Status Fungsi Kawasan Klasifikasi Kekayaan Jenis Mangsa di 20 KPH Perum Perhutani Unit I

102 Tabel 4.21. Hasil perhitungan χ 2 untuk menguji hubungan antara kondisi iklim dengan wilayah sebaran macan tutul jawa. Tipe Curah Hujan Dominan Jumlah KPH Prakiraan Luas Ha Proporsi Frekuensi Observasi macan tutul jawa Oi Frekuensi Harapan macan tutul jawa Ei Oi-Ei 2 Ei 1 2 3 4 5 6 7 AB 7 263.004,45 0,45 33 21 6,212 CD 10 271.175,89 0,46 9 22 7,784 DE 3 54.213,53 0,09 6 4 0,563 Jumlah 20 588.393,87 1,00 48 48 14,558 Keterangan: Frekuensi Harapan macan tutul kolom 6 = kolom 4 x kolom jumlah kolom 5 Gaspersz, 1994. Menggunakan Formula 3.10 diperoleh χ 2 hitung = 14,558 χ 2 0.05;2 . Berdasarkan Tabel 4.21 diperoleh nilai χ 2 hitung lebih besar daripada χ 2 tabel sehingga keputusannya menolak Ho dan kesimpulannya ada hubungan antara keberadaan macan tutul jawa dengan kondisi iklim tipe curah hujan di suatu wilayah. Dalam hal ini tampak bahwa macan tutul jawa lebih banyak dijumpai daerah beriklim basah A dan B 68,75 daripada di daerah beriklim kering C, D, E 31,25. Dengan demikian, curah hujan merupakan faktor lingkungan yang perlu dipertimbangkan dalam pembuatan model kesesuaian habitat macan tutul jawa. Iklim curah hujan diduga berpengaruh terhadap keberadaan satwa mangsa macan tutul yang merupakan herbivora. Satwa herbivora tergantung pada ketersediaan hijauan pakan yang umumnya merupakan tumbuhan bawah. Kelimpahan tumbuhan bawah dipengaruhi oleh kondisi curah hujan setempat.

4.3.6. Status Fungsi Kawasan

Status fungsi kawasan berpengaruh pada intensitas gangguan manusia terhadap kawasan. Kawasan yang berfungsi Hutan Konservasi HK seperti taman nasional, cagar alam dan suaka margasatwa relatif lebih aman bagi satwaliar dibandingkan Hutan Lindung HL, Hutan Produksi Terbatas HPT dan Hutan Produksi HP. Hal ini karena dalam pengelolaan hutan konservasi, misalnya taman nasional, tidak diperbolehkan adanya kegiatan yang bersifat eksploitatif, bahkan di zona inti sama sekali tidak boleh ada kegiatan kecuali penelitian UU No. 51990; PP 681998. 103 Di hutan lindung relatif lebih aman daripada hutan produksi karena di hutan lindung juga ada pembatasan kegiatan pemanfaatan, yaitu hanya diperbolehkan kegiatan yang tidak menebang pohon PP342002. Sementara hutan produksi paling rentan terhadap gangguan manusia, karena ada aktifitas penanaman, pemeliharaan dan penebangan pohon. Di samping itu, sistem pengelolaa hutan produksi dengan program tumpang sari atau PHBM Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat membolehkan adanya kegiatan budidaya pertanian di antara tegakan hutan. Pentingnya status fungsi kawasan hutan bagi kesesuaian habitat macan tutul jawa juga ditunjukkan oleh fakta bahwa dari 17 lokasi sebaran macan tutul yang mengalami kepunahan lokal, 94 16 di antaranya berada di hutan produksi dan hanya satu yang berada di hutan konservasi hutan alam. Dari 16 lokasi sebaran macan tutul jawa yang telah mengalami kepunahan lokal, 87,5 14 diantaranya merupakan hutan tanaman jati dan hanya dua lokasi yang merupakan hutan tanaman pinus Tabel 4.8. Dari 48 titik lokasi indikasi macan tutul jawa di Provinsi Jawa Tengah, 14,58 tersebar di kawasan hutan lindung, 6,25 di hutan konservasi dan 79,17 di hutan produksi Gambar 4.15. Pada penelitian ini tidak ditemukan macan tutul di hutan rakyat. Demikian juga berdasarkan laporan dari Perhutani Unit I dan BKSDA Jawa Tengah tidak ada macan tutul menggunakan habitat hutan rakyat. Hutan Konservasi yang masih memiliki macan tutul jawa di Jawa Tengah adalah Taman Nasional Gunung Merapi, Taman Nasional Gunung Merbabu dan Cagar Alam Nusa Kambangan Barat dan Timur. Hutan konservasi yang tersebar secara mosaik di dalam lansekap hutan produksi, merupakan tempat berlindung dan berkembangbiak yang aman bagi macan tutul jawa. Hal ini seperti yang terjadi di CA Ulolanang dan CA Pagerwunung di KPH Kendal, CA Pringombo di KPH Kedu Selatan, CA Cabak di KPH Cepu dan CA Gunung Butak di KPH Kebonharjo. Dalam pemodelan spasial kesesuaian habitat macan tutul jawa, status fungsi kawasan merupakan faktor yang perlu dipertimbangkan karena berhubungan dengan tingkat kerawanan vulnerability habitat terhadap gangguan. Hal ini berkaitan dengan intensitas gangguan disturbance yang potensial dapat mempengaruhi kesesuaian habitat secara umum Marker and Dickman, 2005. 104 Gambar 4.15. Komposisi sebaran macan tutul jawa menurut status fungsi kawasan hutan di Provinsi Jawa Tengah.

4.3.7. Topografi