2.2.2 Tokoh Antagonis dalam Novel Maryam
Tokoh antagonis adalah tokoh yang beroposisi dengan tokoh protagonis, secara langsung ataupun tak langsung, bersifat fisik maupun batin. Tokoh
antagonis juga dapat dikatakan sebagai pelaku yang menentang pelaku protagonis. Dalam novel Maryam karya Okky Madasari, yang termasuk pada tokoh antagonis
adalah Alam, Ibu Alam, Pak RT, Pak Haji, dan Gubernur. Mereka disebut tokoh antagonis karena mereka merupakan sebagai pelaku yang menentang tokoh
Maryam sebagai tokoh protagonis.
2.2.2.1 Tokoh dan Penokohan Alam
Alam Syah biasa dipanggil Alam. Ia merupakan seorang karyawan di perusahaan konstruksi Jakarta. Alam menjalin hubungannya bersama Maryam
yang kini membuatnya bingung dengan pilihan yang harus ditentukannya. Ketika orangtua Maryam akan merestui Alam, bila ia menjadi bagian dari Ahmadiyah.
Hal tersebut seperti dalam kutipan berikut: 29
Maryam menyebut namanya Alam Syah. Karyawan di perusahaan konstruksi.
Madasri, 2012: 16 30
Lalu ibu Maryam dengan lembut bertanya, “Apa itu berarti Nak Alam sudah siap menjadi se
orang Ahmadi?” Alam kebingungan. Maryam yang terkejut berseru memanggil ibunya.
Beberapa detik ruangan senyap, masing-masing menahan napas penuh ketegangan.
Madasari, 2012: 18
Berdasarkan kutipan 29 dan 30 digambarkan bahwa Alam merupakan seorang yang telah bekerja di salah satu perusahaan konstruksi di Jakarta. Ia
bertemu dengan Maryam di Jakrta, lalu menjalin hubungan dengan Maryam, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
perempuan Ahmadiyah. Saat ia bertemu dengan orangtua Maryam, Alam merasa bingung akan pernyataan ibu Maryam yang baru ditemui di rumah Maryam,
Lombok. Alam adalah seorang laki-laki yang tak bisa mengambil keputusan dengan
tepat. Seringkali ia mencari alasan untuk mempertemukan Maryam kepada keluarganya, yang ditakuti adalah orangtuanya akan memarahi dirinya bila
berhubungan dengan orang yang tak satu keyakinan dengannya. Hal tersebut seperti dalam kutipan berikut:
31 Alam masih ragu mengenalkan Maryam ke orangtuanya. Pikirnya, ia baru
akan mengenalkan kalau Maryam memang sudah pasti akan dinikahinya. Ia memilih menunda sampai keyakinan itu datang, daripada semuanya
berantakan setelah dikenalkan. Apalagi sejak pertemuan Alam dengan orangtua Maryam. Meskipun di depan Maryam ia selalu pura-pura tak
menjadikan semua itu persoalan, diam-diam ia memikirkannya dalam- dalam.
Madasari, 2012: 37
Berdasarkan kutipan 31 digambarkan bahwa Alam masih sedikit ragu- ragu memperkenalkan Maryam pada keluarganya. Ia tak ingin semuanya
berantakan untuk membawa Maryam ke ajaran agamanya yaitu menjadi Islam yang dinilainya sah oleh hukum dan negara.
Dari sedikit keraguannya, Alam berusaha memberanikan dirinya untuk memberitahukan latar belakang Maryam kepada orangtuanya tersebut. Alam
berusaha meyakinkan orangtuanya untuk bisa menerima Maryam yang ingin ia nikahi itu. Hal tersebut seperti dalam kutipan berikut:
32 Maka Alam memberanikan diri bercerita pada ibunya tentang latar
belakang Maryam. Tak bisa ia hanya diam, menyembunyikan apa yang sebenarnya diketahui dan pura-pura tak terjadi apa-apa. Bukan karena apa-
apa, tapi hanya ia tak bisa seperti itu. Sejak kecil begitulah Alam dibentuk PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ibunya. Tak akan ada satu keputusan pun ia ambil tanpa ibunya. Apalagi untuk urusan sebesar ini: soal jodoh dan pernikahan. Alam ingin
menceritakan semuanya, membuat ibunya paham dan mengerti, lalu sepenuh hati merestui rencananya menikahi Maryam.
Madasari, 2012: 38
Berdasarkan kutipan 32 digambarkan bahwa Alam masih meragukan dirinya menceritakan tentang Maryam kapada keluarganya. Saat ia sudah yakin,
ia pun menceritakan siapa sebenarnya Maryam itu. Ia berusaha membuat orangtuanya bisa mengerti dan merestui hubungannya bersama Maryam.
Alam menceraikan Maryam. Alam lebih mempercayai ibunya dibandingkan dengan Maryam istrinya yang selalu menjadi istri yang penurut
kepadanya, Maryam yang selalu menerima siksaan dari ibunya. Hal tersebut seperti dalam kutipan berikut:
33 Dari kisah yang paling lama hingga yang paling baru. Sambil ia sedikit
menyisipkan harapan, agar Alam mempertahankannya. Juga agar Alam bisa memahaminya setelah mendengar bagaimana selama ini Maryam
merasa begitu tertekan. Maryam diam-diam berdoa agar Alam mau menukar
perceraian dengan
keputusan besar
untuk kembali
mempertahankan pernikahan ini sesuai dengan yang diharapkan Maryam. Tapi ternyata Alam hanya diam.
Madasari, 2012: 128
Berdasarkan kutipan 33 digambarkan bahwa Alam benar-benar bukan merupakan seorang suami yang baik dan pengertian terhadap istrinya. Maryam
yang selalu tersiksa akan siksaan yang dilakukan oleh Alam dan keluarganya. Ia lepaskan Maryam begitu saja.
2.2.2.2 Tokoh dan Penokohan Ibu Alam