Peran Sektor Transportasi Terhadap Disparitas Ekonomi

Gambar 33. Efek Output Intrawilayah, IRIO 2000 Pada gambar 33 dan 34 akan terlihat sektor transportasi yang paling tinggi dalam meningkatkan output perekonomian daerahnya masing-masing sehingga bisa diketahui berapa nilai output yang dihasilkan jika ada peningkatan permintaan akhir di daerah tersebut. Di Pulau Jawa- Bali pada tahun 2000 sektor TransportasiUdara 9 mempunyai nilai intradaerah terbesar 2,1565 artinya jika terjadi peningkatan dalam permintaan akhir di sektor transportasi udara di Pulau Jawa-Bali sebesar 1 satu satuan, maka hal tersebut akan meningkatkan output total perekonomian Pulau Jawa-Bali sebesar 2,1565 satuan. Sektor transportasi udara juga merupakan merupakan sektor yang paling tinggi dalam meningkatkan output perekonomian di Pulau Sumatera yaitu sebesar 1,8421,Sulawesi sebesar 1,7664 sedangkan di Kalimantan dan Rest of Indonesia ROI sektor Transportasi Laut 8 yang merupakan pengganda intra wilayahnya tertinggi. Sedangkan pada tahun 2005 terjadi perubahan perubahan effek intra daerah terutama di wilayah Kalimantan dan ROI yang sebelumnya effect intradaerahnya terbesar pada sektor transportasi Laut berubah menjadi sektor transportasi udara. Gambar 34. Efek Output Intradaerah Regional, IRIO 2005 Efek antardaerah interregional effect merupakan angka pengganda output yang terjadi pada daerah lain. Efek ini menunjukkan perubahan yang terjadi pada output sektor-sektor di daerah lain apabila terjadi perubahan dalam permintaan akhir dalam suatu sektor di daerah tertentu. Efek ini sering disebut juga dengan efek tumpahan atau interregional spillover effect. Efek ini dihitung berdasarkan matriks kebalikan Leontief pada bagian interaksi antar daerah. Gambar 35 . Peta Perdagangan berdasarkan nilai Antarwilayah di Indonesia, IRIO 2000 Gambar 35 dan 36 menyajikan perdagangan antarwilayah untuk sektor transportasi pada 2000. Pada periode tersebut, sektor transportasi udara 9 di ROI merupakan sektor yang secara signifikan dipercaya dapat meningkatkan output perekonomian ROI lebih tinggi daripada sektor-sektor lainnya. Selain dapat meningkatkan output perekonomian di ROI sendiri ternyata sektor 9 juga dapat meningkatkan output perekonomian terbesar di wilayah Jawa- Bali. Dampak peningkatan permintaan akhir sebesar satu satuan pada sektor 9 di ROI juga berdampak pada peningkatan output perekonomian di Jawa-Bali sebesar 0.0558 satuan atau 5.58 persen. gambar 36 Gambar 36. Efek output intra dan antarwilayah di IRIO Tahun 2000 dan IRIO Tahun 2005 Gambar 37. Peta Perdagangan berdasarkan nilai Antarwilayah di Indonesia, IRIO Tahun 2005 Sedangkan pada tahun 2005 nilai arus perdangan terbesar adalah intrawilayah di Pulau Kalimantan dan Sulawesi, terutama sektor transportasi laut 8 di Kalimantan dan sektor transportasi udara 9 di Sulawesi. Tabel 23. Perubahan Disparitas Multiplier Output Antar Wilayah Menurut Sektor Koefisien Variasi Sektor Tahun 2000 Tahun 2005 Pertumbuhan Transportasi Darat 3.63 2.66 -26.7 Transportasi Laut 1.68 6.76 302.5 Transportasi Udara 8.94 5.94 -33.6 Sumber : Tabel IRIO tahun 2000-2005 diolah Perubahan koefisien variasi sektor ekonomi menurut wilayah region menunjukkan bahwa multiplier output antar wilayah sektor transportasi darat, transportasi udara, semakin homogen atau konvergen, berarti bahwa pada sektor transportasi, disparitas multiplier output sektor transportasi darat dan udara, antar wilayah region semakin mengecil. Artinya perkembangan produktivitas output sektor tersebut antar wilayah di Indonesia semakin setara. Namun pada sektor transportasi laut, disparitas antar wilayah semakin meningkat. Tabel 24. Perubahan Disparitas Multiplier Income Antar Wilayah Menurut Sektor transportasi Koefisien Variasi Sektor Tahun 2000 Tahun 2005 Pertumbuhan Transportasi Darat 17.69 12.68 -28.3 Transportasi Laut 25.88 23.82 -8.0 Transportasi Udara 12.80 18.53 44.7 Sumber : Tabel IRIO tahun 2000-2005 diolah Pada sektor transportasi, disparitas multiplier income sektor transportasi darat dan laut antar wilayah region semakin mengecil. Artinya perkembangan produktivitas income sektor tersebut antar wilayah di Indonesia semakin