

Cerita dalam naskah Cannibalogy terdiri dari empat babak. Pada setiap fragmennya menggambarkan perubahan peristiwa yang berlangsung selama beberapa waktu dengan menggunakan alur maju. Jangka waktu yang digunakan dalam naskah ini kurang lebih mencapai tiga tahun. Rangkaian peristiwa dimulai dengan kasus pembongkaran makan Mbah Sirep oleh Suman dan kemudian ditutup dengan penghukuman Suhar yang telah melakukan banyak tindak kesalahan dalam kehidupannya. Sebelum membahas tahapan alur yang terdapat dalam naskah drama Cannibalogy, peneliti akan menjelaskan sistematika yang terdapat dalam naskah drama Cannibalogy terlebih dahulu. Naskah drama Cannibalogy terdiri dari enam puluh Sembilan halaman yang terdiri atas empat babak yang di dalamnya terdapat pengadeganan dengan sebutan fragmen. Pada babak I terdiri dari lima fragmen yang terdapat dalam enam belas halaman. Pada babak I fragmen I.2 dan I.4, merupakan tahap pengenalan tokoh Suhar. Pada fragmen I.1, I.3, dan I.5 merupakan merupakan tahap pengenalan tokoh Suman. Selanjutnya babak II terdiri dari tujuh fragmen dalam dua puluh tujuh halaman. Fragmen II.1 merupakan penampakan Mojokuto setelah ditaklukan pasukan Olanda, fragmen II.2 menggambarkan pertemuan Suhar dengan Suman, fragmen II.3 menggambarkan penculikan Sinta Salim yang menjadi pemicu konflik dalam naskah Cannibalogy,fragmen II.4 menggambarkan peristiwa pertemuan Suhar dengan Landless yang membawanya menuju kekuasaan dengan menyerahkan Sinta Salim, fragmen II.5 merupakan penggambaran awal Suhar setelah menjadi seorang Penguasa, II.6 merupakan penggambaran Sinta Salim yang telah ditawan oleh pasukan Olanda dan berhasil dimata-matai oleh Kerpo, pada fragmen ini Sinta Salim menitipkan Sapu tangan pertanda kepada Suman melalui Kerpo, fragmen II.7 merupakan peristiwa penyusunan strategi untuk merebut kembali Sinta Salim oleh Suman dan pasukan Mojokuto. Babak III terdiri dari lima fragmen dalam dua belas halaman. Fragmen III. 1 merupakan penggambaran peristiwa penaklukan pasukan Olanda dan perebutan kembali Sinta Salim oleh pasukan Suman, fragmen III. 2 merupakan peristiwa penyusunan strategi untuk menaklukan pasukan Mojokuto dan merebut kembali Sinta Salim dengan membumi hanguskan Alas Puputan, fragmen III. 3 menggambarkan peristiwa penaklukan Alas Puputan oleh pasukan Suhar, Sinta Salim telah direbut kembali, dan Suman telah ditangkap, fragmen III. 4 menggambarkan peristiwa penangkapan Suman dan dirajam oleh sundal Kali Solo, fragmen III. 5 pada fragmen ini Suhar memaksa untuk menikah dengan Sinta Salim. Babak IV terdiri dari lima fragmen dalam enam belas halaman. Fragmen IV. 1 menggambarkan peristiwa kanibalisme yang dilakukan Suhar dengan memakan daging Suman sebagai mas kawin untuk Sinta Salim, pada fragmen ini juga merupakan tahap penurunan konflik dengan matinya Sinta Salim dan Ki Butho, fragmen IV. 2 menggambarkan hari menjelang kehancuran Suhar serta penangkapan Suhar oleh pasukan Mas Ageng, fragmen IV. 3 merupakan peristiwa penghakiman Suhar oleh Mas Ageng di hadapan warga Mojokuto, fragmen IV. 4 menggambarkan hari-hari penghukuman Suhar dengan menggali parit sampai ke Bantam Kulon, fragmen IV. 5 merupakan penutupan naskah dengan penyampaian pesan oleh “Suara Pelatih”. Dalam penelitian ini tahapan alur tersebut akan dipaparkan dengan menggunakan teori pembagian tahapan alur menurut Tasrif dalam Nurgiantoro yang terbagi menjadi lima tahapan. Kelima tahapan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Tahap Situation

Tahap penyituasian, tahap yang pertama yang berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh-tokoh cerita. Tahap ini merupakan tahap pembukaan cerita dan pemberian informasi awal yang berfungsi melandastumpui cerita yang dikisahkan pada tahap berikutnya. Tahap Situation dalam naskah drama Cannibalogy karya Benjon ini dimulai dari fragmen kesatu dan kedua yang dibuka dengan menceritakan sejarah hidup tokoh-tokoh utama dalam naskah ini, yakni Suman dan Suhar. Lewat tengah malam. Kuburan desa pinggiran Mojokuto. Sebuah makam sedang digali. Dari tengah kampung, sayup-sayup terdengar gamelan mengiringi adegan perang pada pertunjukan wayang. Dari liang makam nampak sosok kepala plontos sedang menggaruk tanah dengan kedua tangannya. Dengus nafas dan suara gagak saling menimpal. Angin kencang. Seonggok jasad dikeluarkan dari liang. Sosok kepala plontos memanggul jasad ke bahunya. Gerakannya sigap. Keringat mengkilat dari bidang dadanya. Kulitnya coklat keruh. Hitam matanya. Suman : Guru, syaratnya sudah dapat. Ini baru yang kelima. Ya,.....harus tambah dua lagi. Ilmuku hampir sampai. Semua syarat akan kupenuhi, guru. Hah, aku lapar. Aku bosan melarat. Aku minta kaya Aku ingin kebal dari senjata. Gusti, paringono kuat slamet 37 Pada kutipan dari fragmen satu ini memperkenalkan sosok Suman yang merupakan tokoh protagonis dalam naskah drama Cannibalogy. Suman digambarkan sebagai seorang yang menyeramkan tidak hanya dilihat dari fisiknya, tetapi perbuatannya yang menyimpang dengan menganut ilmu sesat dengan membongkar makam dan mencuri jasadnya. 37 Benny Yohanes., op. cit. h.1. Situasi selanjutnya yakni terjadi pada fragmen kedua. Pada situasi ini diperkenalkan tokoh Suhar yang merupakan pemeran antagonis dan memiliki andil besar dalam berjalannya cerita. Fragmen ini dimulai dengan kemunculan tokoh Suhar yang sedang membakar barang dagangannya karena putus asa dengan nasibnya. Dalam fragmen kedua ini, dimunculkan pula tokoh Mbok Tirah sebagai ibu kandung Suhar yang bersedih karena perbuatan Suhar. Pada fragmen kedua ini terjadi dialog dingin antara Suhar dan Mbok Tirah. Mbok Tirah : Jangan putus asa. Gusti Allah sing dhuwe kuasa. Pergi ke desa lain,Suhar. Coba lagi. Pasti laku daganganmu. Bapakmu dulu juga begini. Tapi ndak pernah sampai ngobong. Rejeki harus disyukuri. Gusti Allah ora sare. Suhar : Mbok, aku memang mau pergi. Ke Solo. Aku mau bertapa di Bengawan Solo. 38 Pada fragmen kedua ini Tidak jauh berbeda dengan Suman, Suhar pun melakukan hal yang sama untuk meraih impiannya, yakni dengan cara mistis. Meskipun dengan cara yang berbeda, keduanya memiliki misi yang sama, yakni untuk mendapatkan kekayaan dan kekuatan. Pada tahap ini, tergambar situasi awal yang menyulut kemunculan cerita pada tahapan berikutnya.

b. Tahap Generating Circumstance:

Tahap ini merupakan tahap pemunculan masalah dan peristiwa yang menyulut terjadinya konflik sehingga kemudian konflik tersebut terus berkembang seiring berjalannya cerita. Tahap pemunculan konflik yang terjadi dalam naskah drama Cannibalogy karya Benjon terletak pada 38 Ibid., h. 2.

Dokumen yang terkait

Kesantunan Berbahasa dalam Naskah Drama Umang-Umang Karya Arifin C. Noer dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

6 75 106

Kritik Sosial Dalam Novel The Da Peci Code Karya Ben Sohib Dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa Dan Sastra Indonesia

3 87 104

Kritik Sosial dalam Puisi Esai "Manusia Gerobak" karya Elza Peldi Taher dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA

4 28 130

KESANTUNAN BERBAHASA DALAM NASKAH DRAMA BILA MALAM BERTAMBAH MALAM KARYA PUTU WIJAYA DAN IMPLIKASINYA PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA

12 109 94

Kritik Sosial dalam Kumpulan Cerpen Lukisan Kaligrafi karya A. Mustofa Bisri dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA

4 25 93

KRITIK SOSIAL DALAM NASKAH DRAMA RT 0 RW 0 KARYA IWAN SIMATUPANG: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN Kritik Sosial Dalam Naskah Drama Rt 0 Rw 0 Karya Iwan Simatupang: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Indonesia Di SMA.

0 2 17

KRITIK SOSIAL DALAM NASKAH DRAMA RT 0 RW 0 KARYA IWAN SIMATUPANG: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN Kritik Sosial Dalam Naskah Drama Rt 0 Rw 0 Karya Iwan Simatupang: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Indonesia Di SMA.

2 8 12

PENDAHULUAN Kritik Sosial Dalam Naskah Drama Rt 0 Rw 0 Karya Iwan Simatupang: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Indonesia Di SMA.

0 4 6

KRITIK SOSIAL DALAM NASKAH DRAMA MONOLOG Kritik Sosial Dalam Naskah Drama Monolog Surat Kepada Setan Karya Putu Wijaya: Telaah Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra.

1 11 11

KRITIK SOSIAL DALAM NASKAH DRAMA MONOLOG Kritik Sosial Dalam Naskah Drama Monolog Surat Kepada Setan Karya Putu Wijaya: Telaah Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra.

0 11 22