Kerajaan Mataram Kuno Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Hindu dan Buddha di Indonesia
117
Bab 8 | Perkembangan Masyarakat pada Masa Hindu-Buddha di Indonesia
Perpecahan Kerajaan Mataram Kuno ini tidak berlangsung lama. Pada tahun 850 M Rakai Pikatan dari Dinasti Sanjaya mengadakan
perkawinan politik dengan Pramodhawardani dari keluarga Syailendra. Dengan perkawinan ini, Kerajaan Mataram Kuno dapat dipersatukan
kembali.
Pada masa pemerintahan Pikatan-Pramodawardani, wilayah Mataram berkembang luas meliputi Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Rakai Pikatan juga berhasil mendirikan Candi Plaosan. Sepeninggal Rakai Pikatan, Kerajaan Mataram Kuno diperintah
oleh Balitung 898 - 910 M. Raja Balitung adalah raja terbesar Mataram dan bergelar Sri Maharaja Rakai Wakutura Dyah Ballitung. Pada masa
pemerintahannya banyak dibangun candi dan prasasti. Di antaranya adalah komplek Candi Prambanan. Selain itu, Raja Balitung dikenal
dapat mengatur pemerintahan dengan baik sehingga membawa kesejahteraan bagi rakyatnya.
Setelah Balitung, pemerintahan dipegang berturut-turut oleh Daksa, Tuladong, dan Wawa. Raja Wawa memerintah antara 924 - 925 M. Ia
kemudian digantikan oleh menantunya yang bernama Mpu Sendok. Pada masa pemerintahan Mpu Sendok inilah pusat kerajaan Mataram
Kuno dipindahkan ke Jawa Timur. Hal ini disebabkan makin besarnya pengaruh Kerajaan Sriwijaya yang diperintah oleh Balaputradewa.
Selama abad ke-7 hingga abad ke-9 terjadi serangan-serangan dari Sriwijaya ke Mataram. Hal ini menyebabkan Mataram Kuno
makin terdesak ke wilayah timur. Selain itu, sering terjadi pula bencana alam berupa letusan gunung Merapi. Letusan gunung ini diyakini oleh
masyarakat Mataram Kuno sebagai tanda kehancuran dunia. Oleh karena itu, mereka menganggap letak Kerajaan di Jawa Tengah sudah
tidak layak dan harus dipindahkan.