Restorative Justice sebagai Model Penanganan Kenakalan Anak

9 dapat menerima dan mendukung kehadiran dan permasalahan anak nakal. Disamping itu, pekerja sosial memotivasi anak untuk menerima dan hidup bersama lingkungannya. Bimbingan sosial masyarakat merupakan metode yang bersifat komprehensif yang diarahkan pada pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan partisipatoris untuk mempersatukan seluruh segmen masyarakat dalam penanganan permasalahan anak.

2.3. Restorative Justice sebagai Model Penanganan Kenakalan Anak

Restorative justice adalah sebuah gerakan perubahan yang baru dalam bidang viktimologi dan kriminologi. Konsep ini mengakui bahwa kejahatan dapat menyebabkan penderitaan bagi masyarakat dan komunitas, maka sangat diperlukan sekali untuk melakukan perbaikan keadilan bagi yang menderita akibat kejahatan dan pada prosesnya masyarakat pun dilibatkan. Program ini memungkinkan korban, pelaku dan komunitas dapat terlihat langsung dalam merespon kejahatan, proses pemulihan yang melibatkan semua pihak adalah dasar untuk mencapai hasil yang memulihkan bagi anak. Kelompok Kerja Peradilan Pidana Anak perserikatan Bangsa-Bansa PBB yang dikutip oleh Melani 2006 mendefinisikan restorative justice sebagai suatu proses semua pihak yang berhubungan dengan tindak pidana tertentu, duduk bersama-sama untuk memecahkan masalah dan memikirkan bagaimana mengatasi akibat dimasa yang akan datang”. Menurut Tony Marshal yang dikutip oleh Hidayat 2005 restorative justice adalah proses yang melibatkan semua pihak pada kejahatan, khususnya untuk memecahkan secara bersama-sama begaimana mengatasi akibat dari suatu kejahatan dan implikasinya di masa mendatang Kevin I Minor and J.T. Morrison yang dikutip oleh Hidayat 2005 restorative justice dapat didefinisikan sebagai respon terhadap perilaku kriminal dengan memulihkan kerugian yang dialami oleh korban kejahatan dan untuk memfasilitasi perdamaian dan kesentosaan di antara kelompok yang menentang. Daly dan Immarigeon menyebutkan bahwa : 10 ” Over the last two decades, ‘Restorative Justice’ has emerged in varied guises with different names, and in many countries; it has sprung from sites of activism, academia and justice system workplaces. The concept may refer to an alternative process for resolving disputes, to alternative sanctioning options, or to a distinctively different, new model of criminal justice organized around principles of restoration to victims, offenders and the communities in which they live. It may refer to diversion from formal court processes, to actions taken in parallel with court decisions, and to meetings between offenders and victims at any stage of the criminal process. Daly and Immarigeon, 1998 Daly dan Immarigeon menyebutkan bahwa : ” Over the last two decades, ‘Restorative Justice’ has emerged in varied guises with different names, and in many countries; it has sprung from sites of activism, academia and justice system workplaces. The concept may refer to an alternative process for resolving disputes, to alternative sanctioning options, or to a distinctively different, new model of criminal justice organized around principles of restoration to victims, offenders and the communities in which they live. It may refer to diversion from formal court processes, to actions taken in parallel with court decisions, and to meetings between offenders and victims at any stage of the criminal process. Daly and Immarigeon, 1998 Menurut Daly dan Immarigeon bahwa restorative justice telah mulai bermunculan di beberapa negara dengan nama yang berbeda. Konsep dasarnya adalah adanya proses alternatif untuk memecahkan permasalahan dan menghindari penghukuman lewat peradilan pidana dengan menerapkan bentuk diversi pengalihan bentuk hukuman dan menghindari proses peradilan formal. Menurut Lois Presser dan Patricia Van Voorhis 2008 bahwa dalam Proses restorative justice ada tiga hal yang harus ditempuh yaitu : 1. Family Group Cenference FGC yaitu adanya musyawarah dalam keluarga untuk membahas permasalahan antara pihak korban dengan pelaku 2. Victim Offender Mediation VOM yaitu adanya mediasi antara pelaku dengan pihak korban yang difasilitasi oleh mediator. Yang menjadi mediator adalah sukarelawan dari masyarakat Volunter 11 3. Peacemaking and sentencing circles yaitu tercapainya terbangunnya proses perdamaian antara pelaku tindak kejahatan dengan pihak korban dan masyarakat Selanjutnya Lois Presser dan Patricia Van Voorhis 2008 menyebutkan bahwa dari ketiga bentuk yang tersebut di atas harus mengandung unsur-unsur : 1. Adanya dialog, yang terlibat dalam dialog adalah pihak korban dan pelaku, korban dan aparat penegak hukum, korban dan anggota masyarakat dan antara pelaku dengan anggota masyarakat serta pihak-pihak lain yang dibutuhkan 2. Relationship building membangun hubungan antara pelaku dengan korban dan pihak-pihak lain yang dianggap perlu 3. Restorasi yaitu adanya pemulihan khususnya bagi pihak pelaku tindak pidana maupun korban, meliputi pemulihan fisik dan psikisnya, serta ganti rugi bagi korban Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Depsos RI 2008 mendefinisikan