Perbedaan antara Kelompok Ahmadiyah dengan Kelompok bukan

3.2.3 Perbedaan Antara Kelompok dengan Kelompok

Konflik sosial pada perbedaan antara kelompok dengan kelompok terjadi antara kelompok Ahmadiyah dengan kelompok bukan Ahmadiyah atau kelompok penentang. Analisis konflik sosial pada perbedaan antara kelompok dengan kelompok tersebut adalah sebagai berikut.

3.2.3.1 Perbedaan antara Kelompok Ahmadiyah dengan Kelompok bukan

Ahmadiyah atau Kelompok Penentang Dari berbagai data dan informasi yang dikemukakan di luar teks sastra, ditemukan fakta bahwa kelompok Ahmadiyah masuk ke Indonesia pada tahun 1925. Di Indonesia para pengikut Ahmadiyah terbagi menjadi dua kelompok, yaitu Ahmadiyah Qadian dan Ahmadi Lahore. Pertama, kelompok Ahmadiyah Qadian, di Indonesia membentuk organisasi bernama Jemaat Ahmadiyah Indonesia, yang telah berbadan hukum sejak 1953 SK Menteri Kehakiman RI No. JA 52313 Tgl. 13-3-1953. Kedua, kelompok Ahmadiyah Lahore, di Indonesia pengikut kelompok ini membentuk organisasi bernama Gerakan Ahmadiyah Indonesia yang mendapat Badan Hukum Nomor IX tanggal 30 April 1930 http:duniabaca.comasal-usul-sejarah-ahmadiyah-di-indonesia.html. Konflik antara kelompok Ahmadiyah dan kelompok penentang telah tejadi berkali-kali. Pengusiran dan penganiayaan dimulai pada tahun 1999. Kelompok penentang pun membakar masjid yang menjadi milik kaum Ahmadiyah di Bayan, Kabupaten Lombok Barat. Sebagian dari mereka terluka dan meninggal akibat bacokan yang dilakukan oleh kelompok penentang. Dengan pembakaran masjid Ahmadiyah di Bayan, Kabupaten Lombok Barat. Ironisnya, pemerintah Lombok Timur memberikan dua opsi: warga Ahmadiyah boleh tetap di Pancor tapi keluar dari Ahmadiyah atau tetap di Ahmadiyah dan keluar dari Pancor http:www.andreasharsono.net201002ahmadiyah-rechtstaat-dan-hak asasi_18.html. Periode 90-an menjadi periode pesat perkembangan Ahmadiyah di Indonesia bersamaan dengan diluncurkannya Moslem Television Ahmadiyya MTA. Ketika Pengungsi Timor Timur yang membanjiri wilayah Indonesia setelah jajak pendapat dan menyatakan bahwa Timor Timur ingin lepas dari Indonesia, hal ini memberikan kesempatan kepada Majelis Khuddamul Ahmadiyah Indonesia untuk mengirimkan tim Khidmat Khalq untuk berkhidmat secara terbuka. Ketika Tahun 2000, tibalah Hadhrat Mirza Tahir Ahmad ke Indonesia datang dari London menuju Indonesia. Ketika itu beliau sempat bertemu dan mendapat sambuatan baik dari Presiden Republik Indonesia, Abdurahman Wahid dan Ketua MPR, Amin Rais http:duniabaca.comasal-usul- sejarah-ahmadiyah-di-indonesia.html. Dalam teks sastra, yaitu novel Maryam pun terungkap adanya konflik tersebut, yaitu adanya perbedaan antara kelompok Ahmadiyah dengan kelompok penentang disebabkan karena adanya kemarahan kelompok penentang terhadap kelompok Ahmadiyah. Kelompok penentang sangat tak menyukai kehadiran Ahmadiyah di wilayah itu. Ketika salah seorang Ustaz memimpin pengajian dengan berusaha menghasut ummatnya untuk ikut terlibat mengusir keluarga Ahmadiyah. Mereka pun percaya sekali akan pembicaraan sang Ustaz dan ikut memilih mengusir kelompok Ahmadiyah. Hal ini digambarkan dalam kutipan berikut: 12 Sayup-sayup terdengar suara dari masjid di seberang jalan utama. Sekitar tiga ratus meter dari rumah ini. Masjid utama di Ketapang, tempat kampung Gegerung berada. Seseorang sedang berceramah. Hal yang biasa dilakukan pada bulan Ramadan seperti ini. Suara bapak Maryam beradu