Faktor demografi LANDASAN TEORI

terdiri dari time-based confllict, strain-based conflict dan behavior-based conflict Greenhaus Beutell, 1985 . Work-family conflict dapat dipengaruhi oleh work stressor dan perceived organizational support Foley et al., 2005. Work stressor merupakan kondisi yang tidak menyenangkan yang biasa dialami seseorang, akibat adanya tuntutan pekerjaan dan organisasi sehingga membuat seseorang yang mengalaminya merasa tertekan baik secara fisik maupun psikologis. Adapun beberapa dimensi work stressor yang dapat mempengaruhi work-family conflict terdiri dari role conflict, role ambiguity dan role overload Kahn et al., 1964. Selain itu, beberapa peneliti menyebutkan bahwa kurangnya perceived organizational support dapat menyebabkan seseorang mengalami work-family conflict. Perceived organizational support merupakan sejauh mana persepsi karyawan terhadap organisasi atau perusahaannya dalam hal memberi dukungan, kepedulian dan menghargai setiap kinerja yang dikeluarkan oleh karyawan untuk perusahaan. Jika seorang karyawan telah merasakan adanya dukungan dari organisasi, maka ini akan membuat karyawan merasa nyaman dan merasa lebih dihargai keberadaannya di organisasi tersebut Rhoades Eisenberger, 2002. Sehingga menciptakan efek yang positif bagi lingkungan kerja dan karyawan. Namun, jika hal ini tidak dirasakan oleh karyawan, maka akan menciptakan rasa tidak nyaman dalam menjalankan tugas, selalu merasa tidak puas dalam bekerja sehingga hal ini dapat menyebabkan work-family conflict. Work stressor memiliki beberapa dimensi yang diketahui dapat mempengaruhi work-family conflict. Pertama ialah role conflict, dimana role conflict biasanya terjadi karena adanya tuntutan dari banyak sumber yang menyebabkan karyawan menjadi kesulitan dalam menentukan tuntutan apa yang harus dipenuhi tanpa mengabaikan tuntutan lain. Seperti halnya individu yang mengalami role conflict yang tinggi di tempat kerjanya karena terlalu banyak menggunakan sumber daya yang dimilikinya untuk pekerjaannya dan menyisakan sedikit sumber dayanya untuk memenuhi peran keluarganya. Sehingga kondisi seperti inilah yang dapat memicu timbulnya ketidak-seimbangan antara dua tuntutan peran yang berbeda atau yang biasa disebut dengan work-family conflict. Banyaknya individu yang mengalami role conflict dilaporkan mengalami work- family conflict, oleh karena itu bisa diartikan bahwa semakin tinggi role conflict maka akan semakin tinggi pula work-family conflict yang dirasakan. Selanjutnya, selain role conflict terdapat role ambiguity. Role ambiguity merupakan penentu yang paling penting dalam memicu terjadinya work-family conflict. Individu yang mengalami role ambiguity ini biasanya mengalami ketidak-puasan dalam bekerja, kecemasan serta kurang efektif dalam melakukan segala sesuatu. Dimana disebutkan bahwa role ambiguity ini dapat terjadi ketika seseorang tidak menerima kejelasan informasi mengenai pekerjaan, tugas serta wewenang yang dimilikinya dan hal ini akan menimbulkan perasaan tertekan dalam diri individu yang dapat memicu terjadinya stress. Seperti diketahui bahwa stres merupakan salah satu penyebab utama munculnya work-family conflict. Role ambiguity ini terjadi karena adanya tekanan yang terjadi pada salah satu peran sehingga mempengaruhi kinerja peran lainnya dan keadaan ini termasuk dalam dimensi strain-based conflict dalam variabel work-family conflict Greenhaus Beutell, 1985. Selanjutnya adalah role overload. Dimana role overload ini merupakan gambaran dari persepsi karyawan tentang pekerjaannya yang terlalu banyak dan harus diselesaikan dalam waktu yang singkat. Individu yang merasa bahwa beban pekerjaannya terlalu banyak dan berat untuk di selesaikan, maka akan mengalami kelelahan dan kelelahan inilah yang nantinya akan menimbulkan dampak negatif bagi individu, salah satunya adalah kurangnya motivasi untuk merespon tuntutan dari peran lainnya seperti peran keluarga. Terbukti dengan adanya beberapa penelitian yang menyebutkan bahwa role overload memiliki pengaruh positif terhadap work-family conflict, hal ini terjadi karena role overload merupakan salah satu prediktor utama penyebab terjadinya work-family conflict pada individu. Selain itu, adanya perceived organizational support dapat membantu meminimalisir terjadinya work-family conflict, namun sebaliknya jika kurangnya perceived organizational support yang dirasakan individu maka hal ini akan menimbulkan work-family conflict. Terdapat tiga dimensi dari perceived organizational support, yang pertama ialah fairness. Fairness ini mengacu pada sejauh mana karyawan merasa diperlakukan adil oleh organisasinya Rhoades Eisenberger, 2002. Adanya hubungan interaktif yang terjadi antara fairness dengan work-family conflict membuat individu menganggap bahwa terjadinya work-family conflict yang dialaminya merupakan hasil dari adanya umpan balik negatif dari perusahaan, seperti perlakuan yang tidak adil dan kurangnya pegakuan terhadap dirinya. Oleh karena itu, dapat dijelaskan bahwa semakin