BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang disampaikan oleh Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad saw., sesuai dengan redaksi yang datang dari-Nya,
secara tawatur.
Dimana Malaikat
Jibril menyampaikannya
sesuai dengan
redaksi kalam Allah, tanpa sedikit pun perubahan, dan ketika disimpankan kedalam jiwa Nabi Muhammad saw., beliau merasa seperti telah terpatri di
dalam dada beliau suatu kitab.
1
Kemurnian teks
Al-Qur’an menyebabkan
ia mempunyai kedudukan
yang istimewa. Sehingga konsep mutawatir inilah yang menjadikan al-Qur’an bersifat qat’i al-tsubut, serta di kalangan kaum muslim tidak didapati
perbedaan pendapat
menyangkut kebenaran
al-Qur’an. Semuanya
sepakat meyakini bahwa redaksi ayat-ayat al-Qur’an di dalam mushaf yang dimiliki
kaum muslim di seluruh penjuru dunia dewasa ini adalah sama tanpa ada sedikit pun perbedaan yang diterima oleh Nabi Muhammad saw., dari Allah
melalui Malaikat Jibril.
2
Sebagaimana firman-Nya:
1
M.Quraish Shihab, M.Quraish Shihab Menjawab:1001 Soal Keislaman Yang Patut Anda Ketahui, Jakarta : Lentera Hati, 2008 h.275
2
M.Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, Bandung : Mizan, 1996, h.107
1
ﺎَﻨْﻟَﺰْﻧَأَو َﻚْﯿَﻟِإ
َﺮْﻛﱢﺬﻟا َﻦﱢﯿَﺒُﺘِﻟ
ِسﺎﱠﻨﻠِﻟ ﺎَﻣ
َلﱢﺰُﻧ ْﻢِﮭْﯿَﻟِإ
ْﻢُﮭﱠﻠَﻌَﻟَو َنوُﺮﱠﻜَﻔَﺘَﯾ
٤٤
Dan Kami turunkan
kepadamu al-Qur’an,
agar kamu
menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka, dan supaya mereka memikirkan. QS. an-Nahl 16: 44
Kalaulah diteliti lebih mendalam lagi, di dalam al-Qur’an hanya terdapat pokok-pokok yang bersifat umum bagi hukum-hukum syari’at, tanpa
ada pemaparan
rincian keseluruhannya
dan pencabangannya,
sedangkan Sunnah sejalan dengan al-Qur’an, menjelaskan yang mubham, merinci yang
mujmal, membatasi
yang muthlaq,
mengkhususkan yang
umum, dan
menguraikan hukum-hukum
dan tujuan-tujuannya,
di samping
membawa hukum-hukum yang belum dijelaskan secara eksplisit oleh al-Qur’an yang
isinya sejalan dengan kaedah-kaedahnya dan merupakan realisasi dari tujuan dan
sasarannya. Dengan
demikian, Sunnah
merupakan tuntunan
praktis terhadap
apa yang dibawa
oleh al-Qur’an, suatu
bentuk praktik
yang mengambil
bentuk pengejawantahan
yang beragam.
Terkadang merupakan
amal yang muncul dari Rasulullah SAW. Terkadang merupakan perkataan beliau sabdakan pada suatu kesempatan, dan terkadang merupakan perilaku
atau ucapan para sahabat Rasulullah SAW., lalu beliau melihat perilaku itu atau mendengar ucapan itu, kemudian memberikan pengakuan. Beliau tidak
menentang atau mengingkari, tetapi hanya diam atau justru menilai baik. Itulah yang disebut dengan taqrir.
3
Karena hadis itu sendiri adalah sesuatu yang
3
M.’Ajaj al-Khatib, Pokok-Pokok Ilmu Hadis. Penerjemah M. Qadirun Nur dan Ahmad Musyafiq Jakarta : Gaya Media Pratama, 1998, h. 34-35
disandarkan kepada Nabi saw., baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir diamnya maupun sifatnya.
4
‘Ajaj al-Khatib dalam bukunya Pokok-Pokok Ilmu Hadis mengutip pendapat Imam Ahmad ibn Hanbal, menyebutkan ada tiga fungsi Sunnah
terhadap al-Qur’an, yakni: 1. Menetapkan dan memperkuat apa yang telah diterangkan di dalam
al-Qur’an bayan al-taqrir 2. Memberikan rincian dan tafsiran terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang
masih mujmal, memberikan taqyid ayat-ayat al-Qur’an yang masih muthlaq, memberikan takhsis ayat-ayat yang masih umum.