setara. Namun pada sektor transportasi udara, disparitas antar wilayah semakin meningkat. Perubahan koefisien variasi tenaga kerja sektor ekonomi menurut wilayah region menunjukkan bahwa multiplier tenaga kerja sektor Transportasi Darat, Transportasi Udara semakin homogen antar wilayah atau konvergen. Pada sektor transportasi, disparitas multiplier income sektor transportasi laut antar wilayah semakin membesar. Artinya perkembangan produktivitas tenaga kerja sektor tersebut antar wilayah di Indonesia semakin meningkat. Namun hanya pada sektor transportasi udara, dan transportasi darat disparitas antar wilayah semakin mengecil. Tabel 25. Perubahan Disparitas Multiplier Tenaga Kerja Antar Wilayah Menurut Sektor Koefisien Variasi Sektor Tahun 2000 Tahun 2005 Pertumbuhan Transportasi Darat 23.79 21.86 -8.1 Transportasi Laut 46.70 50.15 7.4 Transportasi Udara 27.53 18.55 -32.6 Sumber : Tabel IRIO 2000-2005 diolah Koefisien variasi sektor transportasi berdasarkan wilayah menggambarkan besar atau kecilnya dampak shock sektor transportasi regional terhadap wilayah lainnya di Indonesia. Semakin besar nilai koefesien variasi, menunjukkan distribusi dampak pada wilayah lain semakin besar dari sector tersebut bila dilakukan shock dalam perekonomian. Bila dilakukan shock pada final demand terhadap output pada tahun 2000 dan 2005, maka rata-rata dampak output intra regional menjadi lebih kecil, artinya hubungan perekonomian antar wilayah pada 2005 menjadi lebih besar, hal ini dapat dilihat dari rata-rata koefisien variasi output sektor transportasi regional meningkat dari 4. 73 pada tahun 2000 menjadi 4. 95 pada tahun 2005. Peningkatan koefesien variasi terbesar pada sektor Transportasi Laut 8 di Rest of Indonesia ROI dari 4.1 2000 menjadi 7. 54 pada 2005 dan penurunan koefesien variasi terbesar pada transportasi udara 9 di Kalimantan dari 4. 48 2000 menjadi 3,86 pada 2005. Gambar 38. Koefisien Variasi Shock Output Regional Sektor Transportasi IRIO Indonesia Tahun 2000 dan 2005 Hal ini mengindikasikan peranan sektor transportasi di ROI meningkatkan hubungan perdagangan dengan wilayah lain di Indonesia dalam penciptaan output, sedangkan peranan sektor transportasi di wilayah Kalimantan lebih pada meningkatkan perdagangan intrawilayah di Pulau Kalimantan. Bila dilakukan shock pada final demand terhadap income pada tahun 2000 dan 2005, maka rata-rata dampak income intrawilayah menjadi lebih kecil juga, hal ini searah dengan dampak shock terhadap output, artinya hubungan perekonomian antar wilayah pada tahun 2005 menjadi lebih besar, hal ini dalpat dilihat dari rata-rata koefesien variasi income sektor transportasi wilayahal meningkat dari 3. 75 pada tahun 2000 menjadi 4. 14 pada tahun 2005. Peningkatan koefisien variasi income juga terbesar pada sektor Transportasi Laut 8 di Rest of Indonesia ROI dari 3,7 pada tahun 2000 menjadi 7,38 pada tahun 2005 dan penurunan koefesien variasi terbesar pada transportasi udara 9 di Sulawesi dari 3,17 pada tahun 2000 menjadi 2,52 pada tahun 2005. Gambar 39. Koefesien Variasi Shock Income Regional Sektor Transportasi IRIO Indonesia Tahun 2000 dan 2005 Hal ini mengindikasikan peranan sektor transportasi di ROI meningkatkan hubungan perdagangan dengan wilayah lain di Indonesia dalam peningkatan income, sedangkan peranan sektor transportasi di wilayah Sulawesi lebih pada meningkatkan perdagangan intrawilayah dalam pulau Sulawesi. Shock pada final demand dan dampaknya terhadap penyerapan tenaga kerja intra regional menjadi lebih kecil pada tahun 2005 dibandingkan tahun 2000, artinya hubungan perekonomian antar wilayah pada tahun 2005 menjadi lebih besar walaupun tidak terlalu signifikan, hal ini dapat dilihat dari rata-rata koefesien variasi tenaga kerja sektor transportasi regional meningkat dari 4.13 pada tahun 2000 menjadi 4,47 pada tahun 2005. Peningkatan koefesien variasi terbesar pada sektor Transportasi Udara 9 di Rest of Indonesia ROI dari 2.29 pada tahun 2000 menjadi 6.05 pada tahun 2005 dan penurunan koefesien variasi terbesar pada transportasi darat 7 di Jawa- Bali dari 5.41 pada tahun 2000 menjadi 4.25 pada tahun 2005. Hal ini mengindikasikan peranan sektor transportasi di ROI meningkatkan hubungan perdagangan dengan wilayah lain di Indonesia dalam penciptaan tenaga kerja, sedangkan peranan sektor transportasi di wilayah Jawa-Bali lebih pada meningkatkan perdagangan intrawilayah di Pulau Jawa-Bali serta dampak penyerapan tenaga kerjanya lebih pada intraregional. Gambar 40. Koefesien Variasi Shock Tenaga Kerja Regional Sektor Transportasi IRIO Indonesia Tahun 2000 dan 2005 Tabel. 26. Perubahan Koefisien Variasi dari sektor transportasi Sumber: IRIO diolah Keterangan: - Δ menunjukan perubahan koefisien variasi - tanda negatif - menunjukan perubahan semakin konvergen, positif + semakin divergen Ringkasan dari perubahan koefisien variasi ΔKV dari sektor transportasi dapat dilihat dari tabel 26. Dari tabel tersebut menunjukan bahwa sektor transportasi udara berpengaruh terhadap disparitas untuk nilai tambah bruto NTB, tenaga kerja TK dan output di wilayah Kalimantan, Jawa-Bali dan Sulawesi. Sektor tranportasi laut, berpengaruh terhadap disparitas untuk nilai tambah bruto NTB, tenaga kerja TK dan output di wilayah Jawa-Bali dan Kalimantan, sedangkan sektor transportasi darat berpengaruh terhadap disparitas untuk nilai diatas di wilayah Kalimantan.

6.4. Sumber sumber pertumbuhan sektor transportasi ekonomi di wilayah Indonesia.

6.4.1. Sumber-Sumber Pertumbuhan Sektor Transportasi Wilayah Sumatera

Dari tabel 23, secara agregat, Domestic Final Demand DFD dari sektor transportasi , memberikan kontribusi sebesar 3.88 persen dari total output growth di Wilayah Sumatera. Dari jumlah tersebut, sektor transportasi udara memberikan kontribusi terbesar yaitu 1.74 persen, kemudian diikuti transportasi darat sebesar 1.72 persen dan transportasi laut sebesar 0.42 persen. Meningkatnya DFD tersebut mengindikasikan bahwa terjadinya peningkatan output atau produksi. Selain itu peningkatan juga terjadi di dampak ekspor EE, Nilai terbesar adalah transportasi darat dengan nilai 1.66 persen, kemudian diikuti transportasi udara sebesar 0.13 persen dan transportasi laut sebesar 0.09 persen. Pertumbuhan tersebut mengindikasikan bahwa nilai ekspor dari wilayah Sumatera memberikan hal yang positip. Pertumbuhan positip juga terjadi pada impor substitusi yaitu transportasi darat sebesar 0.23 persen, transportasi laut 0.12 persen dan transportasi udara sebesar 0.05 persen. Besaran pada impor substitusi memberikan indikasi bahwa beberapa produk yang diekspor sudah dapat dipenuhi dari wilayah Sumatera. Lebih lanjut, terkait dengan koefisien teknologi, maka transportasi laut memberikan suatu penurunan, yaitu sebesar -0.10 persen. Nilai ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan input terhadap total demand. Dengan demikian dapat diindikasikan bahwa telah terjadi efisiensi disektor transportasi laut. Kontribusi konsumsi rumah tangga masih dominan sebagai sumber pertumbuhan output. Dari ketiga sektor tersebut, kontribusi konsumsi rumah tangga pada sektor transportasi udara yang terbesar adalah 1.48 persen, diikuti oleh transportasi darat sebesar 1.00 persen dan transportasi laut sebesar 0.26 persen. Nilai ini mengindikasikan bahwa permintaan terhadap transportasi udara sangat besar pertumbuhannnya. Sektor transportasi di wilayah Sumatera secara agregat sangat besar dipengaruhi oleh wilayah Jawa-Bali yaitu secara langsung sebesar 0.34 persen dan tidak langsung sebesar 0.69 persen. Besarnya pengaruh tersebut terdiri dari Transportasi darat dan transportasi udara dipengaruhi secara langsung wilayah Jawa-Bali sebesar 0.15 persen, sedangkan transportasi laut hanya 0.04 persen. Dampak tidak langsung dari wilayah Jawa-Bali adalah transportasi darat dan udara sebesar 0.30 persen, dan transportasi laut sebesar 0.09 persen. Sedangkan pengaruh wilayah Kalimantan semakin mengecil, terus mengecil kearah wilayah timur Indonesia. Secara sektoral di wilayah Sumatera, maka rata rata kontribusi Domestic Final Demand DFD terhadap sektor transportasi adalah sebesar 56.34 persen dan komponen yang terbesar adalah konsumsi rumah tangga sebesar 39.34 persen. DFD pada transportasi udara yaitu sebesar 68.23, kemudian diikuti oleh transportasi laut sebesar 60.97 persen dan transportasi darat sebesar 39.83 persen.