protagonis dalam novel Maryam adalah Maryam, Umar, Pak Khairuddin, dan Zulkhair.
2.2.1.1 Tokoh dan Penokohan Maryam
Maryam merupakan gadis yang sangat cantik di daerah itu. Kulitnya yang sawo matang, matanya yang bulat dan tajam, alis tebal, dan bibir agak tebal,
rambutnya yang lurus dan hitam. Namun, dari kecantikannya itulah ia tak juga mempunyai pacar. Meskipun banyak laki-laki yang menyukainya. Justru banyak
dari mereka memandang Maryam sebagai perempuan yang sombong dan tak suka bergaul dengan orang lain. Hal tersebut seperti dalam kutipan berikut:
1 Maryam memiliki kecantikan khas perempuan dari daerah timur. Kulit
sawo matang yang bersih dan segar. Mata bulat dan tajam, alis tebal, dan bibir agak tebal yang selalu kemerahan. Rambutnya yang lurus dan hitam
sejak kecil selalu dibiarkan panjang melebihi punggung dan lebih sering dibiarkan tergerai. Di luar segala kelebihan fisiknya, Maryam gadis yang
cerdas dan ramah. Apalagi yang kurang ketika semuanya telah dibungkus dalam kesamaan iman?
Madasari, 2012: 24 2
Karena itu, sampai tamat SMA di pulau kelahirannya, Maryam tak pernah punya pacar. Ia sudah tahu mana orang yang sejalan dengannya, mana
yang bukan. Sejak awal ia membatasi diri ketika ada laki-laki yang berbeda darinya mulai mendekati. Maryam yang ketus, Maryam yang sombong,
Maryam yang tak mau bergaul. Begitu pikir laki-laki yang mencoba merayunya. Tapi ketika ada laki-laki Ahmadi mendekatinya, ternyata
sikap Maryam pun tak jauh berbeda. Ya, laki-laki Ahmadi tak ada yang terlihat menarik di matanya.
Madasari, 2012: 21
Berdasarkan kutipan 1 dan 2 digambarkan bahwa Maryam sebagai seorang perempuan yang cantik sehingga banyak laki-laki yang terpikat olehnya
untuk dijadikan pacar maupun istri. Di luar dari kecantikan fisiknya, Maryam merupakan gadis yang cerdas dan ramah. Maryam adalah seorang anak muda yang
telah lulus SMA pada tahun 1993. Setelah ia lulus SMA, ia sangat ingin sekali kuliah demi menggapai cita-citanya. Ia memilih kota Surabaya sebagai perguruan
tinggi yang ia inginkan. Maryam pun tinggal bersama saudaranya yang tak lain adalah Pak dan Bu Zul, teman dekat ayahnya. Hal tersebut seperti dalam kutipan
berikut: 3
Lulus SMA pada tahun 1993, Maryam berangkat ke Surabaya. Mengikuti ujian masuk ke perguruan tinggi negeri. Ia diterima di Universitas
Airlangga Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi. Ia tinggal bersama keluarga yang sudah seperti saudara, kenalan orangtuanya. Sama-sama
Ahmadi. Pasangan suami-istri dengan dua anak yang masih SMA dan SMP, Pak dan Bu Zazuli, yang kemudian biasa dipanggil Maryam dengan
sebutan Pak dan Bu Zul. Keduanya berasal dari pulau yang sama dengan Maryam, hanya beda kampung. Tepatnya dari Praya, hampir dua puluh
kilometer di sebelah utara rumah keluarga Maryam. Pak Zul teman bapak Maryam. Mereka satu sekolah sampai SMP. Lulus SMP Pak Zul merantau
ke Surabaya, menumpang hidup pada keluarga Ahmadi yang mau membiayainya sekolah sampai lulus SMA. Bapak Maryam juga mendapat
tawaran serupa. Tapi ia enggan. Memilih tetap tinggal di kampung, di antara ikan-ikan. Toh keduanya sama-sama berhasil. Pak Zul yang
disekolahkan di Sekolah Pendidikan Guru menjadi guru SD di Surabaya.
Madasari, 2012: 21 4
Begitu juga Maryam. Tinggal di kota besar justru makin menguatkan iman. Ia kuliah dan bergaul dengan teman-teman seperti biasa tiap hari.
Tapi begitu pulang, hari-harinya dipenuhi dengan ibadah, pembicaraan- pembicaraan tentang keyakinan bersama Pak dan Bu Zul, lalu pengajian
di rumah salah satu keluarga Ahmadi seminggu sekali.
