483
3 Memberikan kesempatan pada anak untuk mengekspresikan kreativitasnya 4 Memberikan kesempatan pada anak untuk mengeksplorasi lingkungan
5 Mendorong anak untuk bekerja secara mandiri 6 Menghargai idegagasan anak
7 Membimbing anak untuk melakukan pemecahan masalah
3. Latihan
Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan jelas a. Bagaimanakah peran guru dalam mengembangkan ketrampilan social dan
emosi pada anak usia dini? b. Bagaimana sikap dan perilaku yang perlu ditunjukkan seorang guru dalam
menghadapi anak yang mengalami temper tantrummengamuk? c. Berikan contoh kegiatan dalam mengembangkan ketrampilan yang
menekankan pada sosialisasi pada anak usia dini d. Berikan contoh kegiatan dalam mengembangkan ketrampilan yang
menekankan pada pengembangan emosi pada anak usia dini e. Berikan contoh konkret pengaruh budaya terhadap pelaksanaan program di
lembaga anak usia dini
G. Perkembangan Moral dan Agama Anak Usia Dini
1. Uraian Materi
Pendahuluan Moral berasal dari bahasa latin Mores yang artinya tata cara, kebiasaan, dan adat
. Menurut Hurlock moralitas adalah kebiasaan yang terbentuk dari standar sosial ya
ng juga dipengaruhi dari luar individu. Moralitas berkaitan dengan sistem kepercayaa
n, penghargaan, dan ketetapan yang terjadi di bawah sadar tentang tindakan yang be
nar dan yang salah, dan untuk memastikan individu tersebut akan berusaha berbuat ses
uai dengan harapan masyarakat. Menurut Immanuel Kant moral adalah kesesuaian sik
ap dan perbuatan kita dengan norma atau hukum batiniah kita, yakni apa yang kita pand
ang sebagai kewajiban kita. Berdasarkan pendapat beberapa para ahli tersebut, dapat
disimpulkan bahwa moralitas adalah sistem kepercayaan, penghargaan, dan keteta pan
tentang perbuatan benar dan salah yang terbentuk dari kebiasaan- kebiasan dari standar
484
sosial yang dipengaruhi dari luar individu atau sesuai dengan harapan masyarakat atau
kelompok sosial tertentu.
Perkembangan moral itu sendiri berkaitan dengan aturan dan konvensi tentang ap a
yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain. M oral
berhubungan dengan penerapan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat, dala m
perbuatan yang seharusnya dilakukan dalam interaksi sosial. Menurut Gibs dan Po wer,
perkembangan moral adalah perubahan penalaran, perasaan, dan perilaku tentang standar mengenai benar dan salah. Perkembangan moral memiliki dimensi intrapers
onal yang mengatur aktivitas seseorang ketika dia tidak terlibat dalam interaksi so
sial dan dimensi interpersonal yang mengatur interaksi sosial dan penyelesaian konflik.
Tindakan, sikap dan tingkah laku anak dan setiap individu dalam berinteraksi den gan
lingkungannya tidak lepas dari perilaku moral yang dimiliki. Melalui perilaku mor al
tersebut setiap individu akan mampu menempatkan diri dan diterima oleh lingkun gan
yang sesuai dengan standar norma-norma yang berlaku.
Pendidikan moral akan berhasil apabila pendidikan itu dilakukan sesuai dengan tah apan
perkembangan moral anak. Perilaku moral tidak diperoleh begitu saja, melainkan h arus
ditanamkan. Hal ini dikarenakan pada saat lahir anak belum memiliki konsep tenta ng
perilaku anak yang baik dan tidak baik. Selain itu, pemahaman anak tentang mana yang benar, bertindak untuk kebaikan bersama, dan menghindari hal yang salah be
lum dikembangkan dalam diri anak. Awalnya anak berperilaku hanya karena dorongan
naluriah saja yang seolah tak terkendali. Atas dasar tersebut maka pada diri anak ha rus
ditanamkan perilaku moral yang sesuai dengan standar yang berlaku dalam kelom pok
masyarakat di mana ia tinggal.