dengan suara yang menggunakan pengeras itu. Diam-diam bapak Maryam menyesal memilih mengadakan pengajian hari ini. Kenapa tidak besok atau lusa saat tak bersamaan dengan ceramah di masjid itu. Tapi, ah, siapa yang bisa menjamin besok tak ada ceramah? Pikirnya. Maka segera ia tuntaskan sambutannya diserahkannya acara selanjutnya pada Ustaz. Ustaz itu yang akan memimpin pengajian dan memberi ceramah hingga buka puasa tiba. Saat menunggu Ustaz mulai memimpin pengajian, suara dari masjid jelas terdengar. Orang itu sedang bicara soal kelompok aliran sesat. Nama Ahmadiyah berkali-kali disebut. Semua yang ada di rumah Pak Khairuddin mulai tak tenang. Masing-masing berbicara dengan orang di sebelahnya. Berbisik-bisik, saling bertanya. Raut muka penuh kemarahan, sekaligus rasa resah dan takut. Umar pun berbisik kepada bapak mertuanya. Bertanya itu suara siapa. “Tuan Guru Ahmad Rizki,” jawab bapak Maryam. “Dua bulan ini sering sekali ada pengajian seperti itu. Tidak tahu apa maksudnya,” lanjutnya tetap sambil berbisik. Madasari, 2012: 221-222 13 “Usir orang Ahmadiyah dari Gegerung. Kalau masyarakat di sini tidak mampu mengusir, saya akan mendatangkan masyarakat dari tempat lain untuk mengusir mereka... Darah Ahmadiyah itu halal” Suara isakan terdengar dari dalam rumah. Perempuan-perempuan itu menangis. Awalnya hanya satu, lalu menular ke yang lain. Dan akhirnya mereka semua sama-sama menangis. Tidak semuanya tangis karena ketakutan. Ada yang menangis hanya karena melihat temannya yang menangis. Ada yang menangis karena bingung dan sudah tak tahu lagi harus berbuat apa. Para laki-laki yang berada di luar rumah itu terhanyut oleh suara tangis itu. Mereka yang semula menunjukkan wajah marah kini luluh dengan mata berkaca-kaca yang memerah. Tangis yang ditahan agar tak keluar lebih menyakitkan dibanding tangis yang tersedu-sedu. Mereka harus menahan untuk tak menangis agar perempuan-perempuan itu masih percaya ada yang bisa melindungi mereka di depan rumah jika terjadi apa- apa. Madasari, 2012: 223 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Berdasarkan kutipan 12 dan 13 terlihat jelas bahwa perbedaan antara kelompok Ahmadiyah dengan kelompok penentang yang disebabkan karena adanya hubungan tak baik antara kedua kelompok tersebut. Kelompok Ahmadiyah selalu dipandang rendah dan sebagai aliran ‘sesat’ oleh kelompok penentang. Terlihat bahwa seorang Ustaz bukan Islam Ahmadiyah memimpin pengajian, di tengah-tengah pengajian tersebut, sang Ustaz membicarakan soal kelompok Ahmadiyah sambil menjelek-jelekkan kelompok Ahmadiyah dengan mengatakan kelompok Ahmadiyah merupakan ‘aliran yang sesat’. Hal inilah yang membuat Maryam sebagai keluarga Ahmadiyah dan keluarga lainnya marah besar dan tak terima dengan pernyataan sang Ustaz kepada ummatnya di dalam pengajian tersebut. Banyak dari mereka kelompok Ahmadiyah menangis dan merasa sakit atas apa yang didengar dari salah satu masjid di tempat itu. Kemarahan penentang Ahmadiyah pun terjadi saat mereka sudah tak bisa bersabar lagi untuk menerima kehadiran keluarga Ahmadiyah di kampung Gerupuk itu. Terjadilah pengusiran terhadap kelompok Ahmadiyah. Kelompok- kelompok yang bukan merupakan kelompok Ahmadiyah melakukan penyerangan dengan melempari batu-batu, merusak rumah-rumah, dan lain-lain. Hal ini digambarkan sebagai berikut: 14 Semuanya diawali sekitar seminggu sebelumnya. Saat ribut-ribut besar terjadi di sebuah desa, sepuluh