Madasari, 2012: 22
Berdasarkan kutipan 3 dan 4 digambarkan bahwa Maryam merupakan seorang perempuan yang tak mudah berputus asa begitu saja terlihat dengan
usahanya bisa kuliah di Universitas Airlangga. Diterimanya Maryam di Universitas Airlangga, tak menutup hati Maryam begitu saja. Ia semakin
mendalami keimanannya dengan taat beribadah. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Maryam semakin merasa terpukul dalam kesedihannya. Mendengar Gamal telah pergi dari rumahnya, membuat Maryam semakin tak henti-hentinya
menangisi kepergian Gamal, kekasihnya itu. Ia tak mengetahui kepergian Gamal. Namun ia memikirkan kembali akankah ia melupakan Gamal begitu saja dan
mencari penggantinya. Hal tersebut seperti dalam kutipan berikut: 5
Semua orang di pengajian terdiam mendengar cerita bapak dan ibu Gamal. Beberapa orang ikut menangis. Di balik punggung Bu Zul, air mata
Maryam tak berhenti mengalir. Ia kemudian berlari ke kamarnya. Membenamkan muka di bantal hanya untuk meredam tangisnya. Maryam
kehilangan semua harapannya. Kehilangan orang yang dicintainya. Tapi ia tak tahu harus bagaimana. Ia hanya ingin menangis.
Madasari, 2012: 29 6
Sesekali Bu Zul masuk ke kamar Maryam, mengelus punggung Maryam dan berbicara lembut. Berulang kali ia mengatakan agar Maryam
mengikhlaskan Gamal. Jangan terus bersedih, jangan patah hati terlalu lama, jangan pula sampai marah pada Tuhan. Kata Bu Zul, inilah bagian
dari ujian keimanan. Mendengar itu, air mata Maryam pelan-pelan mengalir. Tapi ia buru-buru menghapus, memalingkan wajah, menahan
suara isakan agar Bu Zul tak mendengarnya.
Madasari, 2012: 30 7
Maryam merindukan Gamal dengan ragu. Tak tahu apakah rasa seperti ini masih boleh dipelihara sementara Gamal sendiri entah di mana. Tak tahu
apakah rasa rindu ini punya wujud nyata, atau hanya serupa godaan- godaan kecil yang datang saat ia dalam sepi. Apakah ia berhak merawat
cintanya setelah Gamal terang-terangan menanggalkan iman? Maryam tak pernah mendapatkan jawaban dari segala kerisauan, sebagaimana ia juga
selalu gagal menyingkirkan rasa rindunya pada Gamal. Bayangan Gamal senantiasa menyertainya. Mimpi-mimpi tentang Gamal menjadi hiburan
tidurnya. Bayangan tentang kepulangan Gamal yang telah menemukan kembali iman menjadi doa-doanya. Maryam tak tahu lagi bagaimana ia
bisa mendapatkan rasa yang serupa pada orang lain. Ia ingin, tapi tak pernah bisa.
Madasari, 2012: 31 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Berdasarkan kutipan 5, 6, dan 7 digambarkan bahwa Maryam telah kehilangan orang yang dicintainya. Ia tak sanggup lagi menahan kesedihannya
atas kepergian Gamal yang meninggalkannya yang pergi entah ke mana. Ia berusaha menghapuskan semua ingatannya tentang Gamal meskipun ia benar-
benar masih merindukan kekasihnya itu. Setelah lulus kuliah pada tahun 1997, Maryam bekerja di salah satu bank
besar Jakarta. Saat itulah Maryam dan Alam berkenalan dan menjalin hubungan. Setelah kepedihannya waktu itu bersama Gamal, ia telah menemukan sisi baiknya
Gamal pada diri Alam. Hal itu semakin membuat Maryam jatuh cinta pada Alam, kekasihnya itu. Hal tersebut seperti dalam kutipan berikut:
8 Pada awal tahun 1997, Maryam lulus kuliah dengan terengah-engah.
Menyelesaikan segala kewajiban sambil tetap harus mengatur segenap rasa gundah. Bayangan Gamal masih tetap mengiringinya. Bahkan ketika
ia berhasil mendapat pekerjaan di sebuah bank besar di Jakarta. Baru kemudian, ketika Alam datang, Maryam kembali merasakan apa yang dulu
dirasakannya saat mulai dekat dengan Gamal. Maryam juga sengaja membanding-bandingkan keduanya. Wajah mereka yang hampir mirip,
sifat dan perilaku yang serupa, dan nama mereka yang tak jauh berbeda: Gamal dan Alam. Maryam jatuh cinta. Satu-satunya yang dipikirkan
adalah jangan sampai yang baru didapatkannya ini terlepas. Ia tak mau lagi mengulang masa-masa kehampaan yang melelahkan ketika kehilangan
Gamal. Dengan Alam ia tak berpikir apa-apa lagi, selain ingin berdua selamanya.
