150
Sudut Bumi - IPS Terpadu untuk SMPMTs Kelas VII
2 Frans Van de Patted dan Baron Van Houvel mantan pendeta di
Jakarta. Ia menulis buku „Suliker Cpunbroten‰. Kedua buku ini menceritakan penderitaan rakyat Indonesia akibat pelaksanaan
tanam paksa.
Sejak kedatangan penjajah Portugis, Inggris, maupun Belanda, rakyat Indonesia bertambah sengsara, karena harta kekayaan telah
dikuras habis untuk kepentingan penjajah.
E. Reaksi Rakyat terhadap Pemerintah Kolonial Belanda
1. Perlawanan Kapitan Pattimura
Ketika Inggris menggantikan Belanda 1811-1816, penduduk Maluku tidak merasa tertekan. Karena Inggris membayar hasil bumi
dengan harga yang lebih tinggi dari Belanda, juga kapal-kapal Inggris sering datang membawa barang-barang yang berguna untuk penduduk,
kerja paksa dikurangi, dan yang tak kalah penting bagi perjuangan bangsa adalah Inggris menghargai pemuda Maluku untuk ikut menjadi
dinas angkatan perang Inggris sebagai prajurit penuh.
Pada 1817, Belanda kembali ke Maluku. Timbul rasa gelisah di antara penduduk dan berniat menolak kembalinya Belanda ke tanah
Maluku. Pusat perlawanan mulai tumbuh terutama di Saparua, di bawah pimpinan Thomas Matulessy Pattimura dan pemimpin-pemimpin
lainnya. Antonie Rhebox, Thomas Pattiweal, Lucas Lattumahina, Said Perintah, Paulus Tiahahui, dan Ulupoha. Rakyat bergerak menolak
kedatangan kembali Belanda.
Perlawanan diawali dengan membakar perahu pos di port pelabuhan pada 15 Mei 1817 dan mengepung benteng Duurstede.
Keesokan harinya rakyat berhasil menguasai benteng dan menembak mati Residen Maluku, Van De Berg. Pada 14 Mei 1817, Pattimura
mulai memimpin perlawanan kepada Belanda, terutama di Porto. Belanda kesulitan dan akhirnya Belanda meminta bantuan dari
Ambon, dikirimlah pasukan sebanyak 200 orang pada Juli 1817. Untuk kedua kalinya bantuan Belanda datang ke Saparua dan berhasil
menguasai Benteng Duurstede pada bulan Agustus 1817. Belanda ingin secepatnya menangkap pemimpin-pemimpin perlawanan itu
selain dengan mengerahkan pasukan yang banyak, Belanda juga mengumumkan bahwa mereka akan diberi hadiah 1000 Gulden bagi
siapa saja yang dapat menangkap Pattimura, dan 500 Gulden untuk pemimpin-pemimpin lainnya. Tapi rakyat Maluku tidak tergiur oleh
hadiah tersebut. Pada Oktober 1817, Belanda berkeinginan untuk segera menyelesaikan perang. Untuk itulah pada bulan tersebut
Belanda mengerahkan pasukannya secara besar-besaran. Dan akhirnya
Gambar 10.3 Pattimura
Sumber: image.g oogle.com
151
Bab 10 | Perkembangan Masyarakat pada Masa Kolonial
Pattimura beserta para pemimpin lainnya dapat ditangkap Belanda. Pada 16 Desember 1817 Pattimura dihukum gantung di Kota Ambon.
Dalam perang Maluku dikenal pula pahlawan wanita Christina Martha Tiahahu dan sering dijuluki Mutiara dari Timur, yang ikut berjuang
melawan Belanda sekalipun usianya masih muda dan wafat 1 Januari 1818, dalam pengasingan pembuangan di Pulau Jawa.
2. Perlawanan Tuanku Imam Bonjol
Di Minangkabau Sumatra Barat pada abad ke-19 terjadi perselisihan kaum Paderi dengan kaum adat. Kaum Paderi, yaitu kaum
pemeluk agama Islam yang tidak dipengaruhi oleh adat kebiasaan. Sedangkan, kaum adat adalah para pemeluk Islam yang banyak
dipengaruhi oleh adat kebiasaan yang kurang baik, misalnya berjudi, menyabung ayam, dan lain-lain.
Dalam perjuangannya, Tuanku Imam Bonjol dibantu oleh Tuanku Ranceh, Tuanku Nan Cerdik, dan Tuanku Nan Peasaman. Pada 1821
Belanda ikut campur tangan dan membantu kaum adat. Belanda menyerbu Tanah Datar pada 1822 dengan menggunakan siasat
benteng, misalnya Benteng Fort de Kock di Bukit Tinggi. Karena kalah persenjataannya kaum paderi mundur.
Setelah peperangan yang cukup lama, maka 1832 Belanda dapat menguasai Bonjol. Kaum adat menyadari bahwa bantuan Belanda
hanya siasat „adu domba‰, sebenarnya Belanda ingin menguasai Minangkabau.
Pada 1837, Belanda kembali meningkatkan penyerangannya ke Bonjol di bawah pimpinan Letnan Kolonel Micheels. Bonjol jatuh ke
tangan Belanda, karena serangan tidak seimbang, namun Tuanku Imam Bonjol berhasil melarikan diri.
Pada 28 Oktober 1837 Belanda mengundang Tuanku Imam bonjol untuk berunding. Kemudian, Imam Bonjol ditangkap dan diasingkan
ke Cianjur. Pada 1839 Imam Bonjol dipindahkan ke Ambon kemudian Minahasa sampai wafatnya, yaitu tahun 1864.
3. Pangeran Diponegoro 1825-1830
Putra Sultan Hamengkubuwono III yang lahir pada 11 November 1785 diberi nama Raden Mas Ontowiryo. Kemudian dikenal dengan
nama Pangeran Diponegoro. Sejak kecil beliau diasuh oleh Ratu Ageng, janda Hamengkubuwono I.
Pangeran Diponegoro sangat sedih melihat penderitaan rakyat saat itu. Tanah-tanah rakyat diambil untuk dijadikan perkebunan
Belanda. Kebencian Pangeran Diponegoro tambah memuncak setelah tahu Belanda mematok tanah leluhurnya untuk dijadikan jalan antara
Magelang-Tegalrejo. Bersama rakyat, Pangeran Diponegoro mencabuti
Gambar 10.5 Tuanku Imam Bonjol
Gambar 10.4 Christina Martha Tiahahu
Sumber: image.g oogle.com
Sumber: image.g oogle.com
Gambar 10.6 Pangeran Diponegoro
Sumber: image.g oogle.com