kilometer dari Gerupuk ke arah timur utara. Orang-orang Gerupuk sering datang ke desa itu. Di sana mereka biasa mendengarkan ceramah dari para tuan guru 4 . Di sana juga banyak anak Gerupuk bersekolah. Tempat itu memang sudah menjadi tempat sekolah agama. Banyak madrasah berdiri di sana. Mulai dari yang setingkat SD hingga SMA. Tanpa ada yang bisa menjelaskan asal mulanya, tiba-tiba semua orang di desa itu menjadi beringas. Mengangkat cangkul dan parang, membawa batu-batu besar, menuju rumah orang-orang yang mereka anggap berbeda dari yang kebanyakan. Orang-orang yang mereka anggap telah menduakan nabi mereka dan telah memperlakukan agama sesuai keinginan mereka. Bukan lagi berdasar yang seharusnya. Madasari, 2012: 51 15 Mereka marah pada orang-orang yang selama puluhan tahun hidup rukun sebagai tetangga. Mereka melempar batu ke genteng, memecahkan kaca jendela, merusak pagar dengan parang dan cangkul. Laki-laki dewasa semuanya siaga. Mengepung rumah orang-orang yang mereka anggap telah menyimpang. Mereka memberikan dua pilihan: kembali ke jalan yang benar atau segera meninggalkan tempat ini. Pada hari ketiga, dalam puncak ketegangan dan ketidaksabaran, api-api pun dilemparkan. Tujuh belas rumah dibakar. Penghuninya memilih pergi. Meninggalkan semua yang mereka miliki. Melepaskan kehidupan yang telah bertahun-tahun mereka miliki. Orang-orang desa itu mendapatkan apa yang mereka inginkan. Tapi api kemarahan terlanjur berkobar. Di desa-desa lain di seluruh Lombok, orang-orang mulai membersihkan iman dalam lingkungan mereka. Mengangkat parang dan cangkul, melempari dengan batu. Membakar ketika tak segera didengarkan. Gerupuk pun tak mau ketinggalan. Seluruh laki-laki bergerak ke arah rumah Pak Khairuddin. Yang perempuan berdiri di sepanjang jalan. Empat kali lemparan batu dan teriakan orang-orang sudah cukup untuk Pak Khairuddin mengambil keputusan. Tanpa ada perlawanan. Tanpa perlu perusakan dan pembakaran. Madasari, 2012: 51-52 16 Maryam menangis. Cerita Jamil tergambar jelas dalam pikirannya. Ia tak melihat peristiwa itu langsung, tapi ia merasa cukup tahu bagaimana menit demi menit peristiwa itu terjadi. Ia bisa merasakan apa yang dirasakan orangtua dan adiknya saat itu. Sakitnya, pedihnya, dukanya, takutnya, semua bisa ia rasakan saat itu. Tapi kemudian buru-buru ia mengoreksi pikirannya sendiri. Tahu apa dia tentang perasaan keluarga saat itu? Bagaimana mungkin dia bisa menakar segala duka saat itu dengan duka yang baru saja dirasakannya saat ini? Duka yang datang dari cerita Jamil, tanpa merasakan langsung. Duka yang dirasakan sambil duduk tenang di berugak, bukan dalam ketergesaan dan ketakutan di tengah kepungan banyak orang. Madasari, 2012: 52 Berdasarkan kutipan 14, 15, dan 16 terlihat jelas bahwa kelompok penentang Ahmadiyah tak bisa lagi bersabar, mereka berkelompok merencanakan perlawanan terhadap kelompok Ahmadiyah. Dengan melempar batu-batu, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI memecahkan kaca jendela, merusak pagar dengan parang dan cangkul. Kelompok penentang akan bisa menerima kelompok Ahmadiyah, jika mereka bisa bertobat menuju jalan yang benar jika tidak mereka harus pergi dari kampung yang sudah lama ditempati tersebut. Hal inilah yang membuat Maryam marah pada kelompok penentang Ahmadiyah. Meskipun Maryam tak berada dalam peristiwa itu, ia bisa merasakan luka, sakit, dan derita yang dialami kelompok Ahmadiyah dan keluarganya.

