tanpa tambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diijinkan, berbentuk khas mie yang tidak dikeringkan.
2.7.1 Mie Aceh
Berdasarkan definisi di atas, mie aceh digolongkan ke dalam mie basah, dimana mie aceh merupakan makanan berbentuk khas mie yang tidak dikeringkan
dan paling cepat mengalami kerusakan atau pembusukan terutama karena dalam pembuatannya tidak menggunakan pengawet. Sehingga pemakaiannya untuk
diolah lebih lanjut menjadi mie siap saji tidak boleh melebihi 24 jam Winarno, 1997.
Pembuatan mie aceh sebenarnya sama saja dengan pembuatan mie basah pada umumnya. Pembuatannya secara tradisional biasanya dengan menambahkan
air abu air alkali dengan tujuan untuk memperbaiki sifat fisik mie serta untuk meningkatkan daya tahan atau keawetan mie tersebut agar dapat digunakan
selama 24 jam atau kurang lebih pemakaian untuk satu hari. Pada pembuatan mie yang lebih maju, berbagai bahan tambahan pangan diberikan untuk menggantikan
fungsi air abu air alkali.Karena, air abu ini memiliki efek yang negatif bagi kesehatan, dimana dari setiap air abu yang dikonsumsi tubuh manusia secara
akumulasi mempunyai efek tajam atau berbahaya bagi organ lambung Winarno, 1997.
2.7.2 Bahan Baku Mie Aceh
Bahan bakuyang digunakan untuk pembuatan mie aceh adalah tepung terigu, air, air abu, pewarna, garam, tepung kanji atau tepung pulut dan minyak
makan. Semua bahan harus dalam kondisi baik, misalnya tepung terigu dan
Universitas Sumatera Utara
tepung kanji harus dalam kondisi tidak berbau apek, bewarna normal, bersih, bebas jamur dan serangga.Air yang merupakan komponen penting dalam
mempengaruhi bentuk, tekstur, bau dan rasa juga harus dalam kondisi baik, begitu juga dengan bahan-bahan lainnya.
2.7.3 Bahan Penolong
1. Air
Air yang digunakan untuk proses pembuatan mie aceh serta untuk pencucian alat-alat ataupun untuk membersihkan sarana produk lainnyayang di
pergunakan adalah air yang memenuhi persyaratan kesehatan untuk pengolahan pangan. Air merupakan komponen penting di dalam proses pengolahannya,
karena air mempengaruhi penampakan bentuk atau tekstur, bau aroma dan rasanya.
2. Bahan Pengawet
Penggunaan bahan pengawet di dalam proses pembuatannya, yaitu baik pengawet alami maupun pengawet sintesis haruslah yang memenuhi persyaratan
kesehatan. Zat pengawet sintesis terdiri dari berbagai macam senyawa organik dan senyawa anorganik dalam bentuk asam atau garamnya. Aktifitas bahan pengawet
tidaklah sama, ada yang efektif terhadap bakteri, khamir ataupun kapang, hal ini dilarang sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
722MenkesPer1X1988, tentang BTP bahan tambahan makanan. Pengawet alami yang dapat digunakan adalah seperti jeruk, kemenyan, gambir, sulfur dan
pinang.
Universitas Sumatera Utara
2.7.4 Proses Pembuatan Mie Aceh