masih saja belum mengandung, baginya hal itu terjadi karena ia lahir dalam kesesatan dan penuh dosa.
3.2.1.2 Perbedaan antara Maryam dengan Alam
Perbedaan antara Maryam dan Alam disebabkan karena adanya perkelahian antara keduanya. Hal ini disebabkan karena ibu Alamlah yang
menjadi perusak dalam rumah tangga Maryam dan Alam. Keduanya pun mengakhiri rumah tangganya pada perceraian. Meskipun Maryam tak
menginginkan perceraian itu terjadi. Hal ini digambarkan dalam kutipan berikut: 3
Maryam semakin tersedu. Ia kecewa dengan kata-kata yang baru didengarnya. Ia ingin suaminya membelanya, memahami apa yang
menjadi ganjalannya. Maryam ingin sekali marah. Mengungkapkan semua yang ada di hatinya dengan suara tinggi agar suaminya benar-benar bisa
mengerti. Tapi Maryam benar-benar lelah. Ia hanya bisa berujar pelan, bahkan mirip bisikan.
Madasari, 2012: 124 4
Sambil ia sedikit menyisipkan harapan, agar Alam mempertahankannya. Juga agar Alam bisa memahaminya setelah mendengar bagaimana selama
ini merasa begitu tertekan. Maryam diam-diam berdoa agar Alam mau menukar
perceraian dengan
keputusan besar
untuk kembali
mempertahankan pernikahan ini sesuai dengan yang diharapkan Maryam. Tapi ternyata Alam hanya diam. Bahkan tak berkata apa-apa. Di ujung
percakapan, ia hanya berkata pelan, “Kalau memang itu yang kamu mau, ya bagaimana lagi.”
Madasari, 2012: 128
Berdasarkan kutipan 3 dan 4 terlihat jelas bahwa perbedaan antara Maryam dengan Alam menyebabkan keduanya berpisah. Tak ada pembelaan dari
sang suami kepadanya. Alam jauh lebih mempercayai ibunya dibandingkan Maryam, istrinya, yang selalu mendapatkan tuduhan serta hinaan dari ibu
mertuanya, sehingga membuat Maryam tak kuat lagi mempertahankan rumah tangganya dan ia memilih keluar dari rumah Alam dan menceraikan Alam.
3.2.1.3 Perbedaan antara Maryam dengan Gubernur
Perbedaan antara Maryam dengan Gubernur disebabkan karena kedatangan Maryam, Umar, dan Zulkhair yang bertemu dengan Gubernur.
Gubernur datang membawa kabar yang tak menyenangkan hati rakyatnya. Hal ini digambarkan dalam kutipan berikut:
5 “Maaf, Pak Gub, jadi bagaimana nasib kami yang di Transito ini? Kapan
bisa kembali ke rumah kami?” tanya Maryam. Ia memotong cerita Gubernur.
Gubernur mengernyitkan dahi. Raut mukanya mendadak berubah. Antara sedang berpikir dan merasa tak suka. Diam beberapa saat. Semua
bawahannya menunduk. Seolah sedang pura-pura tak mendengar apa yang ditanyakan Maryam. Baru saat Gubernur mengeluarkan suara, mereka
sama-sama mengangkat muka, memandnag ke arah Gubernur, berusaha menunjukkan benar-benar sedang mendengarkan.
“Saya ini harus bagaimana lagi,” kata Gubernur. “Sudah berkali-kali saya jelaskan, semua ini demi kebaikan bersama. Mau kembali ke sana
sekarang lalu ada kerusuhan?” tanyanya sambil menatap muka Maryam. “Tapi itu rumah kami, Pak. Bukankah kita punya hukum? Siapa yang
mengganggu dan siapa yang diganggu?” Maryam balik bertanya. Madasari, 2012: 248-249
Berdasarkan kutipan 5 terlihat jelas bahwa perbedaan antara Maryam dengan Gubernur menyebabkan perbedaan pandangan antara keduanya. Maryam
menginginkan bantuan pada Gubernur, namun tindakan Gubernur ini benar-benar tidak terbantu sama sekali. Yang ada, Gubernur sama sekali tak peduli pada orang-
orang Ahmadiyah yang diusir dari kampung halamannya sendiri, justru Gubernur ini menceritakan kebahagiaan sang Gubernur.
3.2.1.4 Perbedaan antara Maryam dengan Tuan Guru Ahmad Rizki