485
Padausia4- 6tahunanakmulaimenyadaridanmengartikanbahwasesuatutingkahlakuada
yang baik dan tidak baik. Anak memperlihatkan sesuatu perbuatan baik tanpa men getahui
mengapa ia harus berbuat demikian. Ia melakukan hal ini untuk menghindari huk uman
yang mungkin akan dialami dari lingkungan sosial atau memperoleh pujian. Anak pada
usia 4 tahun, umumnya mereka mulai memasuki dunia barunya, yaitu dunia sekol ah. Di
sekolah anak dituntut untuk berinteraksi dengan teman-teman di sekolah dan juga guru-
guru mereka. Jadi dalam hal ini interaksi anak lebih luas dari yang awalnya hanya berinteraksi didalam lingkungan keluarga dan sekarang bertambah menjadi lingku
ngan sekolah. Pada usia 4 tahun perkembangan moral anak semakin luas di usia ini pen
getahuan anak tentang nilai dan norma sebagai dasar perilaku moral berkembang luas. Anak
belajar mengetahui tentang apa yang seharusnya ia lakukan dalam berinteraksi de ngan
teman-teman dan guru mereka di sekolah. Selain itu anak dapat membedakan apa yang berlaku di rumah dan di sekolah, hal ini membuat anak agar dapat berlaku so
pan dimanapun ia berada.
Tahapan Perkembangan Moral
Menurut Piaget dalam pengamatan dan wawancara pada anak usia 4- 12 tahun
menyimpulkan bahwa anak melewati dua tahap yang berbeda dalam cara berpiki r
tentang moralitas yaitu :
1. Tahap Moralitas Heteronom Anak usia 4-
7 tahun menunjukkan moralitas heteronom, yaitu tahap pertama dari perkembangan moral. Anak berpikir bahwa keadilan dan peraturan adalah
properti dunia yang tidak bisa diubah dan dikontrol oleh orang. Anak berpiki
r bahwa peraturan dibuat oleh orang dewasa dan terdapat pembatasan-
pembatasan dalam bertingkah laku.
486
Pada masa ini anak menilai kebenaran atau kebaikan tingkah laku berdasa rkan
konsekuensinya, bukan niat dari orang yang melakukan. Anak juga percay a bahwa
aturan tidak bisa diubah dan diturunkan oleh sebuah otoritas yang b erkuasa.
Anak berpikir bahwa mereka tidak berhak membuat peraturan sendiri, me lainkan
dibuatkan aturan oleh orang dewasa. Orang dewasa perlu memberikan ke sempatan
pada anak untuk membuat peraturan, agar anak menyadari bahwa peratur an berasal
dari kesepakatan dan dapat diubah.
2. Tahap Moralitas Otonomi Usia 7-
10 tahun, anak berada dalam masa transisi dan menujukkan sebagian ciri- ciri dari tahap pertama perkembangan moral dan sebagian ciri dari tahap
kedua yaitu moralitas otonom. Anak mulai sadar bahwa peraturan dan hukum di
buat oleh manusia, dan ketika menilai sebuah perbuatan, anak akan mempertimban
gkan niat dan konsekuensinya. Moralitas akan muncul dengan adanya kerjasam
a atau hubungan timbal balik antara anak dengan lingkungan dimana anak berad
a.
Pada masa ini anak percaya bahwa ketika mereka melakukan pelanggaran, maka
otomatis akan mendapatkan hukumannya. Hal ini seringkali membuat ana k merasa
khawatir dan takut berbuat salah. Namun, ketika anak mulai berpikir
secara heteronom, anak mulai menyadari bahwa hukuman terjadi apabila ada bu
kti dalam melakukan pelanggaran. Piaget yakin bahwa dengan semakin berkembang
cara berpikir anak, anak akan semakin memahami tentang persoalan-
persoalan sosial dan bentuk kerjasama yang ada di dalam lingkungan masyarakat.