Madasari, 2012: 32 9
Delapan tahun lalu, tak lama setelah Maryam mulai bekerja di bank, mereka berdua berkenalan dalam sebuah pertemuan. Dua puluh empat
tahun usia Maryam saat itu. Ia pindah ke Jakarta setelah tamat kuliah di Surabaya. Baru menikmati punya penghasilan sendiri, yang jumlahnya
paling besar dibanding teman-teman kuliah seangkatan, dua juta rupiah. Sedang senang-senangnya berbelanja baju-baju baru, memoles wajah tiap
pagi, pergi ke salon sebulan sekali. Punya penghasilan sendiri membuat Maryam jauh lebih percaya diri. Punya penghasilan sendiri membuatnya
tak perlu bergantung pada orangtuanya lagi.
Madasari, 2012: 16 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Berdasarkan kutipan 8 dan 9 digambarkan bahwa Maryam bekerja di salah satu bank terbesar di kota Jakarta. Di kota itulah Maryam dan Alam bertemu,
dan mereka pun berpacaran setelah Maryam berhasil move on dari Gamal mantan kekasihnya itu. Selain hubungannya bersama Alam berjalan lancar, pekerjaannya
pun membuahkan hasil yang baik untuknya. Maryam mempunyai penghasilan sendiri tanpa bergantung lagi pada kedua orangtuanya.
Maryam merupakan seorang yang telah menjadi janda. Ia menceraikan suaminya, Alam. Meskipun ia tahu segala usahanya untuk bahagia bersama Alam,
kini telah sirna. Namun, ia bisa bebas keluar dari kehidupannya yang karam dengan bekerja dan bekerja tanpa kenal lelah. Hal tersebut seperti dalam kutipan
berikut: 10
Perkawinan yang belum genap lima tahun itu karam. Maryam yang memilih keluar. Ia sendiri heran, bagaimana ia bisa selama itu bertahan.
Berusaha membangun kebahagiaan di tengah-tengah kecurigaan dan kepalsuan. Ia selalu berpikir, yang penting Alam, suaminya itu, tulus
mencintainya tanpa prasangka. Tapi siapa yang menyangka nyali laki-laki yang dicintainya hanya sebatas bualan?
Madasari, 2012: 15
Berdasarkan kutipan 10 digambarkan bahwa Maryam telah menjadi janda. Perkawinannya yang belum genap lima tahun. Baginya, cinta Alam
hanyalah sebagai bualan saja, tak ada cinta, tak ada kebahagiaan, yang ada hanyalah kepalsuan. Itulah yang membuatnya mengambil keputusan, yaitu
berpisah dari suaminya yang tak pernah bisa mengerti akan dirinya. Di samping itu, Maryam tetap menjadi dirinya yang bisa bekerja seperti biasanya tanpa
memperlihatkan penderitaannya kepada orang lain. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Maryam pun kembali dilamar oleh laki-laki yang dijodohkan oleh orangtuanya. Umar namanya. Maryam merasa menjadi pusat perhatian di tempat
itu. Maryam semakin diperlakukan seperti anak yang baru pertama kali menikah. Meskipun ia tahu, ia dulu pernah terbuai dengan mengorbankan keluarganya
hanya demi laki-laki yang tak bisa berbuat apa-apa untuknya. Hal tersebut seperti dalam kutipan berikut:
11 Maryam merasa menjadi pusat perhatian. Ia merasa dihargai. Merasa
dicintai dan dikasihi. Sesaat ia sibuk mengurai sesal. Kenapa dulu terbuai oleh impian bahagia yang ia sendiri pun tak tahu wujudnya seperti apa?
Kenapa mau-maunya ia mengorbankan keluarganya hanya demi laki-laki yang tak bisa berbuat apa-apa? Kenapa ia bisa begitu bodoh? Air mata
Maryam berdesakan di sudut matanya. Maryam sebisa mungkin berusaha menahan. Tapi mata yang berkaca-kaca dan memerah tak bisa
disembunyikan dari penglihatan semua orang yang ada di situ. Sesaat semuanya diam. Merasa tak enak untuk berkata-kata.
