16
disebabkan karena terbatasnya kosakata yang dimiliki dan dikuasai siswa. Dampak lain dari keterbatasan kosakata dan bahasa ini
menyebabkan emosi siswa sering terganggu, siswa mudah tersinggung karena kesalahan dalam persepsi dan siswa sering tergantung pada
keadaan perasaannya. Berdasarkan karakteristik anak tunarungu di atas, pendidik
diharapkan mampu memahami kondisi dan kemampuan peserta didik, sehingga dapat mengupayakan pengajaran yang sesuai dan tepat
dengan kebutuhannya. Selain itu dengan memahami karakteristik ini dapat mempererat hubungan antara pendidik dan peserta didik
terutama dalam menjalin interaksi di dalam kelas sehingga mempermudah proses pengajaran.
3. Perkembangan Bahasa Anak Tunarungu
Menurut Salim dalam Tarmansyah 1984:13, pola perkembangan bahasa bicara anak tunarungu yaitu :
a. Pada awal masa meraban, anak tunarungu tidak mengalami
hambatan karena hal tersebut merupakan kegiatan alami dari pernafasan dan pita suara. Pada saat akhir meraban mulailah
terjadi perbedaan bahasa pada tahap meraban sebagai awal perkembangan bicara terhenti.
b. Pada masa meniru, anak tunarungu terbatas pada peniruan
visual, yaitu gerak dan isyarat. Oleh karena itu, ada pendapat yang menyatakan bahwa bahasa isyarat merupakan bahasa ibu
anak tunarungu, sedangkan bahasa bicara merupakan bahasa asing bagi anak tunarungu.
c. Perkembangan
bahasa dan bicara selanjutnya pada anak tunarungu memerlukan pembinaan secara khusus dan intensif
sesuai dengan taraf ketunarunguan dan kemampuan yang dimiliki.
17
Perkembangan bahasa anak tunarungu pada awalnya tidak berbeda dengan perkembangan bahasa anak normal. Menurut Somad
1996:138 –139, “tahap perkembangan bahasa anak tunarungu yaitu
pada masa awal meraban, anak tunarungu mencapai tahap meraban sama sepe
rti anak normal lainnya”. Tahap awal ini merupakan tahapan alamiah yang akan dialami setiap anak. Anak hanya mengeluarkan
suara yang tidak teratur dan menangis. Memasuki tahap meraban akhir mulai terjadi perbedaan perkembangan. Pada tahap ini perkembangan
bahasa dan bicara anak tunarungu terhenti. Menurut Efendi 2005:76, “terhentinya perkembangan bahasa dan bicara anak tunarungu
disebabkan tidak adanya umpan balik atas suara dan perhatian orang di sekitarnya, sehingga berakhirnya tahap meraban ini tidak diikuti tahap
perkembangan selanjutnya”. Ketidakmampuan dalam mendengar suara, bunyi, nada, kata sebagai bahasa dari lingkungan sekitar ini
menyebabkan kemampuan kosakata yang dimiliki sedikit. Berdasarkan beberapa pendapat di atas disimpulkan bahwa tahap
perkembangan bahasa anak tunarungu pada awalnya tidak berbeda dengan anak normal lainnya, namun pada tahap akhir meraban mula
menunjukkan perbedaan. Perbedaan pada tahap ini menyebabkan anak tunarungu tidak dapat meniru informasi di lingkungannya secara utuh
karena hanya terbatas pada peniruan visual. Hal ini menyebabkan kemampuan anak tunarungu dalam mengetahui dan menguasai
kosakata sangat kurang. Tahap perkembangan bahasa ini perlu
18
diketahui oleh guru sebagai pendidik agar dapat memahami kebutuhan anak tunarungu dan memberikan pengajaran khususnya kosakata
dengan memperhatikan aspek yang diperlukan seperti aspek visual.
4. Dampak Ketunarunguan Terhadap Bahasa Anak Tunarungu