487
Selain Piaget, Kohlberg juga menekankan bahwa cara berpikir anak tentan g moral
berkembang dalam sebuah tahapan. Kohlberg menggambarkan 3 tiga tin gkatan
penalaran tentang moral, dan setiap tingkatannya memiliki 2 dua tahapa n, yaitu :
1. Moralitas Prakonvensional, Penalaran prakonvemsional adalah tingkat terendah dari penalaran m
oral, pada tingkat ini baik dan buruk diinterpretasikan melalui reward imbalan
dan punishment hukuman eksternal. Tahap satu, Moralitas Heteronom a
dalah tahap pertama pada tingkat penalaran prakonvensional. Pada tahap ini, an
ak berorientasi pada kepatuhan dan hukuman, anak berpikir bahwa mereka h
arus patuh dan takut terhadap hukuman. Moralitas dari suatu tindakan dinilai
atas dasar akibat fisiknya. Contoh: Bersalah dicubit. Kakak membuat adik me
nangis, maka ibu memukul tangan kakak dalam batas-batas tertentu.
Tahap kedua, individualisme, tujuan instrumental, dan pertukaran. Pada t ahap
ini, anak berpikir bahwa mementingkan diri sendiri adalah hal yang benar dan hal
ini juga berlaku untuk orang lain. Karena itu, anak berpikir apapun yang mereka
lakukan harus mendapatkan imbalan atau pertukaran yang setara. Jika ia b erbuat
baik, maka orang juga harus berbuat baik terhadap dirinya, anak menyesu aikan
terhadap harapan sosialuntuk memperoleh penghargaan. Contoh: Berb uat
benar a dipuji pintar sekali .
2. Moralitas Konvensional Penalaran konvensional adalah tingkat kedua atau menengah dalam tahapa
n Kohlberg. Pada tahapan ini, individu memberlakukan standar tertentu, tet
api
488
standar ini ditetapkan oleh orang lain, misalnya oleh orangtua atau pemeri ntah.
Moralitas atas dasar persesuaian dengan peraturan untuk mendapatka n
persetujuan orang lain dan untuk mempertahankan hubungan baik de ngan
mereka.
Tahap satu, ekspektasi interpersonal, hubungan dengan orang lain, pada t ahap
ini anak menghargai kepercayaan, perhatian, dan kesetiaan terhadap oran g lain
sebagai dasar penilaian moral. Pada tahap ini, seseorang menyesuaikan de ngan
peraturanuntukmendapatkanpersetujuanoranglaindanuntukmempertahan kan
hubungan baik dengan mereka. Contohnya adalah mengembalikan krayon
ke tempat semula sesudah digunakan nilai moral = tanggung jawab.
Tahap kedua, moralitas sistem sosial, pada tahap ini penilaian moral didas ari
oleh pemahaman tentang keteraturan di masyarakat, hukum, keadilan, da n
kewajiban. Seseorang yakin bahwa bila kelompok sosial menerima peratur an
yang sesuai bagi seluruh anggota kelompok, maka mereka harus berb uat
sesuai dengan peraturan itu agar terhindar dari keamanan dan ketidaksetu juan
sosial. Contohnya adalah bersama-
sama membersihkan kelas, semua anggota kelompok wajib membawa alat kebersihan nilai moral = gotong royong.
3. Moralitas Pascakonvensional Penalaran pascakonvensional merupakan tahapan tertinggi dalam tahapan
moral Kohlberg, pada tahap ini seseorang menyadari adanya jalur moral alternati
f, dapat memberikan pilihan, dan memutuskan bersama tentang peraturan,
dan moralitas didasari pada prinsip-
prinsip yang diterima sendiri. Ini mengarah pada
489
moralitas sesungguhnya, tidak perlu disuruh karena merupakan kesadaran dari
diri orang tersebut. Tahap satu, hak individu, pada tahap ini individu menalar bahwa nilai, hak
, dan prinsip lebih utama. Seseorang perlunya keluwesan dan adanya modifikas
i dan perubahan standar moral apabila itu dapat menguntungkan kelompok sec
ara keseluruhan. Contoh pada tahun ajaran baru sekolah memperkenankan or
ang tua menunggu anaknya selama lebih kurang satu minggu, setelah itu anak
harus berani ditinggal.
Tahap kedua, prinsip universal, pada tahap ini seseorang menyesuaikan d engan
standar sosial dan cita- cita internal terutama untuk menghindari rasa tidak
puas dengan diri sendiri dan bukan untuk menghindari kecaman sosial or ang
yang tetap mempertahankan moralitas tanpa takut dari kecaman orang lai n.
