12
2. Karakteristik Anak Tunarungu
Setiap peserta didik memiliki karakteristik yang berbeda – beda,
terutama pada anak berkebutuhan khusus. Anak tunarungu memiliki karakteristik yang khas sebagai dampak dari ketunarunguannya.
Karakteristik anak tunarungu yang perlu diperhatikan, yaitu sebagai berikut:
a. Karakteristik Anak Tunarungu dalam Aspek Akademis dan Bahasa
Pada umumnya kemampuan intelegensi sebagian besar anak tunarungu normal atau rata - rata, tetapi karena kesulitan
memahami bahasa menyebabkan anak tunarungu mempunyai prestasi yang rendah dibanding anak
– anak normal. Murni Winarsih 2007:
34, berpendapat bahwa, “perkembangan kognitif pada anak tunarungu ditandai dengan keterlambatan perkembangan
yang di sebabkan terganggunya kemampuan berbahasa mereka”.
Akibat dari terganggunya perkembangan bahasa ini menyebabkan anak tunarungu mengalami ketertinggalan kemampuan akademis
dari anak normal. Wardani, dkk. 2008:5.18 berpendapat bahwa: Bahasa merupakan kunci masuknya berbagai ilmu
pengetahuan sehingga keterbatasan dalam kemampuan berbahasa
menghambat anak
tunarungu untuk
memamahami pengetahuan
lainnya. Kesulitan
berkomunikasi yang
dialami anak
tunarungu, mengakibatkan mereka memiliki kosakata yang terbatas,
sulit mengartikan
ungkapan-ungkapan bahasa
yang mengandung kiasan, sulit mengartikan kata-kata abstrak,
serta kurang menguasai irama dan bahasa.
13
Perkembangan bahasa
banyak memerlukan
ketajaman pendengaran sehingga anak dapat meniru suara
– suara yang ada di sekitarnya. Terganggunya fungsi pendengaran yang dialami anak
tunarungu menyebabkan terganggunya pula proses imitasi suara dan perkembangan bahasanya, sehingga mereka memiliki
keterbatasan dalam kosakata, keterbatasan membentuk ucapan dengan baik, serta keterbatasan dalam melakukan komunikasi.
Menurut Edja Sadjaah 2005:109, karakteristik segi bahasa anak tunarungu secara umum yaitu :
1 miskin dalam perbendaharaan kata
2 sulit memahami kata – kata yang bersifat abstrak
3 sulit memahami kata – kata yang mengandung arti kiasan
4 irama dan gaya bahasanya monoton
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, kemampuan akademis anak tunarungu mengalami keterlambatan dibanding anak
mendengar sebagai akibat kesulitannya memahami bahasa, yang menyebabkan mereka terhambat pula dalam proses memperoleh
pengetahuan melalui berbagai informasi. Kemampuan bahasa yang rendah pada anak tunarungu ini tentu sangat mengganggu proses
komunikasi dalam rangka memperoleh informasi. Diperlukan penanganan yang tepat berkaitan dengan pendidikan bahasa
sebagai sarana berkomunikasi untuk memperoleh informasi yang lebih banyak dari lingkungannya.
14
b. Karakteristik dalam Aspek Sosial Emosional
Keterbatasan dalam mendengar tidak hanya berdampak pada sulitnya anak dalam memahami bahasa dan melakukan
komunikasi, tetapi juga berdampak pada terganggunya aspek sosial dan emosinya. Kemampuan sosial dan emosi anak berkembang
karena adanya suatu pengalaman komunikasi yang dilakukannya dengan lingkungan, baik dengan orangtua maupun dengan anak
– anak yang lain. Apabila pengalaman ini tidak didapatnya dengan
baik maka akan menyebabkan masalah terhadap kemampuan sosial dan emosi. Wardani, dkk. 2008:5.19 mengemukakan bahwa:
Kekurangan terhadap bahasa lisan sering menyebabkan anak tunarungu menafsirkan segala sesuatu dengan negatif,
sehingga membuat anak tunarungu memiliki karakteristik, seperti: pergaulan terbatas pada sesama tunarungu, sifat
egosentris yang melebihi anak normal, perasaan takut terhadap lingkungan sekitar, perhatian mereka sukar
dialihkan,
memiliki sifat
polos sehingga
mudah menyampaikan perasaannya kepada orang lain, serta cepat
marah dan tersinggung.
Pendapat di atas mengisyaratkan bahwa pendidikan anak tunarungu juga perlu dikembangkan pada aspek
– aspek lain seperti aspek sosial dan emosi. Hal ini dikarenakan aspek sosial dan emosi
sangat diperlukan anak dalam berinteraksi dengan lingkungannya guna mendapatkan pengalaman, informasi dan mengembangkan
kemampuan – kemampuan lainnya. Anak tunarungu perlu dilatih
sejak dini, dimulai dari lingkungan keluarga sehingga mampu
15
menyesuaikan diri dan mampu mengelola kemampuan sosial dan emosinya secara lebih baik.
c. Karakteristik dalam Aspek Motorik
Motorik pada anak tunarungu secara umum berkembang baik, terutama motorik kasar. Yuke Siregar dalam Edja Sadjaah
2005: 112 menyatakan bahwa “perkembangan motorik kasar anak
tunarungu tidak banyak mengalami hambatan, terlihat otot – otot
tubuh mereka yang cukup kekar, mereka memperlihatkan gerak motorik yang kuat dan lincah”. Hal ini menunjukkan bahwa anak
tunarungu mampu melakukan aktivitas – aktivitas yang
membutuhkan kekuatan otot dan gerakan – gerakan kasar. Namun,
untuk melakukan aktivitas yang melibatkan motorik halus anak tunarungu mengalami hambatan. Motorik halus yang dimaksud
yaitu gerakan halus dan lembut seperti gerakan dalam suatu tarian yang membutuhkan pendengaran yang baik untuk mendengarkan
bunyi musik yang mengiringi tarian. Selain itu, sebagian anak tunarungu mengalami gangguan dalam keseimbangan yang
dikarenakan adanya kerusakan pada telinga dalam tepatnya pada organ keseimbangan vestibule, sehingga ketika berjalan atau
berdiri tegak mereka terlihat kaku. Setelah dilakukan observasi terlihat karakteristik siswa tunarungu
kelas 2 baik dari segi bahasa, emosi, dan motorik. Siswa mengalami kesulitan dalam berkomunikasi, memahami materi pelajaran yang
16
disebabkan karena terbatasnya kosakata yang dimiliki dan dikuasai siswa. Dampak lain dari keterbatasan kosakata dan bahasa ini
menyebabkan emosi siswa sering terganggu, siswa mudah tersinggung karena kesalahan dalam persepsi dan siswa sering tergantung pada
keadaan perasaannya. Berdasarkan karakteristik anak tunarungu di atas, pendidik
diharapkan mampu memahami kondisi dan kemampuan peserta didik, sehingga dapat mengupayakan pengajaran yang sesuai dan tepat
dengan kebutuhannya. Selain itu dengan memahami karakteristik ini dapat mempererat hubungan antara pendidik dan peserta didik
terutama dalam menjalin interaksi di dalam kelas sehingga mempermudah proses pengajaran.
3. Perkembangan Bahasa Anak Tunarungu