Pengelolaan Metapopulasi a. Pembuatan Koridor

145 tutul jawa. Degradasi kualitas habitat ini disebabkan oleh kerusakan atau kehilangan vegetasi akibat perambahan dan penggarapan untuk budidaya pertanian. Kawasan hutan yang mengalami degradasi tersebut, perlu dipulihkan melalui kegiatan restorasi. Mengingat kompleksnya proses-proses dan fungsi ekosistem dan luasnya jelajah macan tutul jawa maka untuk dapat memperoleh kembali fungsi-fungsi ekosistem hutan sebagai habitat macan tutul jawa, restorasi harus dilakukan pada level lansekap. Dalam pendekatan restorasi ekosistem hutan, masyarakat disertakan untuk mengidentifikasi dan menetapkan secara tepat praktek-praktek penggunaan lahan yang akan membantu pemulihan fungsi hutan secara keseluruhan lansekap. Dalam hal ini difokuskan pada pemulihan fungsi-fungsi hutan pada level lansekap untuk optimalisasi fungsi ekologi hutan dan pemeliharaan kesejahteraan masyarakat sekitarnya. Tujuan dari pendekatan ini adalah memperkuat hubungan antara pembangunan pedesaan, kehutanan dan manajemen konservasi sumberdaya alam lainnya. Dengan perkataan lain lebih mengutamakan pada optimalisasi penyediaan manfaat hutan dalam lansekap yang lebih luas IUCN, 2005.

4.7.2. Pengelolaan Metapopulasi a. Pembuatan Koridor

Populasi-populasi macan tutul jawa yang berada dalam non equilibrium metapopulation memiliki resiko kepunahan jangka pendek lebih tinggi dibandingkan tipe metapopulasi lainnya. Hal ini disebabkan tidak adanya konektifitas antar populasi sehingga setiap populasi memiliki resiko punah lokal karena erosi genetik akibat inbreeding atau faktor demografik seperti tidak tersedianya jantan atau betina dalam populasi tersebut. Jumlah populasi yang tersebar dalam non equilibriium population cukup besar yaitu 31,25 dari seluruh populasi yang ada di Jawa Tengah. Oleh karena itu, dalam pengelolaan di masa mendatang perlu mendapat perhatian. Tindakan pengelolaan terhadap non equilibrium metapopulation yang perlu segera dilakukan adalah menghubungkan populasi-populasi yang terisolasi dari populasi terdekatnya. Dalam hal ini pembuatan koridor satwaliar dapat dipertimbangkan untuk menghubungkan populasi-populasi tersebut. Dengan memberikan lintasan untuk perpindahan antar populasi melalui koridor maka dapat meningkatkan peluangnya untuk 146 survival Meret, 2007. Manfaat atau keuntungan potensial dari koridor satwaliar adalah Meret, 2007: 1 Meningkatkan laju imigrasi antara populasi sehingga dapat memelihara keragaman, meningkatkan ukuran populasi, menurunkan kemungkinan kepunahan dan menghindarkan inbreeding. 2 Meningkatkan areal untuk mencari makan bagi spesies dengan jelajah yang luas. 3 Memberikan tempat melarikan diri dan bersembunyi dari predator, kebakaran dan gangguan lainnya. Beberapa populasi macan tutul yang dalam jangka panjang perlu dihubungkan dengan koridor antara lain : 1 Populasi di Gunung Merapi dengan populasi di Gunung Merbabu 2 Populasi di Gunung Sindoro dengan populasi di Gunung Sumbing 3 Populasi di Gunung Sindoro dengan populasi di Pegunungan Dieng dan kelompok hutan Petungkriono KPH Pekalongan Timur 4 Populasi di Gunung Slamet dengan populasi di KPH Pemalang dan KPH Banyumas Barat Kebasen, Majenang 5 Populasi di KPH Banyumas Barat Majenang dengan populasi di KPH Ciamis dan KPH Kuningan Jawa Barat. Berdasarkan analisis metapopulasi terdapat 21 populasi macan tutul yang perlu mendapat prioritas pengelolaan karena memiliki resiko kepunahan lokal tinggi dan sedang seperti disajikan pada Lampiran 4. Delapan populasi macan tutul jawa yang memiliki resiko kepunahan tinggi dan perlu mendapat prioritas penyelamatannya adalah: RPH Lobongkok, RPH Mandirancan – RPH Kebasen, RPH Cimanggu, RPH Pringombo, RPH Karangsambung, RPH Karangwinong, RPH Besokor dan BKPH Sambirejo. Upaya-upaya yang harus dilakukan pada setiap populasi yang terancam punah tersebut dapat dilihat pada Lampiran 4.

b. Translokasi atau Reintroduksi