Contohnya adalah anak secara sadar merapikan kamar tidurnya segera set elah
ia bangun tidur dengan harapan agar kamarnya terlihat selalu dalam kead aan
rapih.
Pengembangan Moral pada Anak Usia Dini
Membentuk moral anak bisa dilakukan sejak dini, bahkan ketika anak memasuki tahun pertama usianya. Dengan pengetahuan moral, anak diajak berpikir dan
membangun etika dan karakter dirinya yang baik. Orangtua memiliki peran penting dalam upaya pengembangan moral anak sejak usia dini. Pada tahun-
tahun pertama dari kehidupan anak, orang tua hendaknya menanamkan dasar mempercayai orang lain. Misalnya anak harus dilindungi dan mendapatkan rasa
aman dari orang tuanya terutama saat mengalami rasa sakit, cemas dan takut demikian pula apabila orang tua menjanjikan sesuatu hendaknya berusaha untuk
menepatinya, sehingga orang tua tidak dicap sebagai pembohong . Orangtua dan guru di sekolah dapat saling bekerja sama dalam pengembangan moral anak
usia dini. Anak diajarkan tentang interaksi sosial dan perbedaan dalam lingkungan masyarakat. Agar perkembangan moral anak berkembang dengan optimal harus
490
dirangsang oleh lingkungan usaha-usaha yang aktif. Pentingnya pengembangan moral pada anak usia dini :
· Mempelajari apa saja yang diharapkan kelompok sosial dari anggotanya ses uai hukum, kebiasaan dan peraturan yang diberlakukan.
· Belajar mengalami perasaan bersalah dan rasa malu bila perilaku anak tidak sesuai denga`n harapan kelompok.
· Kesempatan untuk berinteraksi sosial untuk belajar tentang apa-apa saja yan diharapkan anggota kelompok.
Anak akan berkembang secara wajar dengan berbagai tahapan proses, yang pada setiap tahapan membutuhkan stimulas dan motivasi yang tepat sehingga
diharapkan terjadi perubahan pada semua aspekdimensi secara teratur dan progresif. Pada anak usia 1 tahun, dimana anak tersebut sedang mulai belajar
berbicara, maka dapat diajarkan untuk mengucap salam bila bertemu dengan orang lain, mengucapkan kata maaf bila melakukan kesalahan atau mengucap
terima masih bila diberi sesuatu dan lain sebagainya. Misalnya pada usia anak mencapai 6 - 8 tahun yang rata pada usia tersebut anak duduk di kelas 1 - 3
Sekolah Dasar, maka Pekerjaan Rumah adalah disamping untuk menguji kemampuan anak mengenai suatu materi, maka anak pun sekaligus berlatih
untuk bertanggung jawab, melatih memori, juga kemandirian serta bagaimana anak belajar mengatur waktunya.
Pengembangan moral pada anak usia dini juga dapat dilakukan dengan pemodelan modelling atau belajar melalui imitasi. Salah satu cara pemodelan
pada anak yaitu dengan bermain peran role playing, ketika bermain peran anak menciptakan suatu situasi dimana anak diminta untuk melakukan suatu peran
tertentu yang biasanya bukan peran dirinya di suatu tempat yang tidak lazim peran tersebut terjadi. Manfaat dari role playing adalah membantu seseorang
mengubah sikap atau perilakunya dari yang selama ini dilakukan dan untuk menggambarkan suatu situasi atau perilaku yang sebenarnya.
Nilai-nilai moral yang dapat dibelajarkan pada anak usia dini
Pengembangan moral pada anak usia dini berkaitan dengan Pendidikan Karakter yang diajarkan di sekolah. Pendidikan Karakter memberikan kesempatan untuk
mengembangkan perilaku moral pada anak. Beberapa perilaku moral yang dapat dikembangakan pada anak usia dini, yaitu :
1. Kerjasama Kerjasama dapat diajarkan kepada anak melalui kegiatan belajar dalam
kelompok. Kerjasama penting diajarkan kepada anak agar mereka mampu menjalin hubungan yang baik dengan orang lain dan mampu memahami
adanya perbedaan dalam setiap individu. Salah satu cara mengajarkan kerjasama pada anak misalnya, guru membagi anak menjadi beberapa
kelompok untuk melakukan kegiatan belajar, guru akan mengajak anak belajar membuat sebuah hasil karya dari daun-daun yang ada di sekitar
sekolah, kemudian anak bersama dua temannya mencari daun bersama dan
491
kemudian membuat daun tersebut menjadi sebuah gambar atau hasil karya lainnya.