3. Mewujudkan suatu hukum atau ajaran-ajaran yang tidak didapati dalam al-Qur’an.
5
Jika dilihat ke atas dapatlah disimpulkan, bahwa hukum yang terdapat dalam Sunnah itu ada kalanya merupakan hukum-hukum yang menetapkan
hukum al-Qur’an, ada kalanya merupakan hukum-hukum yang menjelaskan al- Qur’an, ada kalanya merupakan hukum yang tidak disinggung oleh al-Qur’an
yang dikembangkan berdasarkan qiyas atau sesuatu yang terdapat di dalamnya al-Qur’an, atau dengan menerangkan prinsip-prinsip dan pokok-pokoknya
yang bersifat umum. Ringkasnya, pokok penjelasan bagi ayat al-Qur’an ada
4
Mahmud Thahan, Ilmu Hadis Praktis, Bogor : Pustaka Thariqul Izzah, 2009, h.13
5
Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadis, Jakarta : Gaya Media Pratama, 1996, h.50-56
kalanya terdapat dalam al-Qur’an sendiri dan adakalanya terdapat dalam as- Sunnah.
6
Ditinjau dari kehujjahan Sunnah dalam pembentukan hukum Islam, maka hubungan as-Sunnah dengan al-Qur’an adalah sebagai urutan yang
beriringan al-Qur’an pada tempat pertama dan sunnah pada urutan kedua sesudah al-Qur’an, yang keduanya merupakan sumber hukum Islam dan
rujukan para mujtahid dalam pembentukan syariat Islam. Dalam masalah ini al- Qur’an merupakan sumber pokok dan sumber pertama pembentukan hukum
Islam. Oleh karena itu, jika ada nash dalam al-Qur’an mengenai suatu hukum, maka nash itu harus diikuti, tapi jika tidak dijumpai di dalam al-Qur’an, harus
dikembalikan kepada Sunnah Nabi saw., apabila dalam Sunnah didapati hukum yang menentukan, maka sunnah tersebut harus diikuti.
7
Kita harus membedakan Sunnah yang benar-benar berupa hukum yang dapat dipertanggungjawabkan keotentikannya dan Sunnah yang bukan berupa
hukum, yang diragui keotentikannya da’if.
8
Dan apabila dilihat dari segi periwayatannya, jelas berbeda antara hadis dengan al-Qur’an. Dalam menerima
wahyu al-Qur’an Nabi saw., secara langsung mencatat melalui sekretaris wahyu yang telah ditunjuk dan menyampaikan meriwayatkan al-Qur’an pada
sahabat-sahabatnya secara umum, sehingga para
sahabat bisa menghapal, menulis al-Qur’an wahyu yang dibacakan oleh Nabi saw., secara langsung.
6
Zufran Rahman, Kajian Sunnah Nabi SAW Sebagai Sumber Hukum Islam : Jawaban Terhadap Aliran Ingkar Sunnah, Jakarta : CV Pedoman Ilmu Jaya, 1995, h.108
7
Zufran Rahman, Kajian Sunnah Nabi SAW Sebagai Sumber Hukum Islam : Jawaban Terhadap Aliran Ingkar Sunnah, h.109
8
Zufran Rahman, Kajian Sunnah Nabi SAW Sebagai Sumber Hukum Islam : Jawaban Terhadap Aliran Ingkar Sunnah, h.109
Sedangkan periwayatan hadis kadangkala berlangsung mutawatir
9
dan lebih banyak yang ahad,
10
sehingga tidak semua hadis dihukumi sahih, tapi ada yang dihukumi hasan dan da’if, bahkan sampai tingkatan tertentu dihukumi palsu.
Semua itu tergantung pada banyaknya susunan periwayat yang ikut dalam meriwayakan suatu hadis pada setiap sanad
11
nya. Pentingnya
penelitian hadis
dilatarbelakangi oleh
beberapa faktor.
Faktor-faktor itu ada yang berkaitan dengan kedudukan hadis sebagai salah satu sumber ajaran Islam di samping al-Qur’an; ada yang berhubungan dengan
diri Nabi SAW., dalam berbagai kapasitasnya; dan ada yang berhubungan kesejarahan hadis itu sendiri, termasuk di dalamnya proses dan metode
penghimpunannya ke dalam berbagai kitab hadis.
