hadis yang tsiqah dengan demikian, pernyataan ‘Abdullah ibn Ja’far bahwa dia menerima hadis di atas dari Ali ibn Abi Talib tidak diragukan lagi
kebenarannya. Apabila dilihat dari tahun wafat dari ‘Abdullah ibn Ja’far dengan Ali ibn Abi Talib 40 H dapat diterima. Jadi sangat mungkin
terjadinya pertemuan karena diantara keduannya masih hidup sezaman. Itu berarti pula bahwa sanad antara ‘Abdullah ibn Ja’far dengan Ali ibn Abi Talib
bersambung. Oleh karena itu beliau tidak diragukan pernyataannya yang mengatakan bahwa dia menerima riwayat hadis di atas dari Ali ibn Abi Talib,
dapat dipercaya walaupun shighat al-tahammul yang digunakan oleh ‘Abdullah ibn Ja’far dalam menerima riwayat dari Ali ibn Abi Talib adalah ‘an, tetapi
terbukti bahwa antara keduanya telah terjadi pertemuan dalam hubungan sebagai murid dan guru. Itu berarti bahwa sanad antara ‘Abdullah ibn Ja’far
dengan Ali ibn Abi Talib dalam keadaan muttasil bersambung.
k. Ali ibn Abi Thalib40 H
Nama lengkapnya adalah Ali ibn Abi Talib, ‘Abdu Manaaf ibn ‘Abdil Mutalib ibn Hasyim al-Qurasyiy, gelarnya adalah Abu al-Hasan al-Hasyimiy
Amirul Mukminin, anak dari paman Rasulullah SAW. Dan Rasulullah SAW memberinya kunyah dengan nama Abu Turaab, dan hadis-hadisnya sangat
terkenal masyhur. Ibunya bernama Fatimah bint Asad ibn Hasyim al- Hasyimiyah
59
Guru-gurunya di bidang periwayatan hadis adalah Rasulullah SAW,
Abu Bakar as-Siddiq ‘Abdullah ibn Abi Quhafah, ‘Umar ibn al-Khattab, al-
59
Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal Beirut: Dar el-Fikri jilid 13, h.293
Miqdad ibn al-Aswad, dan Istrinya Fatimah binti Rasulullah SAW. Sedang murid-muridnya dalam periwayatan hadis adalah Harmalah, anaknya al-Husain
ibn ‘Ali ibn Talib, Husain ibn Safwan, ‘Abdullah ibn Tsa’labah, keponakannya
‘Abdullah ibn Ja’far ibn Abi Talib, dan banyak lagi yang lainnya.
60
Tidak ada seorang pun yang mencela pribadi Ali ibn Abi Talib dalam periwayatan hadis. Melihat hubungan pribadinya dengan Nabi yang akrab dan
dedikasinya yang
tinggi dalam
membela Islam
sebagai agama
yang diyakininya sejak kecil, maka Ali ibn Abi Talib termasuk salah seorang sahabat
Nabi yang tidak diragukan kejujuran dan keshahihannya dalam menyampaikan hadis Nabi. Oleh karena itu beliau tidak diragukan pernyataannya yang
mengatakan bahwa beliau menerima riwayat hadis di atas dari Nabi SAW, dapat dipercaya walaupun shighat al-tahammul yang digunakan oleh Ali ibn
Abi Talib dalam menerima riwayat dari Nabi SAW adalah ‘an, tetapi terbukti bahwa antara keduanya telah terjadi pertemuan dalam hubungan sebagai murid
dan guru. Itu berarti, Ali ibn Abi Talib benar-benar telah mendengar langsung hadis tersebut dari Nabi SAW. Dengan demikian dapatlah dinyatakan bahwa
hadis yang sanadnya diteliti ini diterima langsung oleh Ali ibn Abi Talib dari Nabi SAW. Itu berarti pula bahwa antara Nabi SAW dan Ali ibn Abi Talib
telah terjadi persambungan periwayatan hadis. Dengan argumen-argumen
tersebut dapat
disimpulkan bahwa sanad
Imam Baihaqi yang melalui Ali ibn Abi Talib ini tidak seluruh periwayatnya memenuhi kriteria sifat adil dan dhabith tsiqah. Itu berarti, hadis yang diteliti
60
Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal Beirut: Dar el-Fikri jilid 13, h. 294-295