92
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Mie Aceh
Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan pada 10 industri pengolahan mie aceh yang memproduksi mie aceh dan menjual hasil produksi di
pasar Tradisional Kota Sigli, menunjukkan pada setiap sampel karakteristik warnanya berbeda-beda. Pada sampel 01 dan 02 mie aceh tersebut terlihat
bewarna kuning standar, pada sampel 03, 05, 06 dan 09 menunjukkan mie aceh tersebut bewarna kuning pucat, pada sampel 04, 08 dan 10 menunjukkan mie aceh
tersebut bewarna kuning, sedangkan pada sampel 07 menunjukkan mie aceh tersebut bewarna sangat kuning dan agak mencolok.Dari 10 sampel tersebut lalu
dibawa ke laboratorium BPOM Aceh untuk melihat apakah mie aceh tersebut mengandung zat pewarna metanil yellow.
5.2 Karakteristik Penjamah Makanan Mie Aceh
Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan pada 10 industri pengolahan mie aceh yang menjual hasil produksi di pasar Tradisional Kota Sigli,
maka diperoleh data bahwa distribusi produsen mie aceh berdasarkan jenis kelamin lebih banyak laki-laki 60 dibandingkan dengan perempuan 40.
Menurut asumsi peneliti, kemampuan dan keahlian dalam mengolah mie aceh atau mie basah tidak dibatasi oleh jenis kelamin, baik itu laki-laki maupun perempuan
dapat mengolah dan menghasilkan mie aceh.Tetapi jenis kelamin sangat berpengaruh terhadap jumlah mie aceh yang dihasilkan setiap harinya, karena
pada umumnya kekuatan fisik laki-laki lebih kuat dari pada perempuan.
Universitas Sumatera Utara
Umur produsen mie aceh rata-rata berumur 35-50 tahun yaitu sebanyak 50 dan yang paling sedikit adalah 50 tahun sebanayak 20.Menurut
penelitian Marsaulina 2004, menunjukkan bahwa ada hubungan antara hygiene sanitasi dengan umur.Semakin tinggi umur penjamah makanan maka semakin
baik kebersihan penjamah makanan. Menurut asumsi peneliti, semakin bertambah umur seseorang maka pengetahuan tentang kebersihan akan semakin tinggi. Pada
umumnya pada anak-anak kurang memperhatikan kebersihan tetapi apabila sudah dewasa maka pengetahuan tentang kebersihan akan bertambah sehingga lebih
memperhatikan kebersihan. Berdasarkan tingkat pendidikan tertinggi produsen mie aceh yaitu tamatan
SMAsederajat, sedangkan yang paling banyak rata-rata tamatan SMPsederajat sebanyak 40.Jadi, dapat dikatakan tingkat pendidikan produsen penjamah
makanan mie aceh masih rendah, walaupun ada beberapa responden yang menamatkan pendidikan tingkat SMAsederajat.Sedangkan dilihat dari jumlah
produksihari mie aceh perhari diketahui paling banyak 400 kghari. Menurut asumsi peneliti, apabila produsen suatu industri rumah tangga telah
menyelesaikan pendidikan SMAsederajat, maka wawasan dan pola pikir berbisnis produsen akan berbeda dibandingkan dengan produsen yang masih
berpendidikan rendah. Berdasarkan hasil observasi yang telah peneliti lakukan diperoleh bahwa
lama berproduksi suatu industri pengolahan mie aceh yang paling lama adalah 20 tahun.Produsen mie aceh yang lebih lama berproduksi telah memiliki
konsumenpelanggan yang jelas dan pasti setiap harinya.Sedangkan berdasarkan
Universitas Sumatera Utara
jumlah tenaga kerja paling banyak yaitu 6 orang dan yang paling sedikit 1 orang.Menurut asumsi peneliti jumlah tenaga kerja tidak berpengaruh kepada
hygiene sanitasi pengolahan.Karena semakin banyak jumlah tenaga kerja kemungkinan higiene sanitasinya kurang baik.Hal ini disebabkan karena
kurangnya kesadaran penjamah makanan dan keterbatasan peralatan hygiene sanitasi seperti sarung tangan, celemek, tutup kepala dan peralatan yang lainnya.
Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan pada 10 industri pengolahan mie aceh yang menjual hasil produksi di pasar Tradisional Kota Sigli
diperoleh bahwa tidak ada satu pun produsen mie aceh yang pernah mengikuti kursus pengolahan makanan sebelum berproduksi. Hasil wawancara yang peneliti
peroleh bahwa untuk produsen II dan III mengaku belajar membuat mie aceh tersebut dari saudaranya sendiri dan rata-rata produsen mie aceh mengetahui cara
mengolah mie aceh atau mie basah tersebut juga dari produsen lain yang telah berhasil membuat mie aceh.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 942 Tahun 2003, penjamah makanan berkewajiban memiliki pengetahuan tentang hygiene sanitasi
makanan dan gizi serta menjaga kesehatan yang diperoleh melalui kursus hygiene sanitasi makanan yang penyelenggara pelatihan adalah pusat, dinas kesehatan
provinsi, dinas kesehatan kabupatenkota atau lembaga yang telah terdaftar di pemerintah daerah setempat.
Menurut asumsi peneliti, pola penyelenggaraan pelatihan atau kursus higiene sanitasi makanan sebaiknya dilakukan yang secara proaktif oleh
penyelenggara karena pada umumnya masyarakat belum mengetahui adanya
Universitas Sumatera Utara
pelatihan ini sehingga mayoritas masyarakat khususnya produsen tidak pernah mendapatkan pelatihankursus pengolahan makanan yang hygiene sebelumnya.
5.3 Oservasi Enam Prinsip Hygiene Sanitasi Makanan Pada Industri