2. Bergiliran Bergiliran perlu dijarkan kepada anak agar mereka belajar untuk sabar,
memahami aturan, dan tidak memaksakan kehendaknya sendiri. Hal ini dapat diajarkan misalnya, anak mendapatkan giliran untuk memimpin doa
di depan kelas, anak bergiliran untuk memberikan pendapat, dan anak bergiliran untuk mencuci tangan sebelum makan.
3. Disiplin diri Disiplin dapat dibangun dalam diri anak melalui banyak cara, salah satunya
melalui kegiatan pembiasaan sehari-hari di sekolah. Disiplin diajarkan kepada anak agar anak memahami aturan dan tepat waktu. Disiplin dapat diajarkan
dengan cara misalnya, membiasakan anak untuk meletakkan sepatunya di rak sepatu, dan membiasakan anak untuk merapikan kembali peralatan
belajar atau mainan yang telah selesai digunakan.
4. Kejujuran Kejujuran perlu dibangun dalam diri anak sejak usia dini. Sikap jujur dapat
ditanamkan dalam diri anak melalui kegiatan pembiasaan sehari-hari. Kejujuran diajarkan kepada anak dengan tujuan agar anak mampu berprilaku
sesuai dengan norma yang ada dan berani mengakui kesalahannya. Kejujuran dapat diajarkan dengan cara misalnya, ketika anak melakukan kesalahan atau
berbuat salah, guru dapat mengajak anak tersebut untuk berbicara berduagur u bertanya dengan cara yang lembut kepada anak agar si anak mau
mengakui kesalahannya.
5. Tanggung jawab Rasa tanggung jawab dapat dibangun dalam diri anak sejak usia dini. Salah
satunya melalui kegiatan pembiasaan sehari-hari, misalnya anak dibiasakan bertanggung jawab atas barang miliknya. Salah satu bentuk tanggung
jawab anak terhadap barang miliknya adalah merapikan kembali mainannya setelah selesai digunakan.
6. Bersikap sopan dan berbahasa yang santun Hal yang paling penting ketika anak berada dalam lingkungan sosialnya
adalah anak mampu bersikap sopan dan berbahasa yang santun agar mereka bisa diterima di lingkungannya. Sikap sopan dan bahasa yang santun
dapat dibangun dalam diri anak melalui contoh perilaku yang ditunjukaan oleh orang dewasa yang ada di sekitar mereka, salah satunya dari pendidik
di sekolah. Pendidik harus selalu menunjukkan sikap sayang dan berkata lembut kepada anak, agar si anak pun dapat memiliki rasa sayang dan bicara
492
dengan bahasa yang baik.
