1
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Anak merupakan individu yang memiliki posisi penting dalam keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara. Pengakuan terhadap anak
sebagai generasi penerus ini memiliki konsekuensi perlunya upaya perlindungan dan jaminan terhadap terpenuhinya kebutuhan anak. Dengan demikian kita masih
harus prihatin terhadap potret buram anak-anak Indonesia. Potret buram ini dapat dilihat dari masih banyak ditemukannya permasalahan sosial yang dialami oleh
anak. Badan Pusat Statistik BPS pada tahun 2002 mencatat setidaknya 3,5 juta anak usia 5 sampai dengan 8 tahun mengalami keterlantaran, 1,2 juta anak balita
terlantar, 6,7 juta anak membutuhkan perlindungan khusus, 2 sampai dengan 8 juta jiwa anak menjadi pekerja, 3,5 juta anak Indonesia hidup dibawah garis
kemiskinan dan anak nakal sebanyak 193.155 jiwa Suharto, 2007 Fenomena kenakalan anak merupakan permasalahan sosial yang
belakangan ini cepat berkembang. Balai Pemasyarakatan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Propinsi Jawa Barat pada tahun 2005 mencatat 150 kasus
anak nakal yang masuk dalam persidangan, pada tahun 2006 meningkat menjadi 188 anak, tahun 2007 meningkat menjadi 345 anak dan tahun 2008 meningkat lagi
menjadi 435 anak. Pemenjaraan atau penahanan terhadap anak adalah sesuatu yang harus
dihindari atau merupakan alternatif terakhir dalam serangkaian proses hukum. Merupakan suatu kenyataan bahwa sampai dengan saat ini upaya perlindungan
yang diberikan kepada anak nakal masih kurang terutama bila dilihat dari indikator dilakukannya penahanan atau pemenjaraan terhadap anak oleh aparat
penegak hukum mulai dari tingkat penyidikan di kepolisian, penuntutan di kejaksanaan, dan persidangan di pengadilan. Untuk mengatasi hal tersebut timbul
gagasan agar tidak semua permasalahan kenakalan anak diproses secara hukum, tetapi diupayakan diselesaikan di tingkat masyarakat yang disebut dengan nama
restorative justice .
2 Restorative justice
adalah sebuah gerakan perubahan yang baru dalam bidang victimologi dan kriminologi. Dalam konsepnya, restorative justice
mengakui bahwa kejahatan dapat menyebabkan penderitaan bagi masyarakat dan komunitas, maka sangat diperlukan sekali untuk melakukan perbaikan keadilan
bagi yang menderita akibat kejahatan dan pada prosesnya masyarakat pun dilibatkan. Gerakan ini memungkinkan korban, pelaku, dan komunitas dapat
terlibat secara langsung dalam mengatasi permasalahan anak nakal. Proses musyawarah yang melibatkan semua pihak adalah dasar untuk mencapai hasil
yang memulihkan baik bagi anak nakal itu sendiri maupun bagi pihak korban. Penerapan konsep restorative justice memberi manfaat bagi pelaku anak
nakal, bagi pihak korban, bagi masyarakat, dan bagi penegak hukum. Manfaat penerapan konsep ini bagi pelaku anak nakal di antaranya : tidak dirampas
kemerdekaannya, tidak dicap buruk oleh lingkungan, pelaku bertanggung jawab untuk kerugian yang ditimbulkan, pelaku memiliki kesempatan untuk
memperbaiki diri dan dapat selalu berhubungan dengan orang tua atau tidak terpisah dengan orang tua, pelaku dapat tetap sekolah dan terhindar dari
kemungkinan pengaruh yang lebih buruk apabila melalui sistem peradilan pidana. Bagi pihak korban manfaat restorative justice adalah dapat ikut serta
dalam pengambilan keputusan dan kerugian dapat segera tergantikan, sedangkan bagi masyarakat tempat terjadinya kejadian yaitu masyarakat dapat ikut serta
dalam pengambilan keputusan, dapat membina anak nakal di daerahnya sesuai dengan budaya dan kebiasaan setempat, dapat menghindarkan konflik yang
berkepanjangan antara warga. Sedangkan bagi penegak hukum manfaat penerapan konsep restorative
justice adalah mengurangi pekerjaan sehingga berkas tidak menumpuk serta
menghemat dana operasional penanganan perkara. Di Kota Bandung, Unicef United Nation for Children and Education
Fund telah menetapkan Kelurahan Pasanggrahan, Kecamatan Ujung Berung
sebagai pilot project penerapan restorative justice di Indonesia dalam penanganan anak nakal sejak tahun 2005. Lokasi tersabut dipilih disebabkan banyaknya
3 kejadian kenakalan anak diwilayah tersebut. Dalam pelaksanaannya Unicef
bekerjasama dengan LPA Jabar dan LSM setempat dengan melibatkan masyarakat. Sebagai pelaksana kegiatan dibentuklah suatu forum dengan nama
Forum Musyawarah Pemulihan Anak FMPA yang berasal dari masyarakat setempat. Sehubungan dengan hal itu, maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih
jauh tentang konsep restorative justice dalam penanganan anak nakal.
1.2. Rumusan Masalah adalah :