Indonesia misalnya, budaya politiknya belum banyak berubah dari waktu ke waktu, akan tetapi system politiknya telah berkali-kali mengalami perubahan, yaitu dari system
politik Demokrasi Liberal ke sistem politik Demokrasi Terpimpin, dan kemudian Demokrasi Pancasila.Sebaliknya Amerika Serikat, Inggris, dan negara-negara
persemakmuran, walaupun mereka memiliki budaya politik yang relative sama, akan tetapi system politiknya berbeda satu sama lain.
2. Klasifikasi Budaya Politik
Budaya politik senantiasa mengalami pergeseran seiring dengan perkembangan masyarakatnya. Ketika masyarakat menjadi semakin maju dan modern, budaya
politiknyapun akan bergeser ke arah yang lebih maju dan modern pula. Sejalan
dengan tingkat perkembangan masyarakat, budaya politik dapat dibedakan dalam 3 tiga tingkatan yaitu:
a. Tingkatan kognitif, adalah tingkatan budaya politik dimana suatu masyarakat hanya memiliki pengetahuan saja tentang system politiknya, tanpa memiliki perasaan maupun
penghayatan tertentu terhadap sistem politik tersebut. b. Tingkatan afektif adalah tingkatan budaya politik dimana suatu masyarakat tidak hanya
memiliki pengetahuan tetapi juga mempunyai perasaan dan penghayatan tertentu terhadap sistem politiknya.
c. Tingkatan evaluative adalah tingkatan budaya politik dimana masyarakat telah mampu memberikan penilaian terhadap sistem politik yang dimilikinya. Hal itu berarti
bahwa masyarakat bukan sekedar mengetahui dan mampu menghayati hal-hal apa yang terdapat dalam sistem politiknya, akan tetapi jug mampu mengapresiasi dan
menimbang mana yang dianggap baik dan mana yang kurang baik. Morton R. Davies and Vaughan A. Lewis dalam bukunya “Model of Political Syistem” mengklasifikasikan
budaya politik sebagai berikut: a. Budaya Politik Parokial Parochial Political Culture
b. Budaya Politik Kaula Subject Political Culture c. Budaya Politik Partisipan Participant Political Culture
Budaya politik parokial terdapat pada masyarakat yang masih tradisional, yang antara lain ditandai adanya spesialisasi dalam masyarakat yang sangat kecil, diferensiasi
terbatas, orientasi politik sempit dari warga masyarakat, dan aktor politik sekaligus menjalankan berbagai peran yang lain.Belum terspesialisasinya masyarakat serta
diferensi yang terbatas, maka kehidupan masyarakat menampakkan keadaan yang relatif homogen dan tidak banyak diwarnai perbedaan-perbedaan. Orientasi masyarakat hanya
ditujukan pada obyek kehidupan yang ada di sekitarnya, dan belum memiliki cakrawala atau pandangan tentang obyek-obyek dalam jangkauan yang lebih luas. Warga
masyarakat yang ditokohkan biasanya membawakan banyak peran, dan menjadi panutan dalam berbagai hal. Seorang tokoh agama misalnya, tidak hanya menjadi panutan dalam
kehidupan keagamaan, akan tetapi juga dalam kehidupan politik dan kehidupan lainnya. Dalam masyarakat dengan budaya politik yang demikian masyarakat tidak menaruh
harapan sama sekali terhadap sistem politiknya. Masyarakat menganggap masalah politik sebagai masalah yang menjadi urusan pemerintah, sedangkan bagi mereka sendiri yang
penting dapat menikmati kehidupan yang aman, tenteram, terpenuhi kebutuhan hidupnya dengan baik. Secara politis dengan cara apa kondisi yang demikian dapat terwujud, itu
dianggap sebagai urusan pemerintah.
Budaya politik kaula terdapat dalam masyarakat yang sudah beranjak maju dari kehidupan yang tradisional. Dalam budaya politik politik yang demikian warga masyarakat
telah memiliki perhatian dan kesadaran di bidang politik, namun terutama baru ditujukan pada segi output. Masyarakat telah memiliki harapan-harapan tertentu dari sistem
politiknya, akan tetapi harapan itu hanya diarahkan pada terwujunya kebijakan pemerintah yang dianggap baik. Masyarakat kerasa hanya bisa menerima output tanpa dapat
MODUL PLPG 2014 | PENDALAMAN MATERI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
402
mempengaruhi atau mengubah system. Oleh karena itu masyarakat menyerah pada kebijaksanaan dan keputusan dari pemegang kekuasaan.
Budaya politik partisipan terdapat dalam masyarakat yang sudah maju dan modern. Dalam budaya politik yang demikian setiap orang menganggap dirinya dan orang lain
sebagai anggota aktif dalam kehidupan poltik. Setiap orang sadar akan hak dan kewajibantanggung jawabnya, dan setiap orang dapat memberikan penilaian secara
menyeluruh atas system politiknya. Masyarakat dengan budaya politik partisipan memiliki orientasi terhadap system politik dalam keseluruhannya, baik menyangkut segi input,
proses, dan output. Kepada masyarakat tidak cukup hanya disodorkan kebijakan pemerintah yang dianggap baik, akan tetapi masih harus ditunjukkan bahwa kebijakan
semacam itu memang sesuai dengan aspirasi masyarakat, dan diproses melalui cara-cara yang demokratis. Masyarakat tidak ingin hanya menerima begitu saja kebijakan
pemerintah, akan tetapi lebih dari itu menuntut dilibatkan dalam proses politik untuk menghasilkan kebijakan tersebut.
3. Budaya Politik Indonesia