131
4.6. Model Spasial Kesesuaian Habitat
Berdasarkan delapan komponen habitat macan tutul jawa yang telah dikaji dan dievaluasi pada sub bab 4.3 Karakteristik Habitat dapat dibuat pemodelan spasial
kesesuaian habitat menggunakan program ArcView 3.2. Kesesuaian habitat dibangun dari dua kelompok komponen habitat, yaitu komponen yang terkait dengan kebutuhan
hidup macan tutul pemanfaatan habitat dan komponen yang terkait dengan keamanan dari gangguan disturbance kerawanan habitat. Komponen yang yang terkait dengan
kebutuhan hidup macan tutul jawa adalah : 1 luas ruang; 2 mangsa; 3 vegetasi pelindung cover; 4 air dan 5 iklim. Sementara komponen yang terkait dengan
kerawanan habitat terhadap gangguan didekati dengan: 1 status kawasan hutan; 2 topografi dan 3 ketinggian dari permukaan laut altitude.
4.6.1. Model Pemanfaatan Habitat Macan Tutul Jawa
Hasil overlay lima faktor pemanfaatan habitat luasan, mangsa, tipe hutan, badan air dan curah hujan memberikan hasil seperti ditunjukan pada Gambar 4.36. Secara
kuantitatif jumlah dan luasan kantong habitat habitat patches menurut kelas pemanfaatannya disajikan pada Tabel 4.29.
Tabel 4.29. Luas dan jumlah patches habitat menurut kelas pemanfaatannya berdasarkan peta interpretasi citra satelit tahun 2006.
Kelas Pemanfaatan Habitat
Kisaran Total Skor
Jumlah Patches
Proporsi Luas Total
Ha Proporsi
Tinggi 5,83-8,50 177.097
64,00 294.253,63
42,96 Sedang 3,17-5,83
78.624 28,41
342.240,66 49,97
Rendah 0,5-3,17
20.988 7,58
48.417,25 7,07
Jumlah 276.709
100,00 684.911,54
100,00
Dalam Tabel 4.29. tampak bahwa sebagian besar 64,00 kantong habitat habitat patches
hutan di Provinsi Jawa Tengah memiliki tingkat pemanfaatan yang tinggi sebagai habitat macan tutul jawa. Hanya sebagian kecil patches hutan yang
memiliki kelas pemanfaatan rendah 7,58 dan selebihnya 28,41 memiliki kelas pemanfaatan sedang. Menurut luasnya, habitat yang memiliki pemanfaatan tinggi
42,96, sedang 49,97 dan rendah 7,07 Secara umum kawasan berhutan di Jawa Tengah masih memiliki tingkat pemanfaatan yang tinggi dan sedang sebagai habitat
macan tutul jawa. Hal ini juga berarti masih memiliki kesesuaian yang tinggi bagi
132 habitat macan tutul jawa. Kantong-kantong habitat yang memiliki pemanfaatan rendah,
terutama disebabkan oleh luasan yang kecil 600 ha dan ketiadaan satwa mangsa utama.
Distribusi lokasi indikasi macan tutul jawa menurut kelas pemanfaatan habitat disajikan pada Tabel 4.30. Dari Tabel 4.30 tampak bahwa distribusi lokasi indikasi
macan tutul jawa mengikuti pola distribusi kelas pemanfaatan habitat Tabel 4.30, yaitu macan tutul jawa terkonsentrasi di kantong-kantong habitat patches dengan kelas
pemanfaatan tinggi 68,75, diikuti kelas pemanfaatan sedang 29,17 dan hanya 2,08 berada di habitat dengan kelas pemanfaatan rendah.
Tabel 4.30. Distribusi lokasi indikasi macan tutul jawa menurut kelas pemanfaatan habitat.
Kelas Pemanfaatan Jumlah Lokasi Indikasi
Proporsi
Rendah 1 2,08
Sedang 14 29,17
Tinggi 33 68,75
Jumlah 48 100,00
Untuk menguji hipotesis null Ho: ditribusi proporsi lokasi indikasi macan tutul mengikuti disribusi proporsi kelas pemanfaatan habitat maka dilakukan uji proporsi
χ
2
. Kaidah keputusannya adalah menerima Ho jika χ
2 hitung
kurang dari χ
2 tabel
pada taraf
α = 5. Dengan menggunakan formula 3.20 diperoleh nilai χ
2 hitung
= 5,86 lebih kecil daripada
χ
2 0,05;2
, sehingga keputusannya menerima Ho yaitu distribusi proporsi lokasi indikasi macan tutul mengikuti distribusi proporsi kelas pemanfaatan habitat.
Dengan demikian kesimpulannya adalah model pemanfaatan habitat sesuai dengan kondisi sebaran populasi aktual di lapangan saat ini. Dengan menggunakan formula
3.19 diperoleh validitas model 97,92. Hal ini juga menunjukkan bahwa model yang dibuat dapat diandalkan untuk kondisi saat ini di Jawa Tengah.
133 Gambar 4.36. Peta pemanfaatan habitat macan tutul Jawa Panthera pardus melas di Provinsi Jawa Tengah.
134
4.6.2. Model Kerawanan Habitat Macan Tutul Jawa