Strategi Pembiasaan Perilaku Moral
Cara terbaik untuk anak belajar adalah melalui bermain. Dalam upaya pengambangan moral pada anak usia dini, pendidik dapat menciptakan kegiatan
belajar yang menyenangkan dan menggunakan strategi belajar yang bervariasi. Beberapa strategi pengembangan perilaku moral pada anak usia dini, yaitu :
· Memberi anak kesempatan untuk sharing tentang perasaan dalamli ngkungan yang nyaman dan aman
· Mengajarkan hal hal yang realistik dapat dimengerti oleh anak · Memberi kesempatan anak untuk berlatih belajar kooperatif dan berbagi
tanggung jawab · Mengundang teman yang berbeda budaya, mengembangkan rasa
nasionalisme · Mengembangkan aturan kelas bersama
· Memberi kesempatan pada anak untuk mengemukakan pendapat,be reksperimen dalam belajar
· Memberi contoh sikapperilaku yang baik: keingintahuan, toleransi dll
Perkembangan Sikap Beragama Anak 4-6 Tahun
Makna sikap beragama memiliki arti yang sangat luas dan bermuara ke arah hal- hal yang mulia sebagai perwujudan manusia sebagai mahluk ciptaanNYA. Sikap
beragama merupakan kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku anak dan kegiatan melalui langkah-langkah dan pemikiran yang
bersifat fitrah menuju manusia yang seutuhnya. Sikap beragama merupakan suatu hal yang sangat penting yang diperlukan, karena spiritual adalah dasar
bagi tumbuhnya harga diri, moral dan rasa memiliki, memberi arah dan arti pada kehidupan. Sikap beragama merupakan suatu kepercayaan akan adanya
kekuatan nonfisik yang lebih besar daripada kekuatan diri manusia dan suatu kesadaran yang menghubungkan manusia langsung kepada sang maha pencipta
Hal ini dapat dimengerti anak dengan adanya rasa kagum atas ciptaan Allah dan gejala alam yang dapat dirasakan dan dialaminya, seperti adanya angin, hujan,
matahari yang selalu terbit dan terbenam.
Pendidikan agama mempunyai suatu landasan pokok, yaitu penanaman iman pada diri anak sebagai bekal kehidupannya di masa yang akan datang. Tugas
utama dari orang tua orang dewasa terhadap anak dalam menanamkan keimanan kepada anak perlu berhati-hati baik dalam contoh hiasan, tulisan
maupun perbuatan. Penanaman kemampuan pada anak- anak bertujuan agar dalam jiwa anak berangsur-angsur tertanam perasaan cinta kepada Tuhan dan
agama.
Agama merupakan pondasi awal untuk menanamkan rasa keimanan pada diri
493
anak. Dalam agama terdapat dua unsur yang sangat penting yaitu keyakinan dan tata cara yang mana kedua unsur ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Pada usia 0-2 tahun, merupakan masa ketergantungan terhadap orang tua, anak-anak kecil memperoleh tingkah lakunya hampir seluruhnya mel.alui pola
peniruan. Walaupun anak kecil itu tidak mengerti arti perbuatan tersebut, ia menirukan apa yang dilihatnya dan belajar menentukan pola hidupnya untuk
yang baik atau yang buruk. Konsepsi anak kecil tentang Allah sebagian besar ditentukan oleh konsep dan sikap orang tua terhadap Allah.
Anak yang berumur 2-3 tahun dapat mengerti bahwa Al-Kitab datangnya dari Allah, Yesus adalah anak Allah, Gereja adalah rumah Allah, dan Allah mencintai
dan memelihara dia. Oleh karena ingatan mereka belum dapat diandalkan dan perbendaharaan katanya terbatas maka konsepsi harus diajarkan berulang-
ulang dengan berbagai cara. Anak balita menyukai pengalaman ini. Cerita-cerita Al-Kitab harus selalu disebut sebagai kebenaran dan diajarkan dari Al-Kitab yang
terbuka. Anak balita meniru orang tuanya, guru, dan kakaknya. Mungkin ia tidak mengerti maksud tindakan-tindakan tersebut, tetapi ia meniru apa yang dilihat
dan akhirnya hidupnya ikut teladan orang-orang yang ditirunya, hal ini sering kali menyangkut perasaan anak kepada Tuhannya.
Pada usia 4-6 tahun, anak dapat belajar mencintai Allah sebagaimana ia belajar mencintai orang-orang dalam rumahnya. Mungkin ia tidak mengerti sepenuhnya
tentang Allah sebagai Pencipta atau Yang Maha Tinggi, tetapi ia dapat merasakan rasa terima kasih, cinta, dan penghormatan serta mengungkapkan perasaan-
perasaan itu. Pujian dan do a anak usia ini harus diutarakan dalam kata-kata yang dapat dimengerti dan hendaknya mengungkapkan perasaannya sendiri.
Hidup do anya itu hendaknya menuntun dia untuk menaikkan ucapan syukur maupun permintaan do a kepada bapa di surga. Dengan mudah guru dapat
mempengaruhi anak pada usia ini. Ia percaya segala sesuatu yang diucapkan kepadanya. Ia pun perlu menyadari pengetahuan orang tua dan guru terbatas
juga walaupun mereka telah hidup lebih lama dari dia.
