103 berfikir secara individual, pada saat bersamaan berkurangnya aktivitas
sosial dan kuatnya arus informasi yang bersifat konsumtif semakin menjauhkan keluarga dan masyarakat dalam melakukan kontrol sosial
terhadap anak-anak
8.1.3. Identifikasi Kebutuhan
Melakukan identifikasi kebutuhan berkaitan dengan penanganan anak nakal dilakukan dengan observasi, wawancara dan diskusi kelompok yang pada
prinsipnya tidak berbeda dengan kegiatan identifikasi dan masalah. Berdasarkan hasil kegiatan tersebut, diperoleh gambaran kebutuhan sebagai berikut :
a. Perlu adanya sosialisasi tentang penanganan anak nakal dengan model restorative justice
kepada seluruh masyarakat di Kelurahan Pasanggrahan b. Perlu adanya keterlibatan institusi lokal yang ada seperti LPM. DKM, PKK
dan Karang Taruna dalam penanganan anak nakal di Kelurahan Pasanggrahan c. Perlu dicari alternatif kegiatan yang dapat meresosialisasi nilai-nilai anak pada
masyarakat di Kelurahan Pasanggrahan yang telah mengalami perubahan distorsi dengan menggunakan sumber kelembagaan yang dimiliki masyarakat
khususnya melalui FMPA
8.2. Analisis Pohon Masalah
Setelah memahami potensi, masalah, dan kebutuhan, selanjutnya dilakukan analisis masalah yang dituangkan dalam bentuk pohon masalah.
Analisis ini menggunakan teknik diskusi kelompok terfokus secara curah pendapat FGD yang divisualisasikan melalui kartu-kartu potongan kertas karton
dengan ukuran 10 x 5 cm yang berisikan tulisan dari peserta diskusi. Potongan karton tersebut kemudian dikumpulkan dan selanjutnya ditempelkan di papan tulis
white board, sehingga semua peserta dapat menetapkan, menempelkan dan melihat secara utuh apa yang menjadi permasalahan pokok dalam penanganan
anak nakal.
104 Kegiatan ini melibatkan seluruh unsur yang sebelumnya telah ditemui
oleh penulis pada kegiatan identifikasi potensi, masalah dan kebutuhan seperti: Tim FMPA Tingkat Kelurahan, Tim FMPA Tingkat RW, LPM, DKM, PKK, dan
Karang Taruna, Ketua RW dan RT, Guru, Pihak inisiator yaitu Unicef Jawa Barat, LPA Jawa Barat, dan LSM Saudara Sejiwa, serta pelaku dan keluarganya, pihak
korban dan masyarakat yang peduli pada penanganan anak nakal. Secara besaran analisis pohon masalah terbagi atas dua bagian yaitu: 1
satu masalah inti, yang merupakan fokus utama penanganan. Melalui inti masalah ini beberapa kebutuhan yang terproblematisasi dapat dipenuhi, 2 beberapa
masalah dan kondisi negatif yang menyebabkan masalah inti. Masalah-masalah yang dihadapi masyarakat dalam penanganan anak
nakal dapat dijelaskan penyebabnya sebagai berikut: a. Masalah belum tersosialisasikannya penanganan anak nakal dengan
restorative justice ke seluruh masyarakat di Kelurahan Pasanggrahan. Hal ini
disebabkan Tim FMPA Tingkat Kelurahan tidak mensosialisasikan secara langsung penanganan anak nakal kepada seluruh RW di Kelurahan
Pasanggrahan. b. Masalah lemahnya keterlibatan institusi lokal yang ada seperti LPM, DKM,
PKK, dan Karang Taruna dalam penanganan anak nakal. Hal ini disebabkan sejak awal program mereka tidak pernah diajak terlibat secara langsung dalam
kegiatan sehingga sikapnya apatis. c. Menurunnya solidaritas sosial dalam penanganan anak nakal, karena masih
dilihat sebagai persoalan pemerintah aparat penegak hukum. Adanya pandangan yang negatif tentang anak nakal berakibat terhadap lemahnya
partisipasi yang diberikan masyarakat terhadap program penanganan. Permasalahan-permasalahan tersebut di atas dalam jangka pendek,
menengah dan jangka panjang, bila tidak diselesaikan akan mempengaruhi upaya penanganan anak nakal. Penekanan ini perlu dilakukan karena partisipasi yang
105 dibangun belum sepenuhnya menjadi budaya ”prakarsakemauan” dan program
yang dilaksanakan masih bersumber dari atas. Identifikasi masalah sebagaimana uraian di atas dapat digambarkan
dalam Pohon Masalah Gambar 4.
Gambar 5. Pohon Masalah
Berdasarkan gambar pohon masalah di atas, secara sederhana dapat disimpulkan bahwa permasalahan inti penerapan restorative justice adalah bahwa
program belum berjalan dengan maksimal, disebabkan oleh sosialisasi program yang belum maksimal ke seluruh warga Kelurahan Pasanggrahan, menurunnya
solidaritas sosial dalam penanganan anak nakal, serta lemahnya peran institusi lokal. Dampak yang ditimbulkan oleh kurang maksimalnya program ini, adalah
institusi lokal DKM, LPM, Karang Taruna apatis karena tidak dilibatkan sejak awal, kinerja FMPA kurang maksimal, kasus anak nakal cenderung meningkat,
PENERAPAN “
RESTORATIVE JUSTICE” BELUM
MAKSIMAL
Inti Masalah
lemahnya peran institusi lokal
kasus anak meningkat
institusi lokal apatis
FMPA tidak maksimal
solidaritas menurun
Sosialisasi blm maksimal
hak anak tidak terpenuhi
pengucilan
PENERAPAN “
RESTORATIVE JUSTICE” BELUM
MAKSIMAL
106 tidak terpenuhinya hak-hak anak bila harus berhadapan dengan peradilan formal,
serta terjadi pengucilan terhadap anak nakal. Berdasarkan kesimpulan ini, maka diperlukan membuat suatu rancangan program agar restorative justice dapat
berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Rancangan program terdiri dari program jangka pendek yaitu sosialisasi restorative justice dengan melibatkan institusi
lokal; program jangka panjang berupa terbentuknya forum komunikasi FMPA antar RW se-Kelurahan Pasanggrahan, serta program monitoring dan evaluasi
untuk mengetahui sejauh mana efektifitas dan efisiensi program dijalankan.
8.3. Rancangan Program