12
Faktor-faktor tersebut adalah yang menyebabkan adanya penelitian sanad dan matan hadis dalam
kedudukan hadis sebagai hujjah. Hadis sebagai sumber hukum setelah al-Qur’an memiliki peranan yang
sangat penting dalam menetapkan hukum. Maka dari itu, perlu adanya penelitian dan pengkajian terhadap kualitas dan kedudukan hadis. Di mana
sebagian umat Islam ada yang mengamalkan hadis-hadis nisfu sya’ban, tetapi mereka tidak mengetahui bagaimana kualitas hadis-hadis nisfu sya’ban tersebut
dan mereka tidak mengetahui apakah hadis-hadis tersebut berasal dari Nabi saw., atau hanya perkataan sahabat dan tabi’in. Di mana pada malam nisfu
9
Hadis Mutawatir adalah hadis atau khabar yang diriwayatkan oleh banyak rawi dalam setiap tingkatan thabaqat sanadnya, yang menurut akal dan adat kebiasaan mustahil mereka para perawi itu
sepakat untuk menyalahi khabar tersebut dan mustahil mereka sepakat untuk berdusta.
10
Hadis Ahad adalah hadis yang diriwayatkan oleh seorang atau dua orang atau lebih, tetapi tidak cukup untuk mencapai syarat-syarat mutawatir.
11
Sanad adalah urutan para perawi hadis yang kemudian berlanjut kepada matan
12
M.Syuhudi Ismail, Pengembangan Pemikiran Terhadap Hadis, Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam LPPI, 1996, h.18
sya’ban banyak orang yang terbiasa melaksanakan praktek ibadah seperti berkumpul di masjid selepas shalat maghrib, membaca yasin dua kali, shalat
seratus rakaat, dan lain-lainnya. Mereka mengira praktek tersebut dibenarkan oleh syariat, padahal hal tersebut tidak ditetapkan oleh syariat. Mereka
melakukan hal tersebut dengan sangat berlebihan, bahkan sebagian mereka menganggap bahwa perayaan tersebut sebagai suatu kewajiban yang ditetapkan
oleh Allah. Islam datang dengan petunjuk dan ajarannya yang sangat jelas. Ia
menjelaskan yang halal dan yang haram. Melalui al-Qur’an yang mengajak manusia menuju jalan yang lurus dan juga melalui sunnah Rasul SAW., maka
akan tampaklah penjelasan apa yang halal dan apa yang haram tersebut.
13
Maka hal inilah yang mendorong penulis untuk meneliti dan mengkaji hadis-hadis tentang nisfu sya’ban khususnya yang terdapat dalam kitab Fadhail
al-Awqaat karya Imam Baihaqi. Di dalam kitab tersebut tema yang dikajinya memuat banyak informasi tentang keutamaan berbagai waktu, hari dan bulan
tertentu. Dan kitab ini juga mengulas tentang amalan-amalan yang disunnahkan untuk mendapatkan kemuliaan pada waktu-waktu tersebut.
Nisfu Sya’ban adalah kata majemuk yang terambil dari kata bahasa Arab, Nisfu dan Sya’ban. Kata Nisfu berasal dari kata nashafa, yanshifu,
nashfan yang berarti mencapai tengah-tengah atau setengah.
14
Sedangkan kata
13
Ahmad Asy-Syarbashi, Yas’alunaka: Tanya Jawab Lengkap tentang Agama dan Kehidupan, Penerjemah Muhammad Alkaf, Jakarta: Lentera, 2006 Jil.4, h. 372
14
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Arab-Indonesia Al-MUNAWWIR, Surabaya : Pustaka Progressif, 1997, h.1426
Sya’ban berarti Bulan Sya’ban
15
, atau bulan ke-8 tahun Hijriah.
16
Jadi Nisfu Sya’ban berarti pertengahan atau tengah-tengah bulan Sya’ban tahun hijriah.
Dalam tema nisfu sya’ban yang terdapat dalam kitab Fadhail al- Awqaat karya Imam Baihaqi terdapat delapan hadis. Menurut penulis, dari
delapan hadis tersebut, tema nisfu sya’ban terbagi menjadi dua bagian: Pertama, lima hadis tentang nisfu sya’ban yang berisi bahwa pada malam nisfu
sya’ban Allah SWT mengampuni dosa-dosa seluruh hambanya kecuali orang yang musyrik, orang yang bertengkar, dan pezina. Kedua, tiga hadis tentang
nisfu sya’ban yang menganjurkan untuk menghidupkan dan mendirikan ibadah pada malam nisfu sya’ban dan berpuasa pada siang harinya.
Dari uraian di atas penulis mencoba untuk menguraikan lebih jelas
pembahasan ini dalam judul “Studi Kritik Kualitas Hadis Keutamaan Malam
Nisfu Sya’ban Dalam Kitab Fadhail al-Awqaat karya Imam Baihaqi”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah