Abu Musa al-Asy’ariy

Keadilan Abu Musa al-‘Asy’ariy sebagai perawi hadis tidak diragukan lagi apalagi bagi jumhur ulama yang berpendapat bahwa semua sahabat adalah adil. Oleh karena itu beliau tidak diragukan pernyataannya yang mengatakan bahwa beliau menerima riwayat hadis di atas dari Nabi SAW, terbukti bahwa antara keduanya telah terjadi pertemuan dalam hubungan sebagai murid dan guru. Itu berarti, Abu Musa al-‘Asy’ariy benar-benar telah mendengar langsung hadis tersebut dari Nabi SAW. Dengan demikian dapatlah dinyatakan bahwa hadis yang sanadnya diteliti ini diterima langsung oleh Abu Musa al- ‘Asy’ariy dari Nabi SAW. Itu berarti pula bahwa antara Nabi SAW dan Abu Musa al-‘Asy’ariy telah terjadi persambungan periwayatan hadis. Dengan argumen-argumen tersebut dapat disimpulkan bahwa sanad Imam Baihaqi yang melalui Abu Musa al-‘Asy’ariy ini seluruh periwayatnya dalam keadaan bersambung, bersifat adil dan dhabith tsiqah. Itu berarti, hadis yang diteliti ini memenuhi unsur-unsur kaidah keshahihan sanad hadis, sehingga natijat kongklusinya dapat dinyatakan bahwa hadis yang bersangkutan berkualitas Sahih.

3. Kriteria Persambungan Sanad Hadis

77 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal Beirut: Dar el-Fikri jilid 10, h.429 Hadis yang terhimpun dalam kitab-kitab hadis tersebut di atas, terdiri dari matan dan sanad. Dalam sanad hadis termuat nama-nama periwayat dan kata-kata atau singkatan kata-kata yang menghubungkan antara masing-masing periwayat dengan periwayat yang lainnya yang terdekat. 78 Matan hadis yang sahih atau yang tampak sahih, belum tentu sanadnya sahih. Sebab boleh jadi, dalam sanad hadis itu terdapat periawayat yang tidak tsiqah ‘adil dan dabit. 79 Kriteria persambungan sanad, 80 yaitu: a. Periwayat hadis yang terdapat dalam sanad hadis yang diteliti semua berkualitas tsiqah ‘adil dan dabit. b. Masing-masing periwayat menggunakan kata-kata penghubung yang berkualitas tinggi yang disepakati oleh ulama al-Sama’, yang menunjukan adanya pertemuan antara guru dan murid. Istilah atau kata yang dipakai untuk cara al-Sama’ beragam, diantaranya: haddatsana, sami’tu, sami’na, haddatsani, akhbarana, akhbarani, ‘an dan anna. c. Adanya indikasi kuat perjumpaan antara mereka, seperti: terjadi proses guru dan murid, tahun lahir dan wafat mereka diperkirakan adanya pertemuan antara mereka atau dipastikan bersamaan dan mereka belajar dan mengabdi di tempat yang sama. 78 M. Syuhudi Ismail, Kaidah Keshahihan Sanad Hadis Jakarta: Bulan Bintang, 2005, cet. Ke-5, h.217 79 M. Syuhudi Ismail, Metode Penelitian Hadis Nabi SAW, h. 82 80 Bustamin dan M.Isa Salam, Metodologi Kritik Hadis, h. 53