Kerangka berpikir LANDASAN TEORI
dimensi strain-based conflict dalam variabel work-family conflict Greenhaus Beutell, 1985.
Selanjutnya adalah role overload. Dimana role overload ini merupakan gambaran dari persepsi karyawan tentang pekerjaannya yang terlalu banyak dan
harus diselesaikan dalam waktu yang singkat. Individu yang merasa bahwa beban pekerjaannya terlalu banyak dan berat untuk di selesaikan, maka akan mengalami
kelelahan dan kelelahan inilah yang nantinya akan menimbulkan dampak negatif bagi individu, salah satunya adalah kurangnya motivasi untuk merespon tuntutan
dari peran lainnya seperti peran keluarga. Terbukti dengan adanya beberapa penelitian yang menyebutkan bahwa role overload memiliki pengaruh positif
terhadap work-family conflict, hal ini terjadi karena role overload merupakan salah satu prediktor utama penyebab terjadinya work-family conflict pada individu.
Selain itu, adanya perceived organizational support dapat membantu meminimalisir terjadinya work-family conflict, namun sebaliknya jika kurangnya
perceived organizational support yang dirasakan individu maka hal ini akan menimbulkan work-family conflict. Terdapat tiga dimensi dari perceived
organizational support, yang pertama ialah fairness. Fairness ini mengacu pada sejauh mana karyawan merasa diperlakukan adil oleh organisasinya Rhoades
Eisenberger, 2002. Adanya hubungan interaktif yang terjadi antara fairness dengan work-family conflict membuat individu menganggap bahwa terjadinya
work-family conflict yang dialaminya merupakan hasil dari adanya umpan balik negatif dari perusahaan, seperti perlakuan yang tidak adil dan kurangnya
pegakuan terhadap dirinya. Oleh karena itu, dapat dijelaskan bahwa semakin
rendahnya fairness yang dirasakan individu maka akan semakin tinggi work- family conflict yang dirasakannya.
Begitu juga dengan pentingnya supervisor support. Supervisor support merupakan seberapa jauh seorang supervisor menghargai, menilai kontribusi
karyawan, bertanggung jawab dan peduli terhadap nasib karyawan Rhoades Eisenberger, 2002. Keadaan ini merupakan salah satu suatu upaya untuk
mempererat dan menciptakan keharmonisasian antara karyawan dengan supervisor-nya dalam sebuah perusahaan. Oleh karena itu, dengan adanya
dukungan supervisor ini akan membuat individu lebih merasa dihargai sebagai karyawan. Sehingga kondisi ini akan menciptakan suasana yang nyaman bagi
karyawan dalam bekerja dan mampu megurangi perasaan tertekan yang menyebabkan work-family conflict.
Selain itu, organizational reward and job condition juga memiiki peran penting terhadap work-family conflict. Adanya organizational reward and job
condition mengacu pada sejauh mana individu merasa bahwa dirinya berhak mendapatkan penghargaan dari apa yang dikerjakannya, seperi gaji, reward dll
Rhoades Eisenberger, 2002. Selain itu, kondisi organisasi juga berpengaruh terhadap work-family conflict. Kondisi organisasi yang lebih besar lebih dapat
menghargai individu dengan beberapa kebijakannya seperti adanya hari libur sesuai dengan pemerintah, adanya cuti sakit, serta adanya alternatif dalam
pegaturan jadwal kerja dll. Selain itu, individu yang berada pada kondisi kerja seperti itu akan mendapatkan keuntungan dari kebijakan tersebut. Dimana
kebijakan ini merupakan salah satu cara yang efektif dalam mengurangi work-
family conflict yang dirasakan individu. Hal ini akan berbanding terbalik, ketika suatu organisasi sudah tidak produktif serta tidak mampu memberikan keutungan
bagi karyawannya maka hal ini dapat menimbulkan permasalahan baru bagi karyawan yang dapat terbawa kelingkungan keluarga dan hal ini akan
menyebabkan work-family conflict. Selain itu, variabel demografi seperti usia, pendidikan dan masa kerja
karyawan juga menjadi faktor yang mempengaruhi work-family conflict, karena terdapat pandangan bahwa karyawan yang memiliki usia lebih muda cenderung
mengalami work-family conflict dibandingkan dengan karyawan yang berusia lebih tua Mjoli et al., 2013. Begitu pula dengan pendidikan yang disebutkan
bahwa tinggi rendahnya pendidikan karyawan dapat memicu timbulnya work- family conflict, menurut beberapa ahli menyebutkan bahwa seseorang yang
memiliki status pendidikan lebih tinggi dianggap lebih mampu mangatur tuntutan pekerjaan dan urusan keluarga, namun tidak dengan individu yang berstatus
pendidikan rendah Razak et al., 2011. Variabel demografi yang terakhir ialah masa kerja karyawan, beberapa penelitian menyebutkan bahwa karyawan yang
memiliki masa kerja sebentar cenderung mengalami work-family conflict jika dibandingkan karyawan yang bekerja sudah lama bekerja La Brooy, 2013. Hal
ini dikarenakan, karyawan dengan masa kerja yang lama sudah memiliki strategi untuk mengatasi dan meminimalisir work-family conflict yang terjadi padanya
Anafarta Kuruuzum, 2012. Berdasarkan uraian diatas, maka kerangka penelitian dapat dirumuskan
dalam bentuk skema sebagai berikut:
Gambar 2.1 Kerangka berpikir Demografi
Perceived organizational
support
Masa kerja Pendidikan
Usia Organizational
reward job condition
Supervisory support
Fairness Work stressor
Role conflict Role ambiguity
Role overload
Work-family conflict