Ibu Alam masih saja belum bisa menerima Maryam sepenuhnya menjadi menantunya. Ibu Alam selalu menyimpan dendam dan menganggap Maryam
adalah menantu yang sangat kurang ajar. Hal tersebut seperti dalam kutipan berikut:
39 Rumah itu jauh dari kata nyaman. Ibu Alam masih menyimpan dendam.
Ia menganggap Maryam sudah kelewatan. Menantu yang kurang ajar. Madasari, 2012: 125
40 Ibu Alam pun semakin kecewa. Belum pulih hatinya setelah dilawan
Maryam, kini ia merasa anaknya telah meninggalkannya. Segala ketakutan datang. Bayangan bahwa Alam telah dikendalikan istrinya, kekhawatiran
bahwa Alam akan ikut terseret ke dalam kesesatan. Ketakutan yang sebenarnya diciptakan oleh pikiran-pikirannya sendiri. Ibu jatuh sakit.
Sakit yang berpangkal dari pikiran lalu menyerang ke organ-organ. Banyak keluhan, mulai dari kepala, perut, hingga dada. Dokter bilang tak
ada penyebab apa-apa selain karena terlalu banyak pikiran.
Madasari, 2012: 126
Berdasarkan kutipan 39 dan 40 digambarkan bahwa Ibu Alam sebagai mertua yang pendendam pada menantunya. Ia menganggap Maryam sebagai
menantu yang kurang ajar. Ia merasa Alam telah berubah dan bersikap kasar kepadanya disebabkan karena ulah Maryam. Ia merasa bahwa Alam telah
dikendalikan oleh istrinya dan takut akan terseret ke dalam kesesatan. Hal itulah yang membuatnya jatuh sakit akibat ia banyak pikiran yang selalu memikirkan
Maryam.
2.2.2.3 Tokoh dan Penokohan Pak RT
Pak RT atau Rohmat ini adalah ketua RT di daerah Gerupuk. Ia berlaku kasar kepada Maryam. Ia sangat tak menyambut kedatangan Maryam dan Umar
di rumah Nur, teman semasa kecilnya tersebut. Rohmat sangat tak menginginkan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
orang-orang yang merupakan bagian dari keluarga Ahmadiyah datang di daerah tempat ia tinggal. Ia pun mengusir Maryam dengan kata-katanya yang lancang.
Sampai-sampai membuat Maryam marah. Hal tersebut seperti dalam kutipan berikut:
41 Tapi Rohmat tak menyambut hangat. Wajah dan sikapnya masih dingin
dan kaku seperti berbicara dengan orang yang sebelumnya tak pernah bertemu. “Sebelumnya maaf...” kata Rohmat. “Sebagai RT, yang saya
inginkan hanya warga saya tenang, lingkungan aman.” Semua orang diam. Maryam makin berdebar. Raut muka Umar mendadak tak tenang. Nur dan
ibunya tak menunjukkan perubahan. Entah apa yang mereka berdua
pikirkan. “Kampung ini sudah tenang sekarang. Semua rukun, semuanya damai. Saya minta tolong, jangan lagi diganggu-
ganggu,” kata Rohmat. Madasari, 2012: 207
42 Rohmat menunjuk ke arah orang-orang yang baru datang. “Jangan sampai
tambah banyak warga yang datang ke sini lalu terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,” katanya.
Madasari, 2012: 209
Berdasarkan kutipan 41 dan 42 digambarkan bahwa Rohmat merupakan ketua RT di kampung Gerupuk tersebut. Kedatangan Maryam tak
disambutnya dengan hangat. Ia bersikap dingin dengan menunjukkan kesombongannya yang tak menyukai kehadiran Maryam di tempat itu. Ia pun
mengusir Maryam sambil mengatakan kampung yang mereka tempati sudah tenang. Semua rukun, semua damai sambil memberikan peringatan dengan kata
kasar sambil berkata “Jangan sampai tambah banyak orang yang datang agar tak terjadi hal-
hal yang tak diinginkan.” PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2.2.2.4 Tokoh dan Penokohan Pak Haji
Pak Haji mendatangi rumah Nur, teman Maryam, ia dan pak RT. Maryam mengenal pria ini adalah seorang haji. Pak haji pun tak segan-segan menegur
Maryam seraya memperingati Maryam agar tak datang ke kampungnya lagi. Dengan semena-menanya pak haji membentak Maryam. Selain itu, ia juga
langsung mengusir Maryam dan Umar secara tidak hormat. Hal tersebut seperti dalam kutipan berikut:
43 Laki-laki yang satu terlihat tua. Berjenggot putih, berbaju putih, berpeci
putih bahan rajut. Di bagian bawah ia kenakan sarung warna cokelat. Maryam masih bisa mengenal laki-laki yang lebih tua itu. Dia dulu guru
mengaji anak-anak di masjid Gerupuk. Meski tak pernah ikut mengaji di masjid itu, Maryam sering melihat laki-laki itu pulang bersama teman-
temannya. Sekarang laki-laki itu tampak tua. Maryam menebak ia pasti sudah menjadi imam di masjid kampung, menggantikan imam sebelumnya
yang pasti sudah meninggal. Apalagi orang itu sudah mengenakan peci putih. Tanda bahwa dia sudah menjadi haji. Penanda yang masih tetap
diteruskan di kampung ini sampai sekarang.
Madasari, 2012: 206 44
“Sudahlah, Nak... tak ada gunanya meributkan hal yang sudah jelas. Masih banyak kesempatan untuk bertobat,” potong Pak Haji. Masih dengan nada
lembut. Madasari, 2012: 208
Berdasarkan kutipan 43 dan 44 digambarkan bahwa Pak Haji dikenal sebagai Ustaz di masjid tempat Maryam dan keluarganya tinggal dulu. Jenggotnya
yang berwarna putih, jubahnya berwarna putih, berpeci putih, dan bahan rajut. Ia juga yang pernah mengajar anak-anak mengaji di masjid Gerupuk. Pak haji
bertindak sesukanya dengan mengusir Maryam dari kampung itu. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2.2.2.5 Tokoh dan Penokohan Gubernur