Tingkat Modal Sosial Petani dalam Pengelolaan Hutan Rakyat dan
94
Skala penilaian yang diperoleh untuk tingkatan modal sosial pada petani di lokasi penelitian baik yang tersertifikasi maupun yang belum tersertifikasi adalah
sebagai berikut: a. Modal sosial petani minimum apabila jumlah skor
≤ 5 0, dalam konteks pengelolaan hutan rakyat dan perdagangan kayu rakyat maka sangat sulit
untuk dikembangkan jika dilihat dari modal sosial yang dimiliki. b. Modal sosial petani rendah apabila jumlah skor antara 51 – 67, dalam konteks
pengelolaan hutan rakyat dan perdagangan kayu rakyat maka sulit untuk dikembangkan jika dilihat dari modal sosial yang dimiliki.
c. Modal sosial petani sedang apabila jumlah skor antara 68 – 84, dalam konteks pengelolaan hutan rakyat dan perdagangan kayu rakyat maka mudah
untuk dikembangkan jika dilihat dari modal sosial yang dimiliki. d. Modal sosial petani tinggi apabila jumlah skor
≥ 84, dalam konteks
pengelolaan hutan rakyat dan perdagangan kayu rakyat maka sangat mudah untuk dikembangkan jika dilihat dari modal sosial yang dimiliki.
Tabel 38 menunjukkan bahwa modal sosial masyarakat di lokasi penelitian baik yang telah tersertifikasi maupun yang belum tersertifikasi berada pada
tingkat yang tinggi skor 95 dan 96. Tingkat modal sosial petani responden tersaji pada Tabel 39
Tabel 39 Sebaran tingkat modal sosial petani responden
No Kategori
Modal Sosial Selang Nilai
Sertifikasi Non Sertifikasi
Jumlah orang
Persentase Jumlah
orang Persentase
1. Minimum
≤ 50 0,00
0,00 2.
Rendah 51 – 67
0,00 0,00
3. Sedang
68 – 84 0,00
1 1,72
4. Tinggi
≥ 84 57
100,00 57
98,28 Jumlah
57 100,00
58 100,00
Modal sosial petani responden termasuk dalam kategori tinggi, untuk petani yang berada di lokasi tersertifikasi sebesar 100,00, sedangkan utuk petani
yang berada di lokasi yang belum tersertifikasi untuk kategori sedang sebesar 98,28. Dari pola-pola interelasi sosial yang terjadi dalam petani di lokasi
penelitian baik yang telah tersertifikasi maupun yang belum tersertifikasi
95
cenderung masuk tipe modal sosial yang mengikat bonding. Hal ini sesuai dengan karakteristik dasar yang melekat pada tipologi ini, yaitu baik kelompok
maupun anggota kelompok dalam konteks ide, relasi dan perhatian, lebih berorientasi ke dalam inward looking dibandingkan berorientasi ke luar
outward looking. Selain itu ragam masyarakat atau individu yang menjadi anggota kelompok
ini relatif homogenius, seperti seluruh anggota kelompok berasal dari suku yang sama. Apa yang menjadi perhatian terfokus pada upaya menjaga nilai-nilai yang
turun temurun telah diakui dan dijalankan sebagai bagian dari perilaku code of conducts dan perilaku moral code of ethics dari suku atau entitas sosial tersebut.
Mereka lebih konservatif dan lebih mengutamakan solidary making dari pada hal- hal yang lebih nyata untuk membangun diri dan kelompok sesuai dengan tuntutan
dan nilai dan norma masyarakat yang lebih terbuka.