3.3 Konflik karena Perbedaan Kebudayaan

Konflik perbedaan kebudayaan adalah perbedaan kepribadian dari orang perorangan tergantung pula dari pola-pola kebudayaan yang menjadi latar belakang pembentukan serta perkembangan kepribadian tersebut. Seorang secara sadar maupun tidak sadar, sedikit banyaknya akan terpengaruh oleh pola-pola pemikiran dan pola-pola pendirian dari kelompoknya Soekanto, 1986: 94. Perubahan daripada kepribadian orang-perorangan yaitu dalam konflik yang berlangsung di dalam kelompok atau antar kelompok selalu ada orang yang menaruh simpati kepada kedua belah pihak. Ada pribadi-pribadi yang tahan untuk menghadapi situasi demikian, akan tetapi banyak pula yang merasa dirinya tertekan, sehingga mengakibatkan suatu penyiksaan terhadap mentalnya Soekanto, 1986: 99. Pembagian perbedaan kebudayaan tersebut akan dibagi menjadi: kebudayaan khusus atas dasar faktor kedaerahan dan kebudayaan khusus atas dasar agama, dan kebudayaan khusus kelas sosial. Hal ini akan terlihat jelas di bawah ini.

Dokumen yang terkait

KRITIK SOSIAL DALAM NOVEL PASUNG JIWA KARYA OKKY MADASARI: Kritik Sosial Dalam Novel Pasung Jiwa Karya Okky Madasari: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA.

0 2 12

ANXIETY OF MARYAM IN OKKY MADASARI THE OUTCAST NOVEL (2012): A PSYCHOANALYTIC APPROACH Anxiety Of Maryam In Okky Madasari The Outcast Novel (2012): A Psychoanalytic Approach.

0 3 13

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL PASUNG JIWA KARYA OKKY MADASARI: TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA DAN Konflik Batin Tokoh Utama Dalam Novel Pasung Jiwa Karya Okky Madasari: Tinjauan Psikologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA.

1 3 12

NILAI SOSIAL BUDAYA DALAM NOVEL ENTROK KARYA OKKY MADASARI NILAI SOSIAL BUDAYA DALAM NOVEL ENTROK KARYA OKKY MADASARI (TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA).

0 1 11

PENDAHULUAN NILAI SOSIAL BUDAYA DALAM NOVEL ENTROK KARYA OKKY MADASARI (TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA).

0 0 9

ASPEK BUDAYA DALAM NOVEL ENTROK KARYA OKKY MADASARI: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA Aspek Budaya dalam Novel Entrok Karya Okky Madasari : Tinjauan Sosiologi Sastra.

0 1 12

ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL ENTROK KARYA OKKY MADASARI: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN IMPLIKASINYA Aspek Sosial Dalam Novel Entrok Karya Okky Madasari: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implikasinya Dalam Pembelajaran Di SMA.

0 2 12

REPRESENTASI IDEOLOGI PENGARANG DALAM NOVEL MARYAM KARYA OKKY MADASARI: Pendekatan Sejarah Intelektual.

0 0 13

PROBLEM KEJIWAAN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL MARYAM KARYA OKKY MADASARI.

2 12 153

GAYA HIDUP POSMODERN TOKOH-TOKOH DALAM NOVEL MATA MATAHARI KARYA ANA MARYAM SEBUAH TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia

0 0 108