Transportasi dan Disparitas Wilayah.

yang berbeda dengan teori tersebut, sehingga disebut paradoks Leontief. Berdasarkan teori H-O, maka ekspor AS akan terdiri atas barang barang yang padat modal kapital capital intensive, sebaliknya impor AS akan terdiri dari barang barang yang padat karya. Berdasarkan studi empiris Leontif, ternyata ekspor AS justru terdiri atas barang barang yang padat karya labor intensive. Sebaliknya, impor terdiri atas barang barang yang padat modal. Leontief berargumen bahwa pekerja di Amerika Serikat AS lebih efisien dari pada pekerja negara lain, di mana dengan kemampuan yang lebih tinggi maka AS dapat mengekspor tenaga kerja keluar wilayahnya. Hal ini dapat terjadi karena beberapa hal yaitu: intensitas faktor produksi yang berkebalikan factors intensity reversals; tarif dan non tarif barrier; perbedaan dalam skill dan human capital; perbedaan dalam faktor sumber daya alam natural resources. Dalam menguji kebenaran teori H-O tersebut, Leontief menggunakan Input-Output, yang kemudian menjadi salah satu alat dalam menguji kebijakan di suatu negara.

2.3. Transportasi dan Disparitas Wilayah.

Literatur mengenai perubahan kesenjangan pendapatan pada awalnya dikenal sebagai hipotesis Kuznets, dimana peningkatan pendapatan rata rata perkapita dan tingkat ketimpangan dalam pembagian pendapatan berbentuk kurva U terbalik. Kuznets 1955, menggunakan data dari beberapa negara, dan menemukan korelasi antara kesenjangan pendapatan perkapita yang berbentuk U terbalik. Kemudian hal ini diintrepretasikan sebagai perubahan dari distribusi pendapatan dalam proses transisi dari perekonomian tradisional perdesaan ke perekonomian modern industri. Pada prinsipnya hipotesis tersebut menjelaskan bahwa pada awal proses pembangunan, ketimpangan pendapatan bertambah besar karena adanya urbanisasi dan industrialisasi. Kemudian dalam proses perjalanan waktu tejadinya proses pembangunan akan mencapai puncaknya dan kemudian terjadi ketimpangan menurun mengecil, yaitu pada saat sektor industri sudah mampu menyerap sebagian besar dari tenaga kerja yang datang dari sektor peredesaan sektor pertanian, atau pada saat pangsa pertanian lebih kecil dari didalam produksi dan penciptaan pendapatan Tambunan, 2009 Beberapa studi menguji hipotesis tersebut dengan menggunakan data agregat dari sejumlah negara. Sebagian besar mendukung hipotesa tersebut, seperti Anand dan Kanbur, 1993 dan Ahlulwalia, 1976. Namun ada juga yang menolak atau tidak menemukan korelasi yang kuat seperti Ravallion dan Datt, 1996 dan Field dan Jakubson Tambunan, 2001. Selain itu beberapa pandangan terkait dengan hubungan antara pertumbuhan dan disparitas, seperti Myrdal, 1957 dalam Jhingan, 1983 yang menyatakan bahwa teori teori yang ada lebih melihat pada dunia barat dan tidak dapat diterapkan dinegara yang sedang berkembang. Myrdal berpendapat bahwa gejala dan perkembangan ekonomi di negara negara yang sedang membangun menunjukkan bahwa ada kesenjangan antara wilayah maju dan tertinggal yang semakin lama semakin besar. Hal ini sebagai akibat kekuatan pasar yang memainkan peranan pertumbuhan sehingga tidak membantu yang tertinggal namun justru sebaliknya membantu yang kuat. Makin melebarnya kesenjangan tersebut dikenal sebagai backwash- effect efek menguras dan spread effect efek menyebar. Efek menguras terjadi karena penggunanaan input atau faktor produksi antara unsaha yang satu dengan yang lainnya saling betentangan. Sebaliknya efek menyebar terjadi karena digunakannya faktor produksi yang satu dengan yang lainnya saling mendukung. Dinegara sedang berkembang pada umumnya efek menguras lebih kuat dibanding efek menyebar sehingga kesenjangan semakin melebar. Beberapa penulis juga meyebutkan peran keterkaian kebelakang backward linkage dan keterkaitan kedepan forward linkages dalam menghasilkan aglomerasi pada suatu wilayah. Myrdal dan Hirschman dalam Soetrisno, 1992 berpendapat bahwa eksternalitas lebih terkait dengan penawaran atau permintaan daripada sekedar adanya teknologi, dimana eksternalitas tersebut dapat meyebabkan perubahan struktur. Oleh sebab itu dampak akhir dari pola keterkaitan kebelakang atau keterkaitan kedepan pada disparitas wilayah akan tergantung pada perubahan struktur ekonomi pada wilayah tersebut. Pada akhirnya, bagaimana ekonomi lokal terhubung dengan ekonomi wilayah lainnya akan menentukan dampak dari antar wilayah maupun dampak intrawilayah tersebut. Dalam perkembangan selanjutnya, muncul penelitian empiris dan dikenal sebagai new economic geography NEG yang dipelopori oleh Krugman Kuncoro, 2012. Kontribusi Krugman yang paling pokok adalah penghematan eksternal dan aglomerasi industri dalam skala regional dengan perdagangan. Penekanan dari penelitian tersebut merupakan kombinasi model persaingan tidak sempurna dan peningkatan skala ekonomis, serta teori lokasi yang menekankan pentingnya biaya transportasi. Dalam standar ekonomi pembangunan, proses pembangunan akan menyebabkan dualisme Meier, 1995, Suman dan Joesoef, 2006. Dualisme ekonomi ini akan berdampak sosial sebab hal ini mencerminkan ketimpangan inequality, artinya dualisme merupakan suatu keadaan di mana ada daerah yang mengalami tingkat pembangunan yang tinggi dari daerah lain. Perbedaan ini dapat saja disebabkan kurangnya aksesibilitas kepada suatu wilayah. Oleh sebab itu, hal inilah yang sering menyebabkan adanya disparitas atau kesenjangan. Dengan demikian meredakan tensi dualisme merupakan salah satu kebijakan ekonomi. Dalam meredakan tensi dualisme tersebut, salah satu hal penting adalah biaya transportasi. Dari beberapa model ekonomi geografi, yang dilakukan oleh Martin dan Rogers 1995, Puga 2005, Behrens dan kawan kawan 2007 menunjukkan bahwa infrastruktur transportasi pada suatu negara dapat meningkatkan ketimpangan apabila terjadi pasar asimetris antara suatu wilayah dengan wilayah lainnya yang menyebabkan relokasi aktifitas ke daerah yang lebih menguntungkan setelah menurunnya biaya transportasi. Persyn dan Algoed 2011, dari hasil penelitiannya menyarankan bahwa investasi sektor transportasi mempercepat pertumbuhan wilayah maupun mengurangi disparitas. Daryanto 2003, berpendapat bahwa disparitas pembangunan antar daerah dapat dilihat dari kesenjangan dalam hal : 1. pendapatan perkapita 2. kualitas sumber daya manusia 3. pelayanan sosial seperti kesehatan, pendidikan dan sebagainya 4. akses ke perbankan 5. ketersediaan sarana dan prasarana transportasi. Ketersediaan sarana dan prasarana transportasi dapat saja akan berakibat pada kesenjangan yang menyebabkan distorsi perdagangan antar daerah.

2.4. Perkembangan Pemikiran Transportasi dan Ekonomi Wilayah