109
Pengelolaan hutan rakyat dan perdagangan kayu rakyat dalam pencapaian tujuannya memerlukan strategi yang tidak hanya berdasarkan pada sumberdaya
alam, sumberdaya fisik dan sumberdaya manusia saja, tetapi membutuhkan penguatan modal sosial masyarakat yang menjadi sasaran program pembangunan.
Strategi pengelolaan hutan rakyat dan perdagangan kayu rakyat seharusnya melibatkan unsur-unsur sosial, ekonomi dan budaya setempat, sehingga tidak
menimbulkan ketergantungan masyarakat kepada pemerintah dan dapat berkelanjutan walaupun proyek telah berakhir. Strategi pengelolaan hutan rakyat
dan perdagangan kayu rakyat yang tepat diharapkan mampu memberikan manfaat nyata bagi masyarakat sekitar karena pemanfaatan hutan rakyat dengan baik tidak
hanya dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan para pemiliknya, tetapi juga dapat menstimulasi berbagai aktivitas ekonomi Patabang et al. 2008.
Strategi pengembangan dalam pengelolaan dan perdagangan kayu rakyat di lokasi penelitian ini menggunakan analisis Kekuatan Strength, Kelemahan
Weakness, Peluang Opportunity dan Ancaman Threat atau SWOT sebagaimana telah dilakukan oleh Rinawati 2012 pada studi Modal Sosial
Msyarakat dalam Pembangunan Hutan Rakyat di MDM Sub DAS Cisadane Hulu dan Setyowati 2010 pada studi Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan
Hutan Mangrove di Desa Surodadi Kecamatan Sayung Kabupaten Demak. Analisis SWOT kemudian dilanjutkan dengan analisis Matriks Perencanaan
Stratejik Kuantitatif Quantitative Strategic Planning Matrix – QSPM untuk memperoleh strategi yang paling sesuai dan dapat diterapkan sesuai kondisi
setempat. Analisis SWOT dan QSPM didapatkan melalui tahapan sebagai berikut: 1 Tahap pengumpulan data atau masukan, 2 Tahap analisis atau
pemaduan, dan 3 Tahap pengambilan keputusan.
5.11.1 Tahap Pengumpulan data
Berdasarkan hasil kajian di lapangan terhadap pengelolaan hutan rakyat dan perdagangan kayu rakyat, petani di lokasi penelitian serta hasil penelusuran
dan wawancara terhadap tokoh masyarakat, penyuluh, asosiasi pengusaha kayu, aparat dari dinas terkait dalam pengelolaan hutan rakyat dan perdagangan kayu
110
khususnya di Kecamatan Giriwoyo, Kabupaten Wonogiri, faktor-faktor SWOT
yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut : Faktor Internal
Pengelolaan hutan rakyat dan perdagangan kayu rakyat sangat dipengaruhi
oleh faktor internal berupa kekuatan dan kelemahan. Faktor kekuatan dan
kelemahan tersebut dievaluasi untuk menentukan faktor yang memberikan pengaruh terbesar pada pengelolaan hutan rakyat dan perdagangan kayu rakyat di
lokasi penelitian.
1. Kekuatan Strength, meliputi :
- Masyarakat memiliki karakteristik individu yang cukup baik dalam hal usia yang tergolong produktif, tingkat kesehatan dan tingkat penghasilan yang baik.
Karakteristik individu ini merupakan modal manusia yang baik untuk pengelolaan hutan rakyat dan perdagangan kayu rakyat.
- Kepercayaan petani yang cukup tinggi pada tokoh masyarakat, agama dan aparat pemerintahan.
