68 maupun masyarakat dapat menjadi saksi atas proses dialog, sehingga kasus
tersebut benar-benar dapat memuaskan berbagai pihak. Bagi pelaku, hal ini dapat memulihkan ”kesalahan” yang dilakukannya manakala masyarakat yang telah
terpuaskan rasa keadilannya tidak memberi stigma negatif kepada pelaku karena pelaku telah mempertanggungjawabkan perbuatannya kepada korban. Bagi aparat
penegak hukum, proses seperti ini tentu lebih efektif dilakukan daripada melalui suatu proses peradilan formal yang ”menambah” pekerjaan dan membebani
anggaran. Sampai dengan saat ini, FMPA Kelurahan Pasanggrahan telah berupaya
untuk melakukan dialog yang baik antara beberapa pihak terkait. Beberapa kasus kenakalan anak yang terjadi di kelurahan ini yang tidak sempat dilakukan dialog
dan ditangani oleh aparat penegak hukum, lebih disebabkan oleh belum tahunya korban terhadap keberadaan FMPA, sehingga tidak menyerahkan kasusnya
kepada FMPA tetapi melaporkannya kepada aparat penegak hukum. Hal ini menyiratkan bahwa FMPA perlu lebih mensosialisasikan kegiatan-kegiatannya
dalam penanganan anak nakal di Kelurahan Pasanggrahan melalui berbagai kelembagaan yang ada dalam masyarakat.
5.2.3. Proses Relationship Building
Membangun kembali hubungan yang baik antara pelaku dengan korban perlu dilakukan. Hal ini karena seringkali pelaku dan korban bertempat tinggal di
lokasi yang berdekatan, atau sebenarnya merupakan teman main maupun teman sekolah. Seperti yang diungkapkan oleh Ketua RW 14 berikut ini :
”Kasus pemukulan yang dilakukan oleh De terhadap An yang menyebabkan An luka lebam, dan setelah mereka diselesaikan lewat
forum, malah sekarang ini mereka jadi bersahabat dan sering bermain bersama, malahan orang tua korban pernah menawarkan kepada De
untuk sekolah kembali dengan biaya ditanggung oleh orang tua korban, tetapi sayang sekali De tidak mempunyai minat lagi untuk sekolah dengan
alasan malu sudah terlalu tua dibanding anak yang lainnya.”
69 Hal tersebut memperlihatkan bahwa setelah permasalahannya ditangani
oleh forum, ternyata telah terbangun proses hubungan yang lebih dekat dan bersifat kekeluargaan diantara keluarga pelaku dan keluarga korban. Pihak korban
yang tadinya merasa kesal, setelah mengetahui keadaan yang sebenarnya pihak korban dan keluarganya malahan menjadi empati, demikian juga pelaku yang
pada awalnya merasa sering terhina oleh korban, setelah proses musyawarah, timbul perasaan yang lebih dekat dan mau bersahabat dengan korban.
Selain terjadinya pemulihan hubungan antara korban dan pelaku, ternyata juga terjadi hubungan yang lebih positif diantara keluarga kedua belah pihak, hal
ini dikemukakan oleh salah satu dari orang tua korban kasus pencurian besi sebagai berikut :
”Seminggu setelah kejadian, saya mendatangi rumah Ketua RW dan meminta tolong untuk mengantarkan saya ke keluarga pelaku,
ternyata setelah sampai dilokasi rumahnya, saya kaget melihat kondisi rumahnya yang sudah reyot dan mau rubuh. Saat itu kedua
orang tuanya sedang tidak berada dirumah, yang ada hanya pelaku bersama dengan adiknya yang masih berusia 4 tahun, ketika saya
tanya kepada pelaku, kamu berdua sudah makan? Dia menjawab belum pak, bapak dan ibu saya belum pulang kerja sebagai
pemulung, biasanya mereka pulang setelah magri, saya jadi iba kemudian saya berikan uang sekedar untuk makan hari itu”
Empati bagi pihak korban ternyata tidak hanya sampai disitu saja, beberapa hari kemudian orang tua dari korban kembali mendatangi rumah tersebut
seperti dituturkan oleh kedua orang tua pelaku sebagai berikut : ”Saya malu sama bapak In yang begitu baik sama kami sekeluarga.
Malam hari Bapak In datang ke rumah saya dan membawa beras satu karung berikut minyak goreng dan mie rebus satu dus, juga membawa
kain sarung dan pakaian sebanyak lima potong, pakaiannya masih bagus- bagus lagi, Anak-anak dengan senang hati memakainya. Tidak hanya itu,
beliau juga menawarkan kepada anak saya kalau mau sekolah lagi di SMP, sekolah saja, tetapi setelah ditanya anak saya tidak berminat lagi
sekolah karena sudah ketuaan, malu sama yang lain katanya. Atas niat baik dari beliau saya sangat bersyukur, mudah-mudahan beliau diberi
rizki yang banyak dan dipanjangkan umurnya”
70 Terjalinnya hubungan yang baik antara keluarga korban dengan keluarga
pelaku, tidak terlepas dari fungsi dan peranan FMPA sebagai mediator. Pada saat proses musyawarah dilakukan, anggota FMPA berupaya untuk membangun
kembali hubungan yang baik antara pelaku, korban, maupun masyarakat sekitarnya. Prinsip-prinsip non diskriminasi; yang terbaik bagi anak; hak hidup,
kelangsungan hidup, dan perkembangan anak; serta penghargaan terhadap pendapat anak; mendapatkan perhatian yang cukup serius bagi FMPA. Hal ini
seperti dikemukakan oleh Ketua FMPA Bapak Adi sebagai berikut : ”Senakal-nakalnya anak harus diupayakan proses perubahan perilaku
dengan cara-cara yang baik, tidak harus melalui ”hukuman” peradilan formal, salah satunya adalah membangun kembali hubungan yang baik
antara pelaku dengan korban, menumbuhkan kepercayaan diri keduanya untuk dapat berinteraksi kembali dalam suasana yang damai
dan menenteramkan”
Sampai dengan saat ini, FMPA telah menjalankan proses relationship building
karena dalam beberapa kasus, pelaku dan korban menjalin hubungan yang erat pasca musyawarah pemulihan.
5.2.4. Proses Pemulihan dan Ganti Rugi