18
Sudut Bumi - IPS Terpadu untuk SMPMTs Kelas VII
Temuannya yang pertama ditemukan di daerah Trinil, kabupaten Ngawi, Jawa Timur.
Pada waktu penggalian diketahui, bahwa bumi berlapis-lapis, dan pada setiap lapisan kerap ditemukan fosil-fosil tumbuhan, hewan,
dan manusia yang menjadi ciri khusus dari setiap lapisan. Fosil adalah sisa-sisa manusia, hewan, dan tumbuhan yang telah membatu karena
tertimbun tanah ribuan, bahkan jutaan tahun yang lalu.
Berikut ini akan dibahas mengenai jenis-jenis fosil manusia purba yang ditemukan di Indonesia. Coba kamu cermati dan pelajari.
a. Pithecantropus Pada 1890, Dr. Eugene Dubois, seorang ahli arkeologi
menemukan fosil di daerah Trinil, Ngawi, Jawa Timur. Fosil pertama yang ia temukan adalah tempurung kepala dan tulang rahang. Dalam
penggalian selanjutnya, di tempat yang sama ia menemukan tulang paha kiri. Setelah dikonstruksi, tubuh fosil temuannya diperkirakan
tingginya antara 165 sampai dengan 180 cm dengan fragmen tubuh yang masih sederhana dengan cara berjalan mereka yang masih belum
sempurna. Cara berjalan sudah mulai berdiri tegak dan volume otaknya masih kecil. Organ tubuh luarnya masih menyerupai binatang primata.
Karena sudah berjalan dengan berdiri tegak walaupun belum sempurna seperti sekarang, maka fosil ini diberi nama Pithecantropus erectus,
artinya manusia kera yang dapat berjalan tegak. Selain itu, fosil ini disebut juga fosil manusia Jawa.
Pada 1936, berbekal dengan temuan Dubois, dua orang peneliti yaitu, Duyfes dan Van Koenigswald kembali berhasil menemukan fosil
erectus di Perning, kabupaten Mojokerto Jawa Timur. Hasil temuannya adalah tengkorak anak-anak dengan usia sekitar 6 tahun, diperkirakan
hidup 1,9 juta tahun yang lalu. Karena ditemukan di Mojokerto, maka Pithecantropus erectus kali ini dinamakan Pithecantropus mojokensis
manusia kera dari Mojokerto atau disebut juga Pithecantropus robustus.
b. Megantropus Fosil Megantropus ditemukan di desa Sangiran pada 1936 sampai
dengan 1941. Penemunya adalah Van Koenigswald. Meganthropus diperkirakan hidup 2 juta tahun yang lalu dan para ahli menyebutnya
Meganthropus palaeojavanicus, artinya manusia raksasa dari Jawa Kuno. Fragmen tubuh yang ditemukannya adalah berupa rahang
atas dan bawah. Makanan utama Meganthropus diperkirakan adalah tumbuh-tumbuhan.
Fosil adalah sisa-sisa manusia, hewan, dan
tumbuhan yang telah membatu karena
tertimbun tanah ribuan, bahkan jutaan tahun
yang lalu.
„
„
Gambar 2.6 Eugene Dubois
Sumber: image.g oogle.com
Gambar 2.7 Pithecantropus erectus
Sumber: image.g oogle.com
Gambar 2.8 Pithecantropus robustus
Sumber: image.g oogle.com
19
Bab 2 | Kehidupan pada Masa Prasejarah di Indonesia
c. Homo Sapiens
Jenis manusia di Indonesia diperkirakan hidup antara 25.000 sampai dengan 40.000 tahun yang lalu. Jenis manusia ini telah sanggup
membuat alat-alat dari batu maupun tulang, sekalipun dengan masih sangat sederhana mereka telah dapat mengolah makanan dan hasil
buruan. Volume otaknya diperkirakan antara 1.000 sampai dengan 2.000 cc dengan tinggi yang bervariasi antara 130 - 210 cm, berat
badan diperkirakan antara 30 - 150 kg. Fosil Homo yang ditemukan adalah Homo soloensis dan Homo wajakensis.