- Tingkat partisipasi petani dalam jaringan sosial yang cukup baik - Kepatuhan masyarakat terhadap norma-norma yang berlaku dalam masyarakat
tinggi - Tingkat proaktif petani yang cukup tinggi
- Tingkat kepedulian petani yang cukup tinggi baik terhadap sesama maupun lingkungan sekitarnya
- Kebiasaan petani secara turun temurun - Salah satu penghasilan yang mudah diperoleh
- Tidak membutuhkan budidaya yang intensif - Transportasi dan aksesbilitas yang cukup baik
2. Kelemahan Weakness, meliputi:
-
Tingkat pendidikan petani yang rendah formal maupun non formal
-
Kelembagaan kelompok tani yang belum berjalan secara optimal
-
Keterbatasan informasi dan aksesnya
-
Keterbatasan petani dalam pengelolaan hutan rakyat
111
-
Belum adanya rencana yang bersifat strategis
-
Kurangnya tenaga kerja
-
Mayoritas petani subsisten
-
Proses pemanenan dilakukan berdasarkan kebutuhan “tebang butuh”
-
Pengertian masyarakat mengenai sertifikasi masih rendah Hasil penilaian bobot rata-rata tiap faktor strategi internal didapatkan dari
beberapa stakeholder Lampiran 15 ditampilkan pada matrik evaluasi faktor internal atau internal factor evaluation IFE. Secara rinci matriks IFE dalam
pengelolaan hutan rakyat dan perdagangan kayu rakyat di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 51.
Tabel 51 Matriks IFE dalam pengelolaan hutan rakyat dan perdagangan kayu rakyat
No Faktor Internal
Rata-rata Bobot
Rata-rata Rating
Nilai Pengaruh
A Kekuatan
1. Karakteristik individu yang cukup baik
usia produktif, tingkat kesehatan, penghasilan
0,082 4,000
0,329 2.
Tingkat kepercayaan masyarakat yang tinggi terhadap tokoh masyarakat,
agama, aparat pemerintahan dan instansi kehutanan
0,065 3,571
0,232 3.
Tingkat partisipasi masyarakat dalam jaringan sosial yang cukup baik
0,075 3,857
0,290 4.
Kepatuhan masyarakat terhadap norma- norma yang berlaku dalam masyarakat
tinggi 0,058
3,571 0,209
5. Tingkat prokatif masyarakat yang tinggi
0,073 4,000
0,291 6.
Tingkat kepedulian masyarakat yang cukup baik
0,074 3,857
0,284 7.
Kebiasaan masyarakat secara turun temurun
0,063 3,429
0,216 8.
Salah satu sumber penghasilan yang mudah diperoleh
0,064 4,000
0,254 9.
Tidak membutuhkan budidaya intensif 0,038
3,429 0,130
10. Transportasi dan aksesibilitas yang cukup baik
0,020 2,286
0,049
Total 0,856
2,283
112
Tabel 51 Matriks IFE dalam pengelolaan hutan rakyat……………… lanjutan
No Faktor Internal
Rata-rata Bobot
Rata-rata Rating
Nilai Pengaruh
B Kelemahan
1. Tingkat pendidikan masyarakat yang
rendah formal maupun non formal 0,056
3,571 0,202
2. Kelembagaan kelompok tani belum
Berfungsi secara optimal di Masyarakat 0,056
3,714 0,210
3. Keterbatasan informasi dan aksesnya
0,024 2,286
0,054 4.
Minimnya pemahaman masyarakat tentang pengelolaan hutan rakyat yang
baik 0,039
3,143 0,123
5. Belum adanya rencana yang bersifat
stategis 0,026
2,571 0,066
6. Kurangnya tenaga kerja
0,014 1,571
0,021 7.
Mayoritas petani subsisten 0,058
3,857 0,223
8. Proses pemanenan dilakukan sesuai
dengan kebutuhan tebang butuh 0,081
4,000 0,323
9. Pemahaman masyarakat terhadap
pengertian sertifikasi masih rendah 0,035
2,143 0,075
Total 0,276
0,886 Kecenderungan terhadap faktor internal
1,000 1,395
Tabel 51 menunjukkan peubah kekuatan yang memiliki nilai pengaruh tertinggi adalah “Karakteristik individu yang cukup baik usia produktif, tingkat
kesehatan, penghasilan” 0,329. Hal ini sesuai dengan kondisi di lapangan, dimana sebagian besar pengelolaan hutan rakyat yang dilakukan petani hanya
berdasarkan naluri turun-temurun. Peubah yang memiliki nilai pengaruh terkecil dari kekuatan adalah “transportasi dan aksesibilitas yang cukup baik” 0,046.