Usia 6-8 tahun, kemampuan anak untuk mengenal Allah bertambah ketika dunia lingkungannya bertambah luas dan pengalamannya bertambah banyak. Anak
memperoleh manfaat bila ia beribadah sesuai dengan tingkat pengertiannya sendiri dalam kebaktian sekolah minggu, kebaktian anak-anak, dan pekan
rohani anak. Anak usia ini senang mendengar cerita. Akan tetapi, karena hidup ini sekarang menjadi kenyataan maka setelah mendengar cerita itu ia akan
bertanya, Apa itu sesungguhnya benar? . Cerita sinterklas dan lain sebagainya dipertanyakan dan kemudian ditolak karena cerita-cerita Al-
Kitab diceritakan dan dibumbui hal-hal yang tidak benar, maka cerita-cerita itu pun akan ditolaknya.
Berdusta pada usia 8 tahun dianggap lebih serius daripada berkata bohong pada
494
usia 4 tahun. Nilai keagamaan yg dikenalkan pada anak usia 4-6 tahun, adalah Kedamaian , Kebahagiaan, dan Mencintai mahluk ciptaan Tuhan.
Pengembangan nilai agama pada anak usia dini dapat dilakukan melaui pemodelan modelling, anak belajar melalui imitasi. Bermain Peran role playing
, yaitu menciptakan suatu situasi dimana individu diminta untuk melakukan
suatu peran tertentu yang biasanya bukan peran dirinya di suatu tempat yang tidak lazim peran tersebut terjadi. Manfaat dari role playing adalah membantu
seseorang mengubah sikap atau perilakunya dari yang selama ini dilakukan. Simulasi simulation adalah kegiatan yang dilakukan untuk menggambarkan
suatu situasi atau perilaku yang sebenarnya. Balikan Penampilan performance feedback adalah informasi yang menggambarkan seberapa jauh hasil yang
diperoleh dari role playing, bentuknya dapat berupa reward, reinforcement, kritik dan dorongan.
Contoh Pengembangan Nilai Moral dan Agama
1. Nama Permainan : GILIRANMU ...
GILIRANKU...
Sasaran : Anak usia 4-5 Tahun
Tujuan : Membiasakan anak untuk menunggu gilira
n Media
: tali pita dan kue Evaluasi
: anak mampu menunggu giliran dan bela jar sabar ketika
menunggu giliran
Deskripsi Kegiatan:
Ibugurumembagikankue,setiapanakmendapatsatupotong.Secarabergiliran anak menerima kue dari bu guru. Ibu guru mengurutkan anak berdasarkan
posisi mereka, misalnya berjajar ke belakang. Ingatkan anak untuk tidak saling berebutan atau saling mendahului. Selalu katakan semua pasti dapat ....
dan kita dapat makan bersama
Kiat Keberhasilan:
Biasakan anak untuk belajar melakukan kegiatan seperti ini disemua kesempatan, dimana saja, kapan saja dan siapa saja harus antri.
2. Nama Kegiatan : MARI BERDOA BERSAMA
Sasaran : Usia 4-5 tahun
Tujuan : Berdoa sebelum dan sesudah kegiatan
495
Media : Diri sendiri
Evaluasi : Anak mampu membaca doa sebelum dan se
sudah melakukan kegiatan
Deskripsi Kegiatan:
Biasakan anak untuk berdoa setiap sebelum memulai dan mengakhiri kegiatan. Guru harus selalu mengajak dan mengingatkan anak-anak untuk berdoa.
Kiat Keberhasilan:
Biasakan anak berdoa sebelum dan setelah melakukan kegiatan setiap saat.
2. Latihan
1. Berdasarkan perkembangan moral dan agama yang telah dipelajari buatlah prog ram
kegiatan bermain yang berisi: Nama Kegiatan, Sasaran, Tujuan, Metode, Media, Ev aluasi dan Deskripsi Singkat
H. Bermain dan Permainan Untuk Anak Usia Dini