negara  dan  masyarakat  dari ketiadaan. Pada  tanggal 17 Agustus 1945 itu kita  sungguh tidak  mempunyai apa-apa    melainkan    rancangan Undang-undang    Dasar,  lagu
Indonesia Raya, Bendera Merah Putih, secarik kertas  proklamasi. Tetapi  pada  waktu  itu hidup  dalam  kalbu  kita,  -  hidup  betul-betul  suci  murni  dalam  kalbu    kita  semangat
Pancasila  Karena  itulah  kita  pada waktu  itu  ikhlas.  Karena  itulah  kita  pada  waktu  itu bersatu  dan  tidak  dengki  mendengki  seperti  sekarang.  Karena  itulah  kita  pada  waktu
itu sedia berkorban.” Moch. Said, 1961: 1568-1570.
Untaian  naskah  pidato  Bung  Karno  tersebut  di  atas  serasa masih   baru   kita dengarkan.   Apa   yang   disampaikan   dalam   pidato  tersebut  ternyata  masih  relevan,
masih  sesuai,  masih  cocok  dengan kondisi  bangsa  kita  di  hari-hari  ini.  Bangsa  kita hari-hari  ini  dan  ke  depan  masih  membutuhkan  semangat keikhlasan,  pengorbanan,
pembangunan,  dan  semangat  Pancasila.  Kondisi  persoalan  bangsa  di tahun-tahun belakangan    ini    begitu    banyak,    terasa    sesak    berdesak-  desak  ingin  dipecahkan.
Tetapi  persoalan  kemarin  belum  dapat  diatasi, ternyata  telah  muncul  berpuluh-puluh persoalan  baru  yang  lebih  rumit dan   susah   dipecahkan. Sebuah contoh kasus adalah
persoalan kemiskinan  yang  tak  habis-habisnya  mendera  masyarakat  kita.  Segala usaha telah  dilakukan  tetapi  belum  membuahkan  hasil,  bahkan  akhir-  akhir  ini  muncul
persoalan  penyakit busung  lapar di berbagai  daerah. Akan bangsa  ini  berputus  asa  dan tenggelam  dalam permasalahan? Tentu tidak, sebab sebenarnya tiada masalah yang tak
dapat  dipecahkan.  Permasalahannya,  untuk  memecahkan  masalah  itu  dibutuhkan semangat    keikhlasan,    pengorbanan,    pembangunan,    dan  semangat  Pancasila  yang
akhir-akhir ini mulai meluntur.
6.   Jiwa Merdeka Nasional
Jiwa    merdeka    nasional    berarti    tidak   mau    dihinggapi   oleh  penjajahan sedikit  pun  juga.  Caranya  adalah  dengan  memiliki  rasa percaya  diri  dan  kemampuan
berdiri  sendiri  di  atas  kekuatan  sendiri  Jiwa    yang    merdeka    tidak    tergantung    dari sesuatu    di    luar    dirinya,  tentunya    kecuali    tidak    terhindarkan.    Misalnya,    kita
membeli   baju karena  tidak   bisa  membuat  sendiri,  tetapi   toh  kita  membeli   dengan uang    sendiri   dari    hasil    jerih   payah    sendiri.    Hal itu jelas   bukan ketergantungan
yang  dimaksud.  Sikap  tergantung  adalah  tidak  mampu  berbuat  sesuatu  kecuali  atas bantuan  dan  kemauan  orang    lain.  Jadi  dengan  demikian,    jiwa  merdeka  nasional
adalah  jiwa   kemandirian   di   dalam   kehidupan nasional,  tidak  tergantung  semata- mata  dari  bantuan  dan  kehendak  pihak  asing.  Sebab,  ketergantungan  terhadap
bangsa  atau  negara  lain  itu  secara  langsung  atau  tidak  langsung  merupakan  bentuk penjajahan terhadap bangsa kita. Jiwa yang merdeka adalah jiwa yang punya kebebasan
untuk berekspresi,   untuk   menyatakan   apa   yang   ada   dalam   pikiran   dan kemauan kita.  Kebebasan  berekspresi  merupakan  hak  asasi  manusia  yang    dilindungi    oleh
konstitusi   dan  peraturan   perundang-undangan. Jiwa  yang  merdeka  itulah  salah  satu hakikat  dari  makna  proklamasi kemerdekaan.   Sebagaimana   dikemukakan   oleh   Bung
Karno    pada  pidato  peringatan  hari    proklamasi  tanggal  17  Agustus  1951  sebagai berikut ini. Kembali  saya bertanya: apa sebab masih ada perbedaan begitu besar  antara
harapan  dan  kenyataan,  antara  idealitas  dan  realitas....  Ah,  saudara-saudara,  mau tidak  mau  saya  ingat  kembali  kepada  waktu  kita  masih   baru  di  dalam  revolusi  baca
perjuangan,  pen..  Ah,  pada waktu  itu  tidak  ada  sesuatu  hal  yang  kita  rasakan  terlalu tinggi.  Apa  yang    tidak    kita    laksanakan    waktu    itu?    ....    Suatu    benteng    raksasa
kolonial  yang  tersusun  maha  kuat  tida  ratus  lima  puluh  tahun  lamanya, kita  gugurkan dalam  tempo  beberapa  hari.  Suatu  tentara  besar  yang sudah   dilucuti   Jepang   pada
tanggal    18    Agustus,    kita    bangunkan  kembali  dalam  tempo  beberapa  minggu. Tantangan-tantangan  mahabesar  yang  datangnya  kadang-kadang...  hendak  menerkam
kita  kita  atasi  dalam  beberapa  hari....  Sebab  pada  waktu  itu  kita  tidak  menghitung dengan  tahun,  tidak  dengan  bulan,  tidak  dengan  pekan,  tetapi  dengan  hari.  Dan
sekarang?  Dimana-mana  tampak  kelesuan.  Dimana-mana tampak ketidakpuasan, tetapi
298
MODUL PLPG 2014 | PENDALAMAN MATERI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
tanpa   pikiran   positif.   Dimana-mana seperti  tidak  ada  idealisme  lagi.  Dimana-mana kepentingan    sendiri  menjadi  dewa  yang  melambai.  pada  mula-mula  revolusi,
bersemayamlah  di  dalam  dada  kita  jiwa  proklamasi  17  Agustus  1945....  Dapatkah  kita kembali  kepada  jiwa  proklamasi  itu?  Kembali  kepada  sari-intinya  yang  sejati,  yaitu
pertama  jiwa  merdeka  nasional  yaitu  tak  mau  dihinggapi  oleh  penjajahan  sedikit pun jua,....” Moch. Said, 1961: 1597.
7. Sumber Hukum Nasional dan Internasional