Sedangkan nilai terbesar dari peubah kelemahan adalah “proses pemanenan dilakukan berdasarkan kebutuhan” 0,323. Hal ini terjadi karena petani
melakukan pemanenan kayu rakyatnya hanya berdasarkan pada kebutuhan saja, dan belum ada rencana strategis yang dilakukan dalam pengelolaan hutan rakyat
dan perdagangan kayu rakyat. Pada penelitian ini didapatkan total skor untuk faktor internal kekuatan
sebesar 2,283 sedangkan total skor untuk kelemahan sebesar 0,886. Kecenderungan modal sosial sebagai kekuatan dan kelemahan terhadap faktor
113
internal sumbu absis dalam pengelolaan hutan rakyat dan perdagangan kayu rakyat memiliki skor sebesar 1,395. Menurut David 2009, apabila total skor di
bawah skor rata-rata 2,50, menunjukkan bahwa faktor kekuatan yang dimiliki masyarakat belum dimanfaatkan sepenuhnya untuk mengatasi kelemahan-
kelemahan yang ada.
Faktor Eksternal
Selain faktor internal, pengelolaan hutan rakyat dan perdagangan kayu rakyat juga dipengaruhi oleh faktor eksternal yang terdiri dari peluang dan
ancaman. Evaluasi terhadap faktor eksternal juga dilakukan oleh stakeholders seperti pada evaluasi faktor internal.
1. Peluang Opportunity, meliputi:
-
Dukungan kebijakan, dana dan infrastruktur dari instansi terkait
-
Dukungan dari pemerintah lokal
-
Permintaan kayu semakin meningkat
-
Adanya alih fungsi lahan
-
Dukungan fasilitas dan pendamping dari LSM PERSEPSI
2. Ancaman Threat
, meliputi :
-
Program pengembangan dan pengelolaan hutan rakyat yang dilaksanakan terbatas pada keproyekan
-
Kegiatan sosialisasi, pendampingan dan penyuluhan tentang pengelolaan hutan rakyat dan perdagangan kayu rakyat belum maksimal
-
Kondisi lahan yang kritis “batu bertanah”
-
Ketergantungan yang besar terhadap pedagangbakul
-
Adanya sumbangan yang dibebankan dalam pemanenan kayu ditingkat desa
-
Adanya kebijakan retribusisumbangan terhadap pengangkutan kayu
-
Belum adanya perbedaan harga kayu rakyat yang dihasilkan dari lahan yang tersertifikasi dengan yang belum tersertifikasi
-
Minimnya pasar yang membeli kayu rakyat yang tersertifikasi Hasil penilaian bobot rata-rata tiap faktor strategi eksternal didapatkan
dari beberapa stakeholder Lampiran 16 dapat ditampilkan pada matrik evaluasi faktor eksternal atau external factor evaluation EFE. Secara rinci matriks EFE
114
dalam pengelolaan hutan rakyat dan perdagangan kayu rakyat di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 52.
Tabel 52 Matriks EFE dalam pengelolaan hutan rakyat dan perdagangan kayu rakyat
No Faktor Internal
Rata-rata Bobot
Rata-rata Rating
Nilai Pengaruh
A Peluang
1. Dukungan kebijakan, dana dan
infrastruktur dari instansi terkait 0,092
3,429 0,316
2. Dukungan dari aparat pemerintahan
lokal 0,093
3,571 0,332
3. Permintaan kayu rakyat semakin
meningkat 0,090
3,571 0,321
4. Adanya alih fungsi lahan
0,051 2,714
0,140 5.