1 Homo soloensis Homo soloensis ditemukan pada 1931 - 1933 oleh Ter Haar,
Oppenoorth, dan Van Koenigswald dengan hasil temuan berupa satu seri tengkorak yang jumlahnya sangat besar di daerah Ngondong, dekat
Blora Jawa Tengah. Hasil penelitian menunjukkan jenis manusia ini tingkatannya lebih tinggi dari fosil sebelumnya. Fosil ini dinamakan
Homo soloensis manusia dari Solo diperkirakan hidup antara 35.000 - 15.000 tahun SM.
2 Homo wajakensis Fosil jenis ini ditemukan oleh BD. Van Rietshoten di daerah Wajak,
Tulung Agung Jawa Timur pada 1889. Kemudian, fosil ini diberi nama sesuai dengan daerah ditemukannya, yaitu Homo wajakensis.
Pada 1920, Eugene Dubois menemukan fosil yang sama dan diberi nama Wajakensis II. Menurut para ahli, fosil ini merupakan bentuk
perubahan langsung dari Homo soloensis, dan jenis inilah diperkirakan nenek moyang dari penduduk asli pulau Irian Papua dan sekitarnya.
Homo wajakensis mempunyai volume otak kira-kira 1530 - 1650 cc. Di antara semua jenis manusia purba yang ditemukan di
Indonesia, Homo wajakensis merupakan jenis yang paling tinggi tingkat kecerdasan dan peradabannya.
Gambar 2.9 Meganthropus
Sumber: image.g oogle.com
Gambar 2.10 Homo sapiens
Sumber: image.g oogle.com
Gambar 2.11 Homo soloensis
Sumber: image.g oogle.com
20
Sudut Bumi - IPS Terpadu untuk SMPMTs Kelas VII
C. Corak Kehidupan Masyarakat Purba di Indonesia
Perkembangan kehidupan manusia purba di Indonesia dibagi ke dalam tiga masa, yaitu masa hidup berburu dan mengumpulkan
makanan, masa bercocok tanam dan beternak, dan masa perundagian dan kemahiran teknik. Untuk lebih memahami ketiganya, cermatilah
uraian berikut ini.
1. Masa Hidup Berburu dan Mengumpulkan Makanan
Pada masa ini kehidupan manusia purba masih sangat sederhana. Mereka mengumpulkan makanan dan meramunya serta berburu dengan
menggunakan peralatan bantu yang sangat sederhana. Binatang buruan yang dicari, antara lain: gajah, banteng, badak, rusa, dan kerbau liar.
Selain itu, mereka juga berburu ikan dan kerang di laut.
Untuk melindungi dirinya dari hujan, panas, dan gangguan hewan buas, manusia purba memanfaatkan ceruk yang ada di batu karang.
Letak ceruk tempat tinggal mereka biasanya tidak jauh dari sumber air karena sumber air biasa digunakan juga oleh binatang buruan untuk
minum. Pada saat binatang minum, manusia purba memburunya dan selanjutnya digunakan untuk makan sehari-hari.
Pada saat itu, manusia purba belum mengenal cara bercocok tanam, apalagi beternak. Mereka sangat tergantung pada alam yang
tersedia. Segala yang terdapat di alam sekitar mereka ambil dan manfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Cara seperti itu
disebut dengan istilah food gathering masa mengumpulkan makanan. Apabila sumber makanan di sekitarnya sudah habis, mereka kemudian
berpindah mencari tempat yang baru yang masih banyak sumber makanannya. Sistem berpindah tempat seperti itu disebut hidup dengan
cara nomaden.
Selain karena faktor persediaan makanan, kepindahan manusia purba juga disebabkan oleh faktor lain, yaitu jumlah penduduk yang makin
banyak dan musim kering yang panjang yang menyebabkan hewan buruan berpindah.