restorative justice sebagai suatu proses diversi dimana semua pihak yang terlibat dalam suatu tindak pidana tertentu bersama-sama memecahkan masalah, tentang bagaimana menangani akibat perbuatan anak dimasa yang akanm datang. Tindak pidana dilihat sebagai suatu pelanggaran terhadap manusia dan relasi antar manusia. Tindak pidana menciptakan suatu kewajiban untuk membuat segala sesuatunya menjadi lebih baik dengan melibatkan korban, pelaku dan masyarakat dalam mencari solusi untuk memperbaiki rekonsiliasi dan mententramkan hati” Berdasarkan beberapa pengertian diatas, restorative justice dapat didefinisikan sebagai respon terhadap perilaku kenakalan anak dengan memulihkan kerugian yang dialami oleh korban dan untuk memfasilitasi perdamaian. Upaya ini menekankan pemulihan atas kenakalan seorang anak harus dilakukan dalam lingkungan yang layak, masyarakat di lingkungan sekitar anak perlu berpartisipasi terlibat dalam penanganan anak tersebut, jadi kasus hukum yang ringan menyangkut anak-anak diharapkan tidak sampai ke pengadilan dan 12 diproses secara hukum, tapi cukup diselesaikan pada tingkat forum atau komunitas di masyarakat dengan jalan musyawarah. Penyelesaian di pengadilan hanya diterapkan pada jenis kejahatan yang belum ditolerir, seperti kejahatan terhadap asusila, pengrusakan atau penganiayaan terhadap tubuh hingga penghilangan nyawa. Restorative justice menekankan pada proses pemulihan atas kenakalan seorang anak melalui penyelesaian secara musyawarah. Dasar pemikirannya bahwa masyarakat di lingkungan sekitar anak perlu berpartisipasi dalam penanganannya. Dengan ini kasus-kasus hukum yang ringan diharapkan tidak perlu sampai ke pengadilan dan diproses secara hukum, tetapi cukup dilakukan di lingkungan setempat. Manfaat restorative justice menurut Wright 1992 yang dikutip oleh Hidayat 2005 adalah sebagai berikut : 1. Meningkatkan pemahaman, menekankan pertanggungjawaban dan menaikkan daya terima masyarakat terhadap pelaku kejahatan 2. Menggabungkan kebijakan sosial dengan kebijakan pencegahan kejahatan 3. Memberikan contoh untuk perilaku yang baik 4. Menaikkan komunikasi dan partisipasi bagi korban, pelaku dan masyarakat 5. Melakukan penahanan hanya jika diperlukan Program restorative justice Wright, 1991 yang dikutip oleh Hidayat 2005 dikatagorikan menjadi tiga nilai yaitu : 1. Encounter, memberikan kesempatan bagi korban pelaku dan komunitas untuk bertemu, berdiskusi tentang kejahatan dan akibat yang ditimbulkan. 2. Amneds, mengharapkan pelaku untuk melakukan langkah-langkah guna memperbaiki kerusakan yang telah ditimbulkan. 3. Reintegration, mencari cara untuk memulihkan korban dan pelaku secara menyeluruh bagi korban, pelaku dan masyarakat. Penerapan konsep restorative justice mempunyai syarat-syarat yang harus dipenuhi, yaitu adanya pengakuan atau adanya pernyataan bersalah dari pelaku anak nakal; adanya persetujuan pihak korban untuk melaksanakan penyelesaian 13 di luar sistem peradilan pidana anak yang berlaku; adanya persetujuan dari kepolisian sebagai lembaga yang mempunyai kewenangan diskresi penghentian penyidikan khusus untuk kasus yang sudah dilaporkan di Polisi; dan mendapatkan dukungan masyarakat setempat Hal-hal yang perlu dipertimbangkan untuk menentukan kasus-kasus yang dapat dilaksanakan melalui restorative justice” adalah bukan kasus kenakalan yang mengorbankan kepentingan orang banyak dan bukan pelanggaran lalu lintas, kenakalan tersebut baru pertama kali dilakukan, kenakalan tersebut tidak menyebabkan hilangnya nyawa orang atau cacat, dan kenakalan tersebut bukan merupakan kejahatan seksual misalnya perkosaan. Sedangkan katagori kasusnya bisa yang telah dilaporkan ke polisi ataupun yang belum dilaporkan ke polisi. Pihak-pihak yang harus dilibatkan dalam proses musyawarah yaitu pihak korban dan keluarga korban, pelaku anak nakal dan keluarganya serta wakil dari masyarakat yaitu diwakili oleh suatu forum yang beranggotakan tokoh atau yang mewakili masyarakat. Manfaat penerapan konsep restorative justice bagi pelaku di antaranya tidak dirampas kemerdekaannya, tidak dicap buruk oleh lingkungan, pelaku bertanggung jawab untuk kerugian yang ditimbulkan, pelaku memiliki kesempatan untuk memperbaiki diri dan dapat selalu berhubungan dengan orang tuatidak terpisah dengan orang tua, pelaku dapat tetap sekolah dan terhindar dari kemungkinan pengaruh yang lebih buruk apabila melalui sistem peradilan pidana Manfaat konsep restorative justice bagi pihak korban adalah dapat ikut serta dalam pengambilan keputusan, kerugian dapat segera dipulihkan, terhindar dari pemberitaan sedangkan bagi masyarakat tempat terjadinya kejadian yaitu masyarakat dapat ikut serta dalam pengambilan keputusan, dapat membina anak nakal didaerahnya sesuai dengan budaya dan kebiasaan setempat, dapat menghindarkan konflik yang berkepanjangan antara warga, dapat menyampaikan dan mewujudkan kepentingannya. Bagi Penegak Hukum manfaat penerapan konsep restorative justice” adalah mengurangi pekerjaan sehingga berkas tidak menumpuk, dan menghemat dana operasional penanganan perkara. 14

2.4. Forum Musyawarah Pemulihan Anak FMPA sebagai pelaksana Restorative Justice