Adanya fasilitasi dari LSM PERSEPSI dalam pengelolaan hutan lestari
0,049 2,571
0,127
Total 0,376
1,235 B
Kelemahan
1. Program pengembangan dan
pengelolaan hutan rakyat yang dilaksanakan terbatas pada tingkat
keproyekan. 0,098
4,000 0,391
2. Kegiatan sosialisas, pendampingan
dan penyuluhan tentang pengelolaan hutan rakyat dan perdagangan belum
maksimal 0,095
4,000 0,380
3. Kondisi lahan yang kritis umumnya
batu bertanah 0,100
4,000 0,400
4. Ketergantungan yang besar terhadap
pedagangbakul 0,084
3,000 0,253
5. Adanya sumbangan yang di bebankan
dalam pemanenan kayu ditingkat desa 0,031
2,000 0,063
6. Kebijakan retribusisumbangan
terhadap pengankutan kayu 0,029
2,000 0,059
7. tidak ada nya perbedaan harga antara
kayu rakyat yang dihasilkan dari lahan yang telah tersertifikasi dengan yang
belum tersertifikasi 0,096
3,000 0,287
8. Minimnya pasar yang membeli kayu
rakyat yang telah tersertifikasi 0,091
4,000 0,363
Total 0,624
2,196 Kecenderungan terhadap faktor internal
-0,960
115
Tabel 52 menunjukkan bahwa peluang dengan nilai pengaruh tertinggi adalah “adanya dukungan pemerintah lokal dalam pengelolaan hutan rakyat dan
perdagangan kayu rakyat 0,332, sedangkan peluang dengan nilai pengaruh terkecil adalah “
adanya fasilitasi dari LSM PERSEPSI dalam pengelolaan hutan lestari
” 0,127. Dukungan pemerintah lokal kaitannya dengan transfer informasi tentang kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah ke petani melalui
aparatur yang paling rendah, dan biasanya transformasi ini dilakukan oleh kepala dusun. Selain itu dukungan dari pemerintah lokal adalah mempermudah
administrasi dalam kegiatan perdagangan kayu rakyat yang ada. Adanya alih fungsi lahan yang terjadi di lokasi penelitian merupakan salah satu peluang yang
ada, akan tetapi peluang ini memiliki nilai yang paling kecil. Alih fungsi lahan ini terjadi karena seiring dengan banyaknya satwahewan liar celeng, rusa dan
landak yang menyerang lahan petani yang ditanami tanaman pangan. Dengan adanya serangan satwa ini, petani enggan untuk menanam tanaman pangan
dilokasi yang jauh dari pemukiman. Oleh karena itu, petani menanami lahan yang jauh dari pemukiman tersebut dengan tanaman keras.
Nilai pengaruh terbesar pada peubah ancaman adalah “kondisi lahan yang kritisbatu bertanah” 0,400. Kondisi lingkungan di lokasi penelitian merupakan
dataran tinggi yang didominasi oleh bebatuan, baik batu kapur maupun batu alam dan memiliki solum tanahnya yang sangat tipis. Hal ini yang menjadi salah satu
faktor jarak tanam hutan rakyat tidak teratur. Sedangkan nilai peluang dengan nilai pengaruh terkecil adalah adanya “Kebijakan retribusisumbangan terhadap
pengankutan kayu” 0,059, sesuai dengan Surat Keputusan Bupati Wonogiri Nomor 1 tahun 2012 tentang Pelayanan Ijin Pengangkutan Kayu Rakyat, yang
menyebutkan bahwa setiap pengangkutan kayu yang dilakukan oleh pedagang dibebani biaya yang disesuaikan dengan jenis kayu yang diangkut. Besar kecilnya
sumbangan tersebut telah diatur dengan ketentuan sebagai berikut:
-
Kayu Jati : Rp 15.000m3
-
Kayu Mahoni, Akasia dan Sonokeling : Rp 10.000m3
-
Kayu Jenis Lainnya : Rp 5.000m3
-
Kayu BakarRantingBongkaran Rumah : Rp 5.000m3
116
Kebijakan ini dirasakan membebani bagi para bakul yang ada di lokasi penelitian, bahwasannya bakul selain dibebani dengan biaya-biaya surat
kelengkapan kayu rakyat, mereka juga terbebani dengan sumbangan ini, dikwatirkan dengan adanya hal ini mempengaruhi perdagangan kayu rakyat yang
ada. Total skor untuk faktor eksternal peluang sebesar 1,235 sedangkan total
skor untuk ancaman sebesar 2,196. Kecenderungan terhadap faktor eksternal sumbu ordinat dalam pengelolaan hutan rakyat dan perdagangan kayu rakyat
memiliki skor sebesar -0,960. Menurut David 2009, apabila total skor dibawah skor rata-rata 2,50, menunjukkan bahwa masyarakat belum mampu merespon
setiap peluang yang ada untuk menghindari ancaman yang datang dari luar.