Madasari, 2012: 157 12
Dalam hatinya timbul sedikit heran, kenapa bapak dan ibunya memperlakukannya seperti anak gadis yang baru pertama kali menikah.
Mungkin ini karena begitu takut yang dulu terjadi pada pernikahanku dengan Umar, sisi hati Maryam yang lain menjawab pertanyannya sendiri.
Madasari, 2012: 159 13
Umar memberikan alat salat dan Al Quran sebagai mas kawin. Saat suara “sah” diucapkan berkali-kali, air mata Maryam menetes. Bayangan
pernikahannya dengan Alam kembali datang. Sangat jelas dan terasa nyata. Maryam bahkan merasa semuanya hanya pengulangan. Peristiwa
yang sama. Hanya waktu dan tempatnya yang berbeda. Namun saat pandangannya bertemu dengan bapak dan ibunya, Maryam tahu ini
bukanlah pernikahannya yang dulu. Ada bahagia yang mengintip pelan- pelan dari balik hatinya. Bahagia karena telah membuat orangtuanya
bahagia. Rasa yang tak pernah ia dapatkan sebelumnya.
Madasari, 2012: 164
Berdasarkan kutipan 11, 12, dan 13 digambarkan bahwa Maryam merasa dihargai, menjadi pusat perhatian. Dalam hatinya, Maryam yang bangga
meskipun ia sedikit heran akan perlakuan orangtuanya di hari pernikahan yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kedua kalinya. Maryam pun kembali meneteskan air mata, ia tahu bahwa ini bukanlah pernikahannya seperti yang dulu. Ada rasa bahagia dibalik hatinya, ia
pun bahagia telah membuat orangtuanya bahagia. Maryam pun melahirkan anak pertamanya. Anak perempuan yang sehat
dan sempurna. Inilah yang membuat Umar dan Maryam sama-sama bahagia. Tidak hanya mereka saja yang berbahagia, keluarga dan kerabat keluarganya pun
ikut berbahagia menyambut kedatangan satu orang lagi dalam keluarga mereka. Maryam pun berencana menamakan anaknya Mandalika. Hal tersebut seperti
dalam kutipan berikut: 14
Dalam duka, anak Umar dan Maryam lahir. Bayi perempuan. Sehat dan sempurna. Mandalika. Begitu mereka memberinya nama. Di hari-hari
terakhir kehamilannya, Maryam berkata pada Umar ingin memberi nama yang berasal dari Lombok untuk anaknya. Bukan nama Arab, seperti ayah
dan ibunya. Bagi Maryam, itu langkah paling awal sekaligus langkah paling mudah dilakukan untuk menjauhkan anaknya dari segala kepedihan
yang dialami keluarganya. “Biarlah anak ini jauh dari agama tapi dekat dengan kebaikan,” kata Maryam berulang kali. Umar mengiyakan. Dalam
soal iman, ia selalu sepaham dengan Maryam. Semua yang mereka lakukan selama ini adalah bentuk cinta pada keluarga dan orang-orang
yang teraniaya. Bukan untuk iman keluarga.
Madasari, 2012: 241 15
Maryam dan Umar mulai memikirkan nama. Mereka membeli buku, juga membuka-buka internet. Lalu nama itu diingat Maryam begitu saja:
Mandalika. Cerita yang sering didengarnya sejak kecil di Gerupuk. Tentang seorang putri cantik yang diperebutkan dua raja dari dua kerajaan
besar. Perang besar akan terjadi. Tapi Mandalika memilih pergi. Mengorbankan diri agar perang tak terjadi. Ia menenggelamkan diri di
pantai indah yang berbukit-bukit di wilayah selatan. Tak jauh dari Gerupuk, hanya beberapa langkah kaki dari hotel tempat menginap
Maryam dan Umar dulu. Semua warga di daerah selatan akrab dengan cerita ini. Barangkali kisah Mandalika inilah yang pertama menyapa
mereka di dunia dongeng. Demikian juga Maryam.
Madasari, 2012: 242 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Berdasarkan kutipan 14 dan 15 digambarkan bahwa Maryam telah melahirkan seorang anak perempuan yang cantik, sehat, dan sempurna. Mereka
memberikan nama anaknya, Mandalika. Maryam yang menginginkan nama itu agar dapat menjauhkan anaknya dari segala kepedihan yang dialami oleh keluarga
dan dirinya yang nantinya Mandalika mengorbankan diri agar perang takkan terjadi lagi.
2.2.1.2 Tokoh dan Penokohan Umar