Supervisor support Organizational rewards and job conditions

memberi respon terhadap pernyataan mengenai perlakuan organisasi dalam menghargai konstribusi mereka, baik dalam situasi yang ideal maupun dalam keadaan yang berbeda.

2.4 Faktor demografi

Faktor demografi merupakan faktor kependudukan yang menunjukan keadaan dan karakter penduduk, diantaranya adalah usia, jenis kelamin, status pernikahan, tingkat pendidikan dan masa kerja Sule, 2002. Faktor demografi yang digunakan dalam beberapa penelitian mengenai work-family conflict sangatlah bervariasi. Seperti penelitian Foley et.al.,2005 yang melaporkan bahwa gender dan usia memiliki pengaruh terhadap work-family conflict. Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan Abdulqadeer 2005 faktor demografi terdiri dari usia, pendidikan, masa kerja dan status pernikahan. Berdasarkan beberapa jurnal yang telah disebutkan sebelumnya, maka faktor demografi yang akan digunakan dalam penelitian ini ialah, usia, pendidikan serta masa kerja karyawan. Secara khusus, para peneliti mengamati bahwa, dalam tahap awal karir, individu sering bersedia mengorbankan kehidupan pribadi mereka demi kepentingan kemajuan karir mereka. Namun, sebagai individu yang hidup pada zaman sekarang, usia tahap kematangan karir, individu telah menemukan cara untuk menempatkan penekanan lebih besar pada keseimbangan antara bekerja dan keluarga dibandingkan ketika menilai karirnya. Dengan demikian, karena prioritas yang lebih besar bahwa individu memberikan kepada mereka peran keluarga dengan bertambahnya usia mereka, maka kepuasan terhadap karir bagi individu yang lebih tua akan memiliki pengaruh yang negatif terhadap konflik kerja- keluarga dari pada individu yang lebih muda. Menurut Malone 2011 usia ibu yang bekerja dapat mempengaruhi persepsi-nya terhadap work-family conflict. hal ini didukung oleh sebuah penelitian yang dilakukan Mjoli et al. 2013 mengenai demographic determinants of work-family conflict among female factory workers in South Africa, yang menunjukan bahwa usia memiliki pengaruh yang positif terhadap work-family conflict. Menurutnya, semakin bertambah usia seseorang, maka perhatian terhadap keluarga akan bertambah, sehingga kepuasan terhadap karir akan lebih menurun. Selanjutnya ialah pendidikan, dimana pendidikan merupakan hal yang kompleks dan sangat penting untuk diperhitungkan, mengingat tingkat pendidikan seseorang mampu mengukur kemampuan seseorang dalam mengelola tuntutan pekerjaan dan urusan keluarga. Beek Bloemberg, 2011. Pernyataan ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Razak et al. 2011 semakin rendah pendidikan seseorang maka akan semakin tinggi work-family conflict. yang dirasakannya, kondisi ini dikarenakan individu yang memiliki pendidikan yang tinggi diharapkan dapat mencegah atau meminimalisir terjadinya work-family conflict pada dirinya sehingga, dapat dikatakan bahwa semakin tinggi pendidikan yang dimiliki individu, maka akan semakin rendah pula work-family conflict yang dialami individu Malone,2011. Begitu pula dengan masa kerja, seperti diketahui bahwa masa kerja karyawan memiliki dampak terhadap work-family conflict Adalikwu, 2013. Masa kerja yang dirasakan baik wanita maupun pria dianggap dapat membantu mengatasi tuntutan pekerjaan tanpa dipengaruhi tanggung jawab keluarga Cinamon Rich, 2005. Hal ini didukung oleh penelitian dari La Brooy 2013 yang menyebutkan bahwa masa kerja karyawan mempengaruhi work- family conflict. kondisi ini terjadi karena, dengan adanya pengalaman dan kompetensi yang diperoleh selama menjadi karyawan, diharapkan dapat mengembangkan strategi formal dan informal untuk mengatasi masalah yang diciptakan oleh work-family conflict WFC dan family-work conflict FWC. Oleh karena itu, semakin lamanya individu bekerja pada sebuah perusahaan, maka individu semakin mampu dalam mengatasi atau meminimalisir terjadinya work- family conflict pada dirinya Anafarta Kuruuzum, 2012.

2.5 Kerangka berpikir

Work-family conflict merupakan kondisi yang dirasakan seseorang disaat salah satu peran pekerjaan atau kelarga mengganggu peran yang lainnya yaitu keluarga atau pekerjaan Greenhaus Beutell, 1985. Biasanya hal ini terjadi pada wanita yang sudah memiliki keluarga dan memiliki anak, karena pada kondisi seperti ini wanita mengalami kesulitan karena harus menjalankan kedua perannya baik sebagai ibu rumah tangga atau sebagai karyawan ditempat kerjanya. Keadaan seperti ini disebabkan oleh adanya work stressor dan kurangnya perceived organizational support yang dialami karyawan Foley et al., 2005. Jika dibiarkan maka kondisi seperti ini, tentu dapat menghambat segala aktivitasnnya sebagai ibu dan pekerja. Adapun dimensi-dimensi work-family conflict yang