Pada saat berburu, mereka sudah menggunakan peralatan, sekalipun masih sangat sederhana, misalnya kapak perimbas chopper, yaitu sejenis
kapak yang digenggam dan tidak bertangkai. Jenis kapak ini diperkirakan dibuat dan digunakan oleh jenis Pithecantropus erectus.
Peninggalan-peninggalan perkakas artefak pada masa itu ditemukan oleh Van Koenigswald di sekitar Pacitan dan Ngondong
pada 1935. Selain itu, di Ngondong juga ditemukan alat-alat dari tulang. Alat-alat ini terbuat dari tanduk rusa yang digunakan sebagai serpih.
Alat serpih digunakan untuk penusuk melubangi dan sebagai pisau
Apabila sumber makanan di sekitarnya
sudah habis, mereka kemudian berpindah
mencari tempat yang baru yang masih
banyak sumber
„
„
21
Bab 2 | Kehidupan pada Masa Prasejarah di Indonesia
serta digunakan untuk menangkap ikan. Kehidupan manusia purba pada masa ini kebanyakan dengan cara
berkelompok dan tinggal di gua-gua yang dekat dengan sungai atau sekitar pantai. Gua yang banyak digunakan adalah gua yang bagian
atasnya terlindung oleh karang atau disebut juga abris sous roche.
Peninggalan artefak kehidupan dalam gua ini ditemukan oleh Van Stein Callenfels di gua Lawa dekat Sampung Ponorogo dan Madiun
pada 1928 dan 1931. Sedangkan, artefak yang ditemukan berupa ujung panah, batu-batu kecil yang indah flakes, batu-batu penggilingan,
kapak batu, alat dari tulang, dan tanduk rusa.
Selain itu, terdapat juga peninggalan-peninggalan seni lukis yang terdapat di dalam gua Leang-Leang di Provinsi Sulawesi Selatan.
Lukisan tersebut menggambarkan perjuangan hidup manusia pada masa berburu dan mengumpulkan makanan. Pada lukisan tersebut
tertera tangan manusia dan binatang dengan cat merah.
Sedangkan, kehidupan manusia purba yang tinggal di pantai atau tepi sungai di pedalaman, jenis makanan mereka berbeda antara yang
hidup di pantai dengan mereka yang hidup di pedalaman. Akibatnya, artefak yang mereka gunakan dengan sendirinya berbeda.
Mereka yang tinggal di pantai meninggalkan sampah-sampah dapur atau kjokkenmoddinger. Fosil ini terbentuk dari sisa-sisa makanan
kulit kerang dan tulang ikan yang menggunung di tepi pantai dan tersebar hampir di sepanjang pantai Sumatra Timur.
2. Masa Bercocok Tanam
Manusia dengan kelebihan yang dimiliki akan berupaya untuk mengolah alam ini dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, termasuk
yang terjadi pada jenis manusia purba yang menginginkan hidupnya tetap tanpa nomaden.
Hidup dengan cara nomaden berpindah-pindah bukanlah hal yang mudah karena selalu membutuhkan penyesuaian terhadap
lingkungan yang baru. Akibatnya, segala sesuatunya harus dimulai dari awal.
Sekalipun kehidupan manusia purba masih primitif, tapi dengan akalnya mereka berpikir untuk masa depan kehidupannya. Sehingga
terjadilah perubahan dari tradisi food gathering mengumpulkan makanan menjadi food producing menghasilkan makanan. Mereka
sudah tidak tergantung lagi pada alam. Mereka sudah berusaha untuk menghasilkan makanan sendiri dengan bercocok tanam dan beternak.
Adapun jenis makanan yang diusahakan, antara lain: jagung, padi, keladi, sukun, pisang, dan ketela.
Itulah manusia dengan kesempurnaan akal dan budinya, mereka
Hidup dengan cara nomaden berpindah-
pindah bukanlah hal yang mudah karena
selalu membutuhkan penyesuaian terhadap
lingkungan yang baru. Akibatnya, segala
sesuatunya harus dimulai dari awal.
„
„