5.11.2 Tahap Analisis atau Pemaduan
Setelah dilakukan analisa atau evaluasi terhadap faktor-faktor internal dan eksternal maka tahap selanjutnya adalah tahap pemaduan antara faktor-faktor
kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Tahap pemaduan dilakukan dengan menggunakan matriks SWOT untuk mencari alternatif strategi terbaik yang dapat
diimplementasikan untuk penguatan modal sosial masyarakat dalam pengelolaan hutan rakyat dan perdagangan kayu rakyat.
Matriks SWOT Tabel 53 pada tahap analisis menghasilkan 9 alternatif strategi sebagai hasil pemaduan faktor-faktor berdasarkan kondisi internal dan
eksternal. Alternatif strategi tersebut berupa pemaduan unsur kekuatan dan peluang, kelemahan dan peluang, kekuatan dan ancaman serta kelemahan dan
ancaman Rangkuti 2008. Strategi pada pengelolaan hutan rakyat dan perdagangan kayu rakyat tersebut adalah:
a. Strategi S-O Strength-Opportunity atau Kekuatan-Peluang, yaitu
strategi yang didasarkan pada pemanfaatan seluruh kekuatan internal untuk memanfaatkan peluang eksternal sehingga diperoleh keuntungan yang maksimal.
Alternative Strategi S – O adalah sebagai berikut: a. Membangun hubungan baik antara pemerintah, LSM dan petani dalam
pengelolaan hutan rakyat dan perdagangan kayu rakyat.
117
b. Perluasan usaha melalui pengelolaan hutan rakyat dan perdagangan kayu rakyat melalui pemanfaatan lahan, peningkatan mutu bibit, pemeliharaan dan
pemasarannya.
b. Strategi W - O Weakness-Opportunity atau Kelemahan-Peluang, yaitu
strategi yang didasarkan pada pemanfaatan seluruh peluang eksternal bagi pengembangan yang telah dilakukan untuk mengatasi kelemahan internal yang
ada. Alternatif Strategi W-O adalah sebagai berikut: a. Pengaktifan dan penguatan lembaga non formal dalam ikut mendukung
pengelolaan hutan rakyat dan perdagangan kayu rakyat . b. Fasilitasi pemerintah terhadap pengembangan dan pengelolaan hutan rakyat
serta perdagangan kayu rakyat. c. Peningkatan akses petani terhadap informasi, lembaga permodalan, dan
penyuluhan serta pemasaran kayu rakyat.
c. Strategi S – T Strength-Threat atau Kekuatan-Ancaman, yaitu strategi
yang didasarkan pada pemanfaatan seluruh kekuatan internal untuk menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal bagi pengelolaan hutan rakyat dan
perdagangan kayu rakyat. Alternatif strategi S-T adalah sebagai berikut: a. Peningkatan pengetahuan usaha pengelolaan hutan rakyat dan perdagangan
kayu rakyat mencakup budidaya yang baik dan pola perdagangan kayu rakyat. b. Pemberdayaan petani dalam bidang iptek, kelembagaan, dan pemasaran sesuai
karekteristik sosial budaya setempat.
d. Strategi W – T Weakness-Threat atau Kelemahan-Ancaman, yaitu
strategi yang didasarkan untuk meminimalkan kelemahan internal untuk menghindari ancaman eksternal. Alternatif strategi W-T adalah sebagai berikut:
a. Peningkatan kemandirian usaha pengelolaan hutan rakyat dan perdagangan kayu rakyat yang meliputi budidaya, pemeliharaan dan pemasaran.
b.
Membuka kerjasama antar pemerintah, LSM pendamping dan investor dalam menangani perdagangan kayu yang bersertifikasi.