Fungsi dan Peran Transportasi

1.1.2. Fungsi dan Peran Transportasi

Dengan latar belakang demografi, geografi, infrastruktur dan ekonomi yang tidak sama, serta kapasitas sumber daya yang berbeda, maka salah satu konsekuensi adalah pentingnya dikembangkan sarana penghubung antarpulau dari simpul-simpul pertumbuhan yang paling strategis. Kepulauan di Indonesia menuntut disediakannya sarana dan prasarana transportasi yang memadai sehingga berperan dalam menggerakkan perekonomian di Indonesia. Transportasi, baik transportasi udara, laut maupun darat, pada akhirnya dapat berfungsi sebagai katalisator dalam pembangunan di Indonesia. Transportasi dalam perkembangannya menjadi salah satu sektor ekonomi yang turut memberikan andil dalam penciptaan nilai tambah value added. Penciptaan nilai tambah tersebut dapat terjadi karena sektor –sektor ekonomi mempunyai keterkaitan transaksi antar sektor, sehingga pembangunan suatu sektor akan mempengaruhi perkembangan sektor ekonomi lainnya. Oleh karena itu kaitan dalam pembangunan sektor transportasi perlu untuk memperhatikan pula keberadaan sektor –sektor ekonomi lainnya sehingga pembangunan perekonomian suatu wilayah termasuk pembangunan masing –masing sektor ekonomi dan keterkaitannya dengan sektor transportasi dapat diantisipasi. Peranan sektor transportasi terhadap PDB Nasional beberapa tahun belakangan ini sekitar 4.50 – 4.71 persen dari total PDB Nasional, kontribusi sektor transportasi terbesar berada di wilayah Jawa dan Bali, kemudian di wilayah Sumatera lihat Gambar 2. Hal ini searah dengan peranan regional dalam pembentukan PDB serta sebaran penduduk regional Indonesia yang sebagian Besar berada di Jawa dan Bali. Sumber: BPS 2007 Gambar 2: PDRB sektor transportasi terhadap PDRB Nasional tanpa migas, harga konstan tahun 2000 Pada tahun 2000, PDRB sektor transportasi yang terbesar di Indonesia adalah propinsi JawaTimur, yaitu 8 179 489.46 juta rupiah 0.59 persen PDRB Nasional, dan dikuti oleh DKI Jakarta, yaitu 7 813 894.12 juta rupiah 0.56 persen PDB Nasional. Pada tahun 2006, PDRB sektor transportasi yang terbesar adalah DKI Jakarta yaitu sebesar 12 040 337.56 juta rupiah 0.65 persen PDRB nasional dan dikuti oleh Jawa Timur sebesar 11 008 316.38 juta rupiah 0.60 persen PDRB Nasional. Sedangkan Kalimantan Timur, dari sisi PDRB lebih kecil dari kedua propinsi tersebut, namun justru Kalimantan Timur merupakan propinsi yang terbesar PDRB per kapita di Indonesia yaitu 985 644.09 juta rupiah pada tahun 2000, dan menjadi 1 366 485.35 juta rupiah pada tahun 2006 BPS, 2007. Walaupun, PDRB Kalimantan Timur lebih besar dari DKI Jakarta, namun jumlah sumber daya manusia DKI yang lebih besar, tentunya mengindikasikan aktifitas yang besar juga. Bappenas 2007, menyebutkan bahwa perkembangan investasi di Indonesia saat ini belum menyebar secara merata antar daerah. Dimana DKI Jakarta merupakan provinsi dengan nilai investasi tertinggi atau setara dengan 27.9 persen dari total investasi di Indonesia. Kebutuhan akan transportasi dalam menjembatani pelayanan pembangunan ekonomi juga menjadi perhatian pemerintah Indonesia dengan dikeluarkannya Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia atau MP3EI. Dalam MP3EI tersebut, dinyatakan bahwa “ Penyediaan infrastruktur yang mendorong konektivitas akan menurunkan biaya transportasi dan biaya logistik sehingga dapat meningkatkan daya saing produk, mempercepat gerak ekonomi. Termasuk dalam infrastruktur konektivitas ini adalah pembangunan jalur transportasi......... ” Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Bappenas, 2011, hal. 19. Selain itu terdapat tiga pilar utama dalam MP3EI tersebut yaitu strategi peningkatan potensi wilayah melalui pusat pusat pertumbuhan didalam koridor ekonomi, strategi memperkuat konektivitas nasional, dan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia dan IPTEK. Dengan demikian s ecara umum dapat dikatakan bahwa terdapat korelasi yang nyata antara sektor transportasi dengan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah, seperti yang dapat digambarkan berikut : 1. Sektor transportasi akan berpengaruh pada kinerja pergerakan dan mobilitas orang dan barang. Jika kondisi sektor transportasi buruk maka kinerja transportasi juga cenderung akan menurun. Hal ini akan menyebabkan daerah-daerah yang telah berkembang aktifitas ekonominya menjadi berkurang tingkat aksesibilitasnya, yang pada gilirannya akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi daerah-daerah yang berstransportasi menjadi terhenti, bahkan menurun sama sekali. Dalam jangka panjang kondisi ini akan menyebabkan daerah-daerah tersebut terisolasi yang pada akhirnya menjadi daerah yang tidak mampu berkembang. 2. Suatu wilayah yang mempunyai potensi ekonomi yang tinggi untuk berkembang, misalnya karena memiliki potensi sumber daya alam yang menjanjikan, tidak akan mampu berkembang seperti yang diharapkan jika sektor transportasinya terbatas. Sektor transportasi yang terbatas secara langsung akan berpengaruh pada tingkat aksesibilitas suatu wilayah, yang pada gilirannya akan menyebabkan tingginya biaya angkut. Biaya angkut yang tinggi menyebabkan sumber daya alam suatu wilayah menjadi tidak ekonomis ataupun tidak kompetitif untuk dieksploitasi. Hal ini pada gilirannya akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan ekonomi pada wilayah dimaksud. Namun demikian korelasi di atas masih memerlukan analisa, terutama untuk kasus Indonesia. Pemahaman yang lebih rinci dan jelas mengenai hubungan antara kondisi sektor transportasi dengan tingkat pertumbuhan ekonomi dan pemerataan sangatlah dibutuhkan.

